Sekolah Dasar Kemang Jakarta.
"Ih balikin!" bentakku karena sedang diganggu oleh mereka.
"Nggak mau! Ambil sendiri lah," ujar Rio, ketua mereka semua.
Rio dan anak buahnya selalu menggangguku. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, ada saja hal-hal kecil yang membuat geram karenanya. Sekarang, ia mengambil buku tulisku lalu ia melemparnya ke anak buahnya layaknya estafet.
"Balikin sini! Aku aduin Bu Melati nanti kalian!" ancam ku akan melaporkannya ke ibu guru. Bukannya takut, justru Rio malah tertawa. Dengan memasang wajah yang menjengkelkan, ia mengatakan, "Aduin aja. Nggak takut huhu~" ejeknya.
Aku yang pendek tidak bisa meraih buku milikku di tangannya tanpa aku pikir ulang, aku mendorong Rio hingga ia pun terjatuh. Namun sebelum dirinya jatuh, seseorang masuk ke kelas kami dan menabrak Rio. Sehingga itu seperti sebuah pertolongan agar ia tidak terjatuh.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya anak laki-laki itu. Ia menahan tubuh Rio layaknya seperti kartun sang putri dan sang pangeran. Rio yang seketika reflek bangun dan menjauhi anak laki-laki itu.
"Tch. Ayo kita pergi ke toilet." Rio memerintah para anak buahnya pergi menuju toilet. Aku tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba menyerah dalam menggangguku, namun aku merasa lega. Rio sengaja menabrakkan bahunya dengan anak laki-laki itu. Aku tidak tahu mengapa Rio tiba-tiba melakukan hal itu. Rio pun akhirnya pergi meninggalkan kelas. Anak laki-laki itu mengambil buku milikku di lantai lalu memberinya padaku.
"Apa ini punya kamu?" tanya anak laki-laki itu.
"Iya. Terimakasih sudah membantuku," jawabku sambil mengambil buku di tangannya.
Anak laki-laki itu keluar kelas dan berdiri di depan kelas. Ia melihat papan yang ada di atas pintu. Selesai melihat papan kelas, ia menghampiri ku dan bertanya,
"Apa benar ini kelas 3-A?" tanyanya.
"Bener. Ini kelas 3-A. Kenapa emangnya?" jawabku.
"Kata ibuku, aku masuk kelas di kelas 3-A. Aku cuma mau pastiin biar nggak salah masuk kelas hehe..."
Oh, aku paham. Dia adalah murid baru. Dia adalah murid baru yang dibicarakan oleh ibu guru sebelumnya. Ia keluar kembali entah ke mana dan tiba-tiba datang dengan membawa ransel tas di pundaknya. Ia menanyakan bangku kosong, aku pun menunjukkannya padanya. Ia pun menghampiri bangku kosong tersebut, dan ternyata bangku itu kotor. Ia membuka tasnya dan mengambil selembar kertas dan mulai mengelapkan meja dan bangku yang kotor agar bisa ia gunakan.
Beres membuang sampah kertas itu, ia pun duduk di bangku tersebut. Tak lama kemudian, murid yang lain menghampirinya. Mereka mulai menanyakan namanya dan tempat tinggalnya. Aku tidak terlalu jelas mendengarnya karena jarak bangku kami jauh. Rio dan anak buahnya kembali ke kelas, berbarengan dengan Bu Melati yang masuk kelas. Kelas pun dimulai dengan Rehan memberi sebuah salam pagi.
_______________________
"Selamat pagi anak-anak. Sebelum mulai pelajaran, ibu mau memperkenalkan kalian tentang murid baru yang kemarin ibu bilang. Steven, sini maju ke depan dan kenalkan diri kamu."
Anak laki-laki itu ternyata bernama Steven. Aku baru tahu namanya saat Bu Melati mengucapkan namanya. Steven maju ke depan dan mulai memperkenalkan dirinya di hadapan para murid.
"Halo, nama saya Alexander Steven Gerrard. Saya lahir di Jakarta, tapi tinggal di Amerika. Saya kembali bersekolah di Jakarta karena ayah sudah selesai bekerja di Amerika. Saya harap kita semua bisa kenal satu sama lain."
Semua murid bertepuk tangan. Seisi kelas menjadi heboh karena kedatangan murid bule. Semua menyambut Steven dengan baik, namun tidak dengan Rio. Rio melihat Steven dengan tatapan yang berbeda.
_______________________
Waktu telah berlalu. Tidak berasa sudah 3 tahun semenjak Steven bersekolah di sini. Rio yang sebelumnya sering menggangguku, namun sekarang sikapnya sudah berubah. Ia menjadi sedikit lebih kalem dari sebelumnya. Sudah 3 tahun juga aku menjadi lebih akrab dengan Steven.
Setiap kali ada tugas rumah, Steven selalu mengajakku untuk mengerjakan bersama di rumahnya. Meskipun tidak mengerjakan tugas sekolah, Steven selalu datang menghampiri rumahku dan membawaku ke rumahnya. Ibunya Steven adalah orang asli Amerika, sedangkan ayahnya adalah orang Minang. Ibunya sangat cantik dan ayahnya sangat menyeramkan. Meski begitu, ayahnya selalu baik kepadaku.
"Chiyo," panggil Steven menyebut namaku.
"Ada apa, Steven?" jawabku sambil makan.
"Nanti kalau udah lulus, kamu mau daftar SMP di mana?" Steven menanyakan soal ke mana selanjutnya aku bersekolah. Kami sudah kelas 6, tinggal beberapa bulan lagi kami akan lulus sekolah. Aku tidak tahu akan bersekolah di mana lagi. Yang aku pikirkan bersekolah di mana saja asalkan jaraknya dekat dengan rumah.
"Aku nggak tahu. Maunya yang deket dari rumah. Tapi ibuku maunya aku masuk di SMPN 236. Kamu emangnya mau masuk ke SMP mana?" tanyaku.
"Aku sih mau di mana aja yang penting sekolah bareng sama kamu," jawabnya.
Saat aku mendengar perkataan darinya, entah kenapa jantung berdebar kencang. Meskipun aku sudah sering mendengar perkataannya yang aneh, namun perkataan ini membuatku menjadi sangat aneh. Sebenarnya aku ini kenapa?
Aku pun bertanya ke ibu mengenai kejadian itu. Ibu mengatakan bahwa aku sedang jatuh cinta dengan Steven. Aku tidak mengerti apa yang ibu katakan. "Cinta? Jatuh cinta? Apa maksudnya?" gumam ku dalam hati. Aku mencari penjelasan 'cinta' di internet. Setelah membaca beberapa website, aku tetap saja tidak paham apa itu cinta.
Perasaan bingung itu tak lama menjadi penasaran yang lebih membingungkan aku lagi, setelah Steven mengatakan sesuatu padaku.
"Maaf, Chiyo. Aku nggak bisa sekolah bareng kamu lagi. Setelah lulus nanti, ayah aku ada urusan bisnis di Amerika. Aku juga disuruh ikut dan tinggal di sana lagi."
"Oh ya udah nggak apa-apa. Hati-hati di sana ya..."
Dadaku sedikit sakit setelah mendengarnya. Aku tidak tahu mengapa hal itu terjadi. Tiba-tiba perasaan menjadi sedih. Aku menghargainya karena Steven harus ikut bersama orangtuanya, namun entah mengapa aku merasa sedih karena kita akan berpisah.
Aku melihat Steven seperti ingin nangis, namun sepertinya ia menahannya. Ia memegang kedua tanganku. Aku tidak tahu apa yang ia akan lakukan. Namun, aku tidak menyangka ia akan mengatakannya.
"Chiyo, aku—"
KAMU SEDANG MEMBACA
That Flower Blooms Again
Teen FictionChiyo Sardahwanti adalah seorang manusia yang sangat anti sosial. Ia hanya berbicara dengan anggota keluarganya saja. Terakhir ia berbicara dengan orang lain saat sang kurir datang ke rumahnya memberikan pesanan milik adiknya. Manusia seperti diriny...