2

11 2 0
                                    

D U A

D U A


"Karna pada hakikatnya jika dia tidak memilih mu, maka sampai kapanpun kamu tidak akan berarti di hidupnya."

-silent side-

Rutinitas Jisa setiap pagi biasanya adalah sarapan di kantin, main handphone, gambar dan tidur. Namun, hari ini Jisa hanya memainkan handphone nya karna akhir-akhir ini ada siswi sekolah sebelah yang terus-menerus mengirimkannya pesan. Awalnya risih, tapi karna berhubung dia akhir-akhir ini banyak waktu luang alhasil dia ladeni saja.

Jisa menoleh ke samping tepat setelah dia membalas pesan terakhir. Hari ini lumayan cerah, awan-awan berarak mengelilingi seantero bumi. Laki-laki itu membenarkan kacamatanya dan menaruh kepalanya tepat ditumpukkan tangannya.

Berapa lama lagi sepi nya hilang?

"Jisaaa-sann ohayo!"

Akhirnya hilang.

"Jisa lo udah sarapan? Gue belum, sarapan di kantin yuk!" Ajak Amerta setelah menaruh tas berwarna hijau tosca dengan kasar menarik  Jisa yang sedang tidak bersemangat sekali agaknya hari ini.

"Iyaaa." Yang di tarik langsung bangun dari duduk dan mengikuti kemana dia akan di bawa oleh gadis yang hari ini mengepang rambutnya dari atas sampai bawah dan membelahnya  menjadi dua.

Amerta memang selalu lucu.

-silent side-

Ternyata Amerta memesan nasi goreng dan segelas teh hangat tanpa gula sebagai sarapannya pagi ini, untuk memudahkan ibu kantin, Jisa memilih menu yang sama tapi dia memilih air mineral sebagai minuman nya.

Memakan makanan dengan lahap setelah sebelumnya merapalkan do'a, Jisa bisa melihat kalau Amerta benar-benar dalam keadaan lapar.

"Lo belum makan? Makan nya ngga usah buru-buru, Mer."

"Lo liat mata gue? Kantung matanya keliatan ngga?" Jisa menaikkan sebelah alis nya, "Soalnya kemarin gue baru aja selesai namatin satu anime yang di post crush gue."

"Sampe pagi?"

"Iya. Hehe."

"Ngga logis, udah konslet otak lo!" Amerta berhenti mengunyah, dia menatap Jisa dengan tatapan sendu.

"Yaudah sih! Ini 'kan hidup gue!" Jisa memutar bola matanya jengah.

"Terserah lo." Malas berdebat, akhirnya Jisa mengalah dan melanjutkan makannya. Selama ini mengenal Amerta seolah-olah mencoba mengenali sebuah cermin, dia tidak menemukan apa-apa selain pantulannya sendiri.

"Gue lagi dekat sama anak sekolah sebelah, katanya dia mau pindah kesini, cuman ngga tau jadi apa engga." Cerita Jisa saat atmosfer diantara mereka tiba-tiba canggung.

"Siapa?"

"Namanya Karin. Gue ngga tau dia kenal gue darimana, cuman akhir-akhir ini dia intens banget ngechat gue tiap hari. Yaa gue ladenin aja mumpung lagi kosong." Membenarkan letak kacamatanya lagi, Jisa menatap Amerta dengan tatapan malas. "Kalo dia jadi pindah kesini, jangan lo bikin heboh dan omongin ke semua orang yaa." Peringatnya pada Amerta. Karna Jisa paham, tabiat Amerta yang apa-apa di hebohkan seolah-olah dia ingin memberitahu semua orang dimuka bumi ini kalau ada berita baru.

"Apaan gue ngga gitu yaa! Lo salah menilai gue. Apa salahnya gue ngasih tau semua orang? 'Kan gue banyak temennya setiap ke suatu tempat yaa pasti ada aja yang ngajak ngomong. Gue bukan ngomongin orang, tapi mereka yang ngajak gue ngomong." Jelas Amerta tidak terima.

"Yaa kenapa lo mau?"

"Yaa karna gue ngga enak!"

Jisa hanya mengelah nafas,  Amerta itu selalu saja tidak terimaan. Tapi memang benar, Amerta memang punya banyak teman, hanya saja Amerta seringkali tidak melihat mereka karna memang sifat Amerta yang tidak perduli dan memilih orang lain melihat dia terlebih dahulu daripada dia yang melihat mereka tapi Amerta diabaikan. Hanya saja Jisa sudah seringkali melihat Amerta berjalan seolah-olah dia berjalan sendirian,  dan tidak memperdulikan siapapun.

Silent SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang