02

94 12 0
                                    

Setelah membersihkan lapangan, Lisa dan Jennie berjalan keluar sekolah bersama.

Matahari sudah hampir tenggelam, dan angin sore yang sejuk berhembus lembut. Lisa membawa tas tenisnya di bahu, sementara Jennie berjalan di sampingnya dengan senyum hangat.

"Kau tinggal di mana, Lisa?" tanya Jennie, memecah keheningan.

"Tidak jauh dari sini," jawab Lisa, mencoba terdengar santai.

"Kalau begitu, biar aku antarkan kamu pulang," tawar Jennie dengan tulus.

Lisa berhenti sejenak, menatap Jennie dengan mata yang penuh rasa terima kasih, tetapi juga kebingungan.

"Terima kasih, Jennie. Tapi, aku bisa pulang sendiri. Lagipula, aku suka berjalan kaki."

Jennie tersenyum lagi, meski ada sedikit kekhawatiran di matanya. "Tidak apa-apa, Lisa. Aku benar-benar tidak keberatan. Ayolah, biar aku mengantarmu."

Lisa menggelengkan kepala, tetap menolak tawaran itu. Dalam hatinya, dia merasa rendah diri. Jennie adalah murid yang terkenal di sekolah, anak dari keluarga terpandang dan kaya.

Sementara Lisa tinggal di wilayah kumuh bersama ayahnya, berjuang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dia tidak ingin Jennie melihat kenyataan hidupnya yang jauh dari sempurna.

"Aku sungguh-sungguh, Jennie. Aku lebih suka berjalan sendiri. Terima kasih banyak atas tawarannya, tapi aku baik-baik saja," kata Lisa dengan lembut, mencoba meyakinkan Jennie.

Jennie mengangguk pelan, meski jelas terlihat bahwa dia masih ingin membantu. "Baiklah, kalau begitu. Tapi ingat, kalau kau butuh sesuatu atau bantuan, jangan ragu untuk menghubungiku, ya?" 

Dan Jennie memberikan nomor ponselnya pada lisa.

Lisa tersenyum kecil. "Aku akan ingat itu. Terima kasih, Jennie."

Mereka berdua melanjutkan berjalan sampai ke gerbang sekolah. Jennie berhenti di sana, sementara Lisa melanjutkan perjalanannya. 

Saat Lisa beranjak pergi, dia merasa campuran antara rasa syukur dan kesedihan.

Dia bersyukur karena Jennie baik padanya, tetapi juga sedih karena perbedaan status sosial mereka yang membuatnya merasa tidak pantas.

Jennie berdiri di gerbang sekolah, menatap Lisa yang semakin menjauh. Dia berharap bisa lebih membantu Lisa, tetapi dia juga menghormati keinginan Lisa untuk mandiri.

Dengan perasaan campur aduk, Jennie akhirnya berbalik dan menuju ke mobilnya yang sudah menunggu.

Lisa berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan, meski hatinya masih dibebani oleh perasaan rendah diri. 

Dia tahu bahwa jalan hidupnya tidak akan mudah, tetapi perhatian kecil dari Jennie memberinya kekuatan baru untuk terus berjuang.

Dengan semangat yang kembali berkobar, Lisa melanjutkan langkahnya menuju rumah, siap menghadapi tantangan apa pun yang menantinya.

Jennie duduk di dalam mobil mewahnya, menatap keluar jendela saat Lisa berjalan menjauh. Ada sesuatu tentang Lisa yang membuat Jennie merasa ingin tahu lebih banyak.

Dengan perlahan, dia menginstruksikan sopirnya untuk mengikuti Lisa tanpa menarik perhatian.

Mobil itu bergerak pelan di belakang Lisa, menjaga jarak agar tidak mencurigakan. Lisa berjalan dengan santai, menikmati angin sore yang sejuk.

Setelah beberapa blok, Lisa berhenti di depan sebuah minimarket kecil. Jennie melihat dengan cermat saat Lisa masuk ke dalam.

Jennie memberi isyarat kepada sopirnya untuk berhenti. Dia memperhatikan dari dalam mobil saat Lisa masuk ke dalam minimarket.

THANK YOU JENNIE | JENLISA E-BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang