Air mata imajiner mengalir di pelupuk matanya, meski begitu raut wajahnya masih menampilkan senyum bahkan kedua matanya sampai menyipit.
Beberapa menit yang lalu Elio mengantarkan apa yang dipesan tuan muda pertama -Evander Raphael. Semuanya berjalan normal saja tanpa ada kejanggalan. Sampai saat Elio hendak keluar tangannya malah ditarik oleh Vian. Yap ALVIAN, antagonis utama yang tak pernah suka kehadiran Elio itu malah mendudukkan Elio di pangkuannya.
Elio beberapa kali memberontak, mencoba melepaskan diri dengan berbagai alasan tapi Vian seakan menulikan telinganya. Sampai akhirnya Elio berkata jika dirinya ada janji dengan temannya, saat itu juga Evan menegur Vian untuk melepaskan Elio. Bernafas lega? Tidak juga, Vian tidak benar-benar melepaskannya, dia malah berkata akan ikut Elio pulang. Heh?! Apa apaan itu?!
Kembali pada waktu kini, Elio menunduk di depan cermin wastafel. Sebelah tangannya bertumpu pada pinggiran wastafel dan tangan sebelahnya lagi membekap mulutnya agar tidak mengumpat.
Jujur saja Elio pikir hari ini dia akan bermalas-malasan di kamar kost, membayangkan kasur tipis dengan selimut sejuk menyambutnya begitu membuka pintu. Bayangan menyenangkan itu hilang begitu saja saat mendengar Vian ingin ikut dengannya.
'Dancok! The hell! Bangsat! Kenapa Vian jadi out of character sih? Vian yang di buku kan sensian, sinis, barbar, dan yang terpenting ANTI ELIO! apa ini gara gara gue ngisi raga Elio? Ah masa, gue ga ngerusak alurnya sama sekali kok, gue menyesuaikan sama karakter asli Elio yang dibenci Vian, harusnya gak gini! ' batin Elio frustasi.
"Huftt"
Elio mengangkat wajahnya, menatap pantulan dirinya dari cermin. Cukup prihatin melihat raut wajahnya sendiri yang tampak memelas. Ingin rasanya Elio menenggelamkan Vian di laut, atau mungkin menjatuhkan diri di kawah gunung berapi. "Do'ain gue masi idup sampe besok ye. "
.....
Umpatan demi umpatan memenuhi pikiran Elio. Saat ini dirinya serasa tersiksa batin. Duduk di jok motor yang sama dengan Vian yang menyetir. Remaja itu tampak cukup tenang, bahkan tak bersuara sama sekali sepanjang perjalanan.
Sesaat Elio teringat jika stok mi di kamar kost nya sudah habis, dengan mengumpulkan keberanian Elio menepuk pundak Vian agar menepi.
"Maaf tuan muda, boleh kan Io mampir dulu ke Aprilindo? Ada yang mau Io beli. "
"Hmm"
Sabar, Elio anaknya sabaran kok. Buktinya dia ngajak kulkas bicara, meski jawabnya cuma bahasa villager.
Sampai di depan Aprilindo Vian memarkirkan motornya. Keduanya masuk ke dalam, kebetulan siang itu suasana dalam Aprilindo cukup sepi, hanya ada beberapa pengunjung. Elio mengambil keranjang belanja dan langsung menuju rak khusus mi tanpa melipir melihat jajanan lain.
Cukup lama Elio berdiri di sana tanpa bergerak seinci pun, menimang antara harga dan rasa dari banyaknya varian mi. "Yang mi indo murah sih, tapi kalo rasa bawang ayam udah bosen. Rasa laksa kayaknya enak, tapi ada kandungan udang nya.....
Wah ini kan mi Korea yang lagi viral itu, hmmm tapi Io ga suka keju. Hah.... "
Akhirnya setelah dilema memilih, Elio memutuskan untuk menyetok mi goreng, mi kuah rasa soto, dan juga rasa sup buntut. Cukup banyak dia mengambilnya, mungkin untuk stok satu bulan penuh?
Sementara itu di belakangnya Vian hanya menatap datar. Tidak habis pikir dengan Elio yang sibuk memilih mi instan seolah tidak ada jajanan lain yang enak. Setelah beberapa saat Elio selesai dan hendak langsung menuju kasir tapi Vian dengan tidak elitnya menarik kerahasiaan belakang Elio menuju rak lain berisikan snack ringan. Snack yang kebanyakan memiliki bungkus besar dengan isi 20% makanan dan 80% udara. Elio yang lebih menyukai jajanan pinggir jalan pastinya akan dengan kesadaran penuh melewatkan snack jebakan tersebut.
Tapi sepertinya Vian adalah kebalikannya, dia seolah tidak peduli akan hal itu, oh, atau mungkin karena Vian orang kaya jadinya tidak peduli akan hal itu. Lihatlah dia, dengan wajah datar tangannya mengambil banyak jenis jajanan dan menaruhnya ke keranjang milik Elio.
Elio yang mendadak jadi kuli angkut hanya bisa pasrah, mau marah juga lawanya anak bos, bukannya menang yang ada dia dipecat dari pekerjaannya.
"Ingin sesuatu? "
Elio yang sedang melamun tersentak kaget. Dia dengan cepat menggeleng sebagai jawaban. "Enggak, Io ini aja. "
Sebenarnya Elio mau, ada satu jajanan kesukaannya di rak itu, tapi uang yang dibawanya tidak akan cukup, jadinya dia hanya bisa memandang lesu bungkus jajan yang seperti memanggilnya untuk mengambil.
Setelah selesai keduanya menuju kasir. Di sisi Elio dia merogoh tas kecil mencari uang yang tadi pagi dibawa, sementara Vian fokus pada ponselnya.
"Semuanya jadi dua ratus tiga puluh ribu kak. "
Elio menyodorkan dua lembar uang merah dan satu lembar uang biru, tapi sebelum uang itu diambil oleh mbak kasir Vian lebih dulu menyodorkan kartu hitam yang tentunya membuat Elio dan mbak kasir tercengang. Bukannya apa, Elio memang sudah sering melihat kartu itu, bahkan di kehidupan pertamanya sang kakak memiliki dua karitu berwarna hitam dan satu kartu emas. Tapi memilikinya di usia 16 tahun rasanya agak berlebihan? Tidakkah Sean khawatir Vian menggunakan isinya untuk hal yang kurang baik?
'Gila gila! Seriusan? Kayaknya jadi bungsu keluarga Raphael enak banget ya? '
Asik melamun Elio tidak sadar kalau Vian sudah selesai membayar. Vian juga, bukannya menyadarkan Elio dia malah menyeret Elio keluar dari Aprilindo. Berasa kucing Elio tuh, ditenteng sana sini.
Singkatnya mereka berdua tiba di halaman kost yang bisa dibilang sangat kecil untuk ukuran di daerah kota besar. Elio berjalan di depan, menuntun jalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Begitu sampai di depan pintu bercat biru Elio membuka kuncinya.
Pemandangan awal yang menyambut saat pintu terbuka adalah lemari pakaian berukuran satu meter dengan cermin tempel. Di sebelahnya kasur tipis dengan setumpuk kain yang belum dilipat, lantai beralaskan tikar dan meja kecil dengan banyak barang di atasnya.
"Maaf ya, kost Io jelek gini hehe. Tuan muda mau masuk atau langsung pulang? "
"... Masuk. "
Elio masih mempertahankan senyumnya dan masuk ke dalam. Berbeda dengan hatinya yang sudah mengumpati Vian dengan nama penghuni kebun binatang. Elio merapikan barang belanjaannya setelah menaruh snack milik Vian dan segelas air putih. Peduli apa dia dengan penilaian orang? Kalau tidak suka tinggal pergi saja, kan? Apa susahnya?
Elio bersenandung kecil sambil menyimpan stok mi di kardus khusus. Selesai dengan itu lanjut dia melipat bajunya yang masih menumpuk. Elio benar-benar acuh akan kehadiran Vian di kamar kostnya. Biarkan saja dia bosan, toh itu pilihannya sendiri kan? Dari awal Vian lah yang memaksa ikut, bukan dia yang mengajaknya.
Asik dengan kegiatannya, tubuh Elio mendadak kaku saat sensasi dingin dari benda tajam menempel di lehernya. "T-tuan muda? "
"Berhenti berpura-pura, gue tau siapa lo sebenarnya. "
Elio yang sudah kaku dibuat tersentak kaget oleh kalimat yang keluar dari mulut Vian. Dia tau? Tapi bagaimana mungkin?
"Kau tau?.....
To be continue
Note: kayaknya ga bakal panjang, paling belasan chapter tamat?
Targetnya itu, tapi ga tau nanti jadinya kayak gimana hehe...
KAMU SEDANG MEMBACA
Book Of Elio
RandomLio itu seorang kutu buku tapi bukan nerd. Dia suka baca, murid terpintar, tapi penampilannya sedikit urakan. Melanggar peraturan sudah jadi mottonya dalam hidup, juga menganggap orang disekitarnya sebagai kaum rendah yang hanya memanfaatkannya. Ta...