one and only

5 1 0
                                    

2017.

Pukul 19:12 WIB.

“Kurang-kurangi rokok lu, Win. Gak bagus buat paru-paru.”

“Susah, bre. Rokok sama kopi dah jadi obat stres bagi gua.”

Pemuda yang masih menduduki semester lima, surai hitam dengan potongan buzz cut itu menggelengkan kepalanya ketika teman sepermainannya tidak berhenti menghisap batangan rokok sejak setengah jam lalu. Dia Lian. Teman perokoknya adalah Adwin.

Adwin sering disebut ‘Bocah Politik’. Pengetahuannya terhadap ilmu kenegaraan sangat intens, penalarannya begitu akrab dengan politik. Ia juga bercita-cita menjadi presiden ketika sudah menginjak usia matang nanti, kalau rezeki. Terlepas dari julukan uniknya, Adwin memiliki sifat mudah marah. Dan Adwin memiliki kebiasaan buruk yaitu merokok, ia sudah menjadi perokok aktif sejak SMA. Adwin adalah cerminan Ayahnya.

Berbeda dengan Lian, pemuda anti merokok yang dijuluki ‘Bocah Gede’ karena ia memiliki badan besar dan otot lengan mantap. Penampilannya sederhana, tidak begajulan atau bar-bar, karakternya pun dinilai humoris dan ramah. Biasanya friendly pada siapa saja.

Jiwa pemimpin sangat berkobar dalam dirinya maka tak heran sejak SD Lian selalu mendapatkan jabatan sebagai ketua, di dalam kelas maupun luar kelas. Tinggi badannya hanya 169 cm, lebih pendek dibandingkan Adwin tingginya 175 cm. Walaupun tidak terlalu tinggi, Lian mempunyai postur tubuh atletis, otot lengan dan abs dia dapatkan karena rutin exercise di gym

“Keras kepala bet lu. Ntar leher lu bolong, suara lu ilang, baru nyesel,”, Lian seperti menyumpahi Adwin. Adwin menghisap rokoknya dengan leluasa, menghembuskannya ke udara dan tampak seperti memikirkan sesuatu.

“Gua berusaha buat berhenti ngerokok tapi susah. Kalo stres pasti rokok solusinya, apalagi sering banget lidah gua berasa pahit atau asem.”

“Kalo lidah lu pahit, makan permen aja. Hilangin stres gak cuma dari rokok aja kali, Win. Gimana mau jadi presiden kalo lu gak bisa kasih contoh yang bagus buat rakyat?” 

Sejenak Adwin terdiam setelah Lian menasihatinya. Adwin benar-benar mencerna perkataan itu dengan serius. 

“Iya juga sih. Ya deh, ntar gua coba saran lu, Li. Tapi kopi masih boleh, kan?”

“Intinya gini aja, mengonsumsi apapun itu jangan terlalu berlebihan. Rokok boleh sekali-kali kalo lagi pengen, sama halnya dengan kopi, Win.”

Adwin mengangguk sambil mengacungkan jempol kanannya pada Lian. Nampaknya pemuda itu langsung mengikuti saran Lian, ujung rokok dia bengkokkan di asbak kemudian dia kembali menyeruput kopi yang disuguhkan oleh Lian sesaat setelah Adwin datang berkunjung. 

Kedua pemuda itu memutuskan untuk bermain game atau biasa disebut mabar (main bareng). Mereka pemuda kebanyakan pada umumnya, menghabiskan waktu senggang bersama di kos-kosan sampai malam, bahkan ngopi bersama. Sabtu malam diguyur hujan gerimis membuat tubuh terasa seperti ditusuk oleh dingin, kondisi jalanan pun cukup ramai karena weekend.

Bisa bersantai melepaskan beban yang telah dijalani selama enam hari dalam satu minggu, begitu terus berulang-ulang setiap hari kecuali hari libur nasional. Belakangan ini kota sering dilanda cuaca yang tidak merata ataupun tidak beraturan, kadang hujan deras berturut-turut, kadang di siang hari sangat terik mataharinya hingga bisa menggosongkan kulit ketika beraktivitas di luar rumah. 

“Lu sadar gak sekarang lagi musim sakit, Li? Adek gua yang paling kecil demam gak sembuh-sembuh. Dah seminggu gua liat dia makan bubur terus dikasih emak gua.”

Sohib, Mimpi dan CelakanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang