🐇45. Pelindung

72 10 7
                                    

Halo! Juna-Shana kembali lagi 🤹

Jangan lupa absen dengan cara vote dan komen sebanyak-banyaknya, ya! Bakal ada kejutan di part ini😌🤏

Jangan jadi silent reader! Silent reader aku usir jauh-jauh, hus hus! ⚠️

🐇Selamat membaca🐇

🐇Selamat membaca🐇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐇🐇🐇

Sapu terbang milik Wulan hanya membantu aku dan Juna melewati bukit. Setelah sampai di bawah bukit, sapu itu kemudian terbang lagi entah ke mana. Kuda milik Juna pun ternyata masih di tempat ia mengikat kemarin. "Jun, kita langsung cari sarapan di pasar, ya? Aku lapar."

"Siapa suruh kau menolak daging serigala buatan ibumu." Juna cengengesan menertawaiku. Kalian tahu apa eskpresiku sekarang? Seperti orang yang ingin melahap Juna detik ini karena kesal digoda terus. Aku saja ingin muntah, malah diingatkan lagi.

"JUNAAAA!" Aku kesal sampai mengacak-acak rambutnya. Belum juga aku gigit tangannya.

🐇

Juna membantuku turun dari kuda saat kami baru saja sampai di pasar. Dia mengikat kudanya di parkiran kuda. Di sini ternyata juga ada lahan parkiran seperti parkiran motor, hanya saja ini kuda. Banyak sekali kuda yang ada di sini. Untuk membedakan kuda-kuda itu, tukang parkir memberi tanda yaitu gelang bertuliskan angka di kaki kudanya, lalu mencatat pemilik kuda tersebut.

Untungnya kuda Juna ini beda dari yang lainnya. Kudanya punya kalung khusus kuda-kuda kerajaan, jadi tidak akan tertukar.

Juna lalu memberikan satu keping koin pada pria tua penjaga parkiran kuda itu. Dia lalu mengikatkan kuda milik Juna ke bawah pohon bersama kuda-kuda lain. Pada kuda itu juga diberi rumput oleh pria itu.

"Jun, kita makan di mana?" Aku celingukan karena pasar sangat ramai. Banyak sekali orang berlalu-lalang. Berkedip sedikit saja sepertinya Juna sudah hilang dari pandangan.

"Ke sana saja," tunjuk Juna pada sebuah warung yang cukup besar, tetapi tidak terlalu ramai. Mungkin jaraknya sekitar dua ratus meter dari tempat kami berdiri sekarang.

"Sambil lihat-lihat kalau ada orang itu di sekitar sini, Jun." Aku sedikit berjinjit dan berbisik pada Juna karena memang tingginya seperti gapura kabupaten. Berbeda denganku yang kecil nan mungil ini.

Kami lalu berjalan memasuki warung yang Juna pilih. Karena tidak begitu ramai, aku melihat-lihat kalau ada pria itu di sini. Sekarang aku dan Juna sudah seperti mata-mata saja yang menyamar dan mencari buronan.

Kami duduk lesehan di dekat jendela warung. Tidak disediakan kursi, hanya bisa lesehan saja. Juna ke meja penjual untuk memesan sarapan. Entah menu apa yang ia pesan, semoga saja masih masuk akal dan bisa dimakan.

Behind The Choice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang