BAB 4 - DIBALIK PINTU

2 0 0
                                    

Rumah Nisa malam hari. Mobil Fitri terparkir di halaman. Semua area rumah lengang, kecuali ruang makan.

Disana Fitri sedang makan malam dengan lahap. Masakan Tyas kali ini juga sesuai seleranya. Mungkin ini yang membuat Fitri betah menemaninya.

Tyas selesai berkeliling rumah menutup pintu dan jendela. Terakhir, dia menutup jendela dapur. Setelah memastikan semua aman, Tyas lalu duduk di kursi meja makan. Wajahnya tampak tegang.

Fitri mengamatinya dengan penasaran. "Kenapa, Bu?" tanya Fitri.

Tyas agak enggan menjawab. "Eh, nggak apa-apa Mbak. Mungkin hanya perasaan saya saja."

Tyas masih tampak bersiaga. Sesekali melihat ke sekeliling dengan gelisah. Fitri jadi semakin penasaran dan ikut melihat sekeliling.

"Memangnya, ada apa di rumah ini, Bu?".

Tyas menggeleng lemah. "Saya tidak tahu, Mbak. Tapi kalau malam, suasana rumah terasa berbeda," jelasnya pelan.

Fitri diam berpikir. Dia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada apa-apa di sekitarnya.

Tyas menghela nafas. "Bapak juga belum kesini. Saya khawatir kalau menjaga sendirian," sambung Tyas.

Fitri tersenyum menenangkan. "Kalau begitu, saya akan menginap disini lebih sering. Biar bisa menemani Ibu."

Akhirnya senyum tersungging di bibir Tyas. "Terima kasih, Mbak Fitri."

"Sama-sama, Bu," jawab Fitri santai.

Fitri melanjutkan makan malam ditemani Tyas.

***

Menjelang tengah malam. Penjara lengang tanpa aktivitas.

Blok tempat tinggal Endah sudah sepi. Semua napi sudah tidur. Termasuk Endah, yang juga lelap di selnya. Udara dingin di pegunungan, masuk melalui ventilasi berteralis besi. Endah meringkuk menahan dingin. Membungkus diri dengan selimut.

"Klik. Ngggiik".

Endah perlahan terbangun. Dari cahaya remang-remang lampu lorong, dia melihat kearah pintu besi selnya. "Lho?" gumamnya heran.

Pintu itu terbuka.

Dengan takut-takut, Endah membuka selimutnya lalu duduk. "Siapa?" tanyanya.

Tidak ada jawaban. Tidak ada pergerakan. Tidak ada siluet bayangan orang.

Endah semakin penasaran. Dia kemudian berjalan mendekati pintu selnya. Endah mendongak keluar. Tidak ada siapa-siapa di lorong.

"Klik, ngiiik".

Tiba-tiba, pintu lorong juga terbuka perlahan. Endah terkejut lalu menoleh. Pintu itu langsung berhenti bergerak.

"Astagfirullahaladzim," gumam Endah pelan. Bulu kuduknya berdiri.

Endah memutuskan tidak keluar dari sel. Tidak mau melawan firasatnya yang memburuk. Dia menutup pintu sel lalu kembali ke atas ranjang.

Endah segera menutup diri dengan selimut. Tidak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Namun dia tetap bersiaga, semisalnya ada sesuatu terjadi setelah ini.

"Astagfirullahaladzim, Astagfirullahaladzim, Astagfirullahaladzim," dzikir Endah tanpa henti.

"Nggiik. Blek. Klik".

Samar-samar terdengar, pintu lorong tertutup dan terkunci lagi. Endah berusaha tidak peduli. Dia memejamkan mata sambil terus berdzikir.

Berusaha untuk tidur.

DEMIT ALAS 2 : Blok MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang