03

12.8K 788 1
                                    


"Berhenti lah berbicara omong kosong kitty, siapa namamu? Sela Bara.

"N-nama Liel adalah Gabriel Tuan" jawab liel dengan gemetar.

"Masakan mu sangat enak, saya akan datang lain Kali" puji bara.

"Ugh? Terima kasih tuan" jawab liel dengan kepala yang dimiringkan lucu.

"Gabriel kemana kau? Kenapa kau tinggalkan dapur ini astaga, cepat kembali dan masak Gabriel" titah Leader restoran tanpa melihat bahwa Liel sedang berbicara dengan tamu yang katanya "terhormat" itu.

"E-em tuan, jika tidak ada lagi yang ingin dikatakan, izinkan saya untuk pergi memasak lagi" pinta Liel.

"Ya kitty, silahkan" jawab Barra

Liel membungkuk kan badan pertanda hormat sebelum perpisahan.

"Kau lihat itu Damian? Bukan kah dia sangat manis?"
Tanya Barra dengan Mata yang tetap menyorot kemana Liel berjalan.

"Ya Tuan anda benar" setuju Damian.

"Kau tau yang harus kau lakukan Damian?" Tanya Barra.

"Cari tau tentang pemuda tadi" lanjutnya lalu berjalan meninggalkan restoran itu.

"Aneh, biasanya tuan tak akan seperti ini" entah dengan siapa Damian berbicara.

Langit yang semula berwarna biru perlahan berganti warna menjadi warna orange, warna yang sangat Indah. Semua sibuk membereskan pekerjaan mereka masing-masing dan segera pulang ke rumah. Begitupun dengan tokoh utama kita, Gabriel.

"Akhirnya selesai juga" ucapan syukur keluar dari bibir manis Liel setelah selesai dengan pekerjaannya.

"Kakak Liel sudah selesai, Liel akan pulang" teriak Liel sambil beranjak keluar dari restoran itu.

"Huh, lelah sekali" keluh liel mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang ada dijalan.

Terdengar sayup-sayup suara segerombolan pemuda dengan jaket bergambar sama yang akan mendekati Liel.

"Hei bro liat ada degem(dede gemes) nih" ucap salah satu dari pemuda itu.

"Hai cantik" Sahut yang lain.

"Imut sekali. Sendirian sayang?" Disambung yang lain.

Liel tak bisa berfikir jernih sekarang yang ia lihat adalah banyak monster yang seakan bisa saja memakan nya, tetapi siapa itu? Ia tak asing dengan salah satu pemuda.

"Kau membuat nya takut bajingan" tegas nya setelah melihat Liel yang gemetar.

"Dia memang bodoh Ar" ucap yang lainnya.

Ya, masih ingat dengan Arsenio Arzan Greyson?

"Kelinci kecil? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya nya dengan memegang tangan Liel dan jongkok tepat dihadapan Liel.

Tebakan Liel benar! Mereka pernah bertemu sebelumnya.

"Kakak? Liel dari kerja, dan sekarang Liel kelelahan jadi Liel berniat duduk sebentar" jelas Liel panjang lebar.

"Kalian saling kenal?" Tanya salah satu pemuda itu.

"Dia, adikku" Jawab Arsen.

"HAH?" Pekik kompak pemuda-pemuda itu setelah mendengar jawaban dari sang ketua.

Ketua? Ya mereka adalah beberapa anggota inti "liozert". Liozert terkenal dengan beberapa anggota yang berkuasa dan kebersamaan liozert tidak perlu di pertanyakan lagi, mereka seperti keluarga.

"Berhenti berteriak atau ku patahkan leher kalian" peringat Arsen dengan Nada rendah.

"A-ah baiklah, maaf ketua" balas mereka serempak.

Arsen tak menghiraukan balasan yang dikatakan oleh anggota liozert, ia hanya fokus menatap Liel dan dengan tangan yang terus mengelus lembut kedua tangan Liel.

"Kakak sepertinya hari akan gelap, Liel akan pulang" ucap Liel menghancurkan keheningan.

"Ayo pulang bersama, kelinci kecil" Nada itu bukan ajakan tetapi itu perintah.

Tak menunggu balasan si "kelinci kecil-nya" ia langsung mengangkat tubuh Liel untuk digendongnya dengan sangat pelan dan lembut seakan Liel adalah barang yang sewaktu-waktu akan hancur.

"Kakak, Liel berat jangan digendong, nan-" ucap panik Liel.

"Kau seperti Kapas kelinci kecil" sela Arsen.

"Kalian pulanglah, Draco aku pakai Mobil mu urus motor ku" titah nya kepada anggota dan Draco yang istimewa di akhir.

Setelah mereka melihat Mobil Arsen dan Liel menjauh. Ah ralat itu Mobil Draco.

"Bukan kah ketua aneh, ini bahkan pertama kalinya dia berbicara dengan panjang" opini dari salah satu.

"Bukan kah itu baik?" Tanya Draco si pelawak.

"Ya, aku harap dia terus seperti itu" timbal yang tertua, Satria.

"Sudahlah, ayo kita semua pulang ke rumah masing-masing" itulah ucapan dari salah satu pemuda, akhir dari perbincangan mereka sebelum berpencar ke rumah masing-masing.

Liel didalam Mobil dengan gelisah melihat ke kanan dan ke kiri. Bukan tanpa sebab ia menyadari sesuatu, ini bukan Jalan ke rumah nya!

"Kakak, rumah Liel bukan ke arah sini" benah Liel dengan tangan bertaut.

Arsen tak menjawab, hanya menoleh sebentar lalu tersenyum hangat.

"Kakak tampan jika tersenyum, Liel menyukainya" puji Liel melupakan pembahasan yang pertama.

"Ah benarkah, jika begitu kakak akan selalu tersenyum untuk kelinci lucu ini" timbal Arsen yang semakin mengembangkan senyum manis nya.

"Em, dengan begitu kakak akan terlihat selalu tampan" ucapan pembenaran dari Liel.

Tampaknya Liel lupa dengan ucapan nya yang pertama. Sampai mereka berhenti didepan rumah. Ah tidak ini terlalu mewah untuk disebut rumah, mereka biasa menyebutnya mansion.

"Kakak ini bukan tempat tinggal Liel, kenapa kesini?" Tanya Liel sedikit panik.

"Jadi Liel tak mau berkunjung ke mansion kakak?" Ucap Arsen dengan mimik muka yang dibuat nya sesedih mungkin.

"Liel tak bilang begitu kakak" elak Liel dengan tangan yang terangkat untuk menangkup kedua pipi Arsen yang menunduk.

"Baiklah, jadi ayo sekarang masuk!" Ajak Arsen kembali dengan senyum nya

"Baiklah baiklah" pasrah Liel.

Sangat mudah memperdayai mu wahai Gabriel. Kau menerima untuk masuk ke sangkar emas.

"Buka" titah Arsen kepada salah satu satpam yang berjaga.

"Baik Tuan" tunduk akan perintah, ia segera membuka gerbang mansion yang besar itu.

Sementara itu di suatu gedung yang sangat tinggi.

"Tuan" panggil Damian.

"Hm?" Timbal Barra tanpa menoleh ke arah Damian.

"Tuan Arsen membawa orang lain ke rumah" beri tau nya.

Sejenak Barra menghentikan tangan nya untuk mengetik namun tak lama ia kembali mengetik laptop itu.

"Apa perempuan?" Tanya Barra penasaran.

"Tidak Tuan, dia lelaki" jawab Damian membenarkan.

Hancur sudah harapan Barra, padahal sudah banyak rencana yang ia buat di kepala nya itu.

"Tak biasa, siapkan Mobil kita akan pulang" perintah Barra.

"Baik Tuan" jawaban terakhir sebelum ia mengundurkan diri untuk pergi menyiapkan yang di perintahkan "tuannya".

B'BIEL (TIDAK SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang