chapter 3

34 1 6
                                    

"Bersiap. Memberi salam!"

"Selamat pagi pak guru!"

Semua murid berbicara serentak. Mereka berdiri saat orang yang memimpin doa berdiri saat mengucapkan salam pagi. Pak guru pun juga demikian.

"Baik anak-anak. Nama saya adalah Hardiansyah Herman, kalian bisa panggil saya pak Hardi ataupun pak Herman. Bebas, sesuka kalian saja mau panggil saya apa. Saya adalah guru Bahasa Indonesia, dan saya mengajar untuk kelas 12. Jadi saya—"

Singkatnya pak Herman adalah wali kelasku. Beliau juga menjelaskan bahwa beliau mengajar untuk kelas 12 dan pelajaran yang ajarkannya olehnya adalah Bahasa Indonesia. Pak Herman berbicara cukup panjang, ini membuatku sedikit mengantuk. Mereka mendengar dengan serius, namun bagiku ini seperti sedang dibacakan kisah dongeng.

"Baiklah, sudahi ceritanya. Mari kita mulai sesi pengenalan diri. Saya sudah memegang buku absen, nama yang saya sebutkan silahkan maju ke depan dan mulai mengenalkan diri kalian."

Sesi perkenalan diri sudah dimulai. Aku bangun dari tidur ayamku dan mulai fokus untuk mendengar pak Herman memanggil namaku. Karena awalan namaku berhuruf 'C', tidak lama lagi namaku akan dipanggil.

"Baik selanjutnya, Chiyo Sardahwanti. Silahkan untuk maju ke depan dan perkenalkan dirimu." Pak Herman memanggilku, aku pun berjalan ke Saat aku sedang berjalan ke depan, aku mendengar bisikan dari salah satu murid perempuan. Aku meliriknya, perempuan itu memakai makeup yang sangat tebal, mirip seperti ondel-ondel.

"Sardahwanti, namanya jadul banget anjir hahaha," ejek perempuan itu, diikuti oleh kawannya yang ikut tertawa.

Ia mengatakannya dengan pelan, namun aku mendengarnya dengan jelas karena aku melewatinya saat ia mengatakan hinaan itu. Aku membiarkannya dan mulai mengenalkan diri.

"Nama saya Chiyo Sardahwanti. Saya berasal dari SMPN 112. Alasan saya bersekolah di sini dikarenakan sekolah ini memiliki kualitas pendidikan yang sangat baik. Sekolahan ini memiliki semuanya yang para murid inginkan saat bersekolah. Salam kenal semuanya. Saya harap kita bisa akrab dan saling mengenal satu sama lain."

Aku berhasil mengatakannya dengan bahasa yang halus dan benar. Ini semua tidak akan terjadi jika ibumu tidak mendaftarkanku di sini. Namun bagaimana, semuanya sudah terlanjur terjadi dan aku harus mengikuti arus jalannya.

Aku kembali duduk di bangkuku dan menunggu jam istirahat akan berbunyi pada jam 9 pagi nanti.

_______________________

Bel istirahat telah berbunyi, para murid bergegas ke kantin untuk membeli makanan ataupun minuman.

Aku pergi dari kelas menuju ke kantin. Meski sedikit tersesat karena besarnya gendung sekolah, pada akhirnya aku sampai ke kantin karena membaca setiap papan jalan yang mengarahkannya ke kantin.

Sesampai di kantin, kantin sudah dipenuhi oleh banyak murid. Kantin di sini sedikit berbeda dari sekolah lainnnya mengingat ini adalah sekolahan elite. Aku mengantri untuk membeli roti dan sebotol air minum. Selesai membeli, aku kembali ke kelas untuk beristirahat di sana.

_______________________

Aku duduk di mejaku dan mulai memakan roti. Agar tidak merasa kesepian, aku sambil bermain ponsel agar tidak merasa bosan.

"Permisi. Bolehkah aku makan bersamamu?"

Seseorang berbicara padaku. Aku menoleh ke arahnya, dia perempuan bertubuh gemuk. Perempuan itu berdiri di hadapanku sambil memegang sebuah bekal di tangannya. Aku mempersilahkannya untuk duduk di sebelahku.

Perempuan itu menarik meja yang berada di sebelahku lalu merapatkannya di mejaku. Ia duduk di sebelahku.

"Namaku Adelia Vishanfel. Salam kenal," ujar perempuan itu memperkenalkan dirinya. Aku membalasnya, "Chiyo Sardahwanti, salam kenal juga, Adel," jawabku. Adel tersenyum kepadaku. Aku juga tersenyum balik padanya.

Ia membuka bekalnya. Aroma makanannya tercium olehku. Saat aku melirik bekalnya, ternyata ia membawa makanan yang sangat mewah. Dilihat-lihat, itu sepertinya enak dan mahal. Ia melihatku saat aku sedang melirik bekalnya, ia pun menawarkan makanan padaku. "Kamu mau?" tawar Adel. Adel melihatku.

Aku malu setengah mati. Aku menolak tawarannya agar tidak merasa malu padanya. "Nggak kok. Makan aja nggak apa-apa," tolakku.

"Kita makan bareng aja. Ayo makan," ujar kekeuh Adel menawarkan makanan. Aku berusaha menolaknya dengan halus, tetapi Adel masih memaksaku untuk makan bersamanya. Namun, sebuah kejadian tak diundang terjadi...

"Itu perut kamu udah bunyi. Ayo makan bareng aja, nggak apa-apa kok."

"Aku ingin mati saja."

Perutku tiba-tiba berbunyi sampai Adel mendengar suara perutku. Seketika rasa lapar mulai berasa. Itu semua karena aroma makanan milik Adel yang sangat enak.

Adel sudah menyendokkan makanan padaku. Aku berusaha menghindarinya, namun sendok itu semakin dekat. Wajah Adel terlihat sangat menyedihkan, seperti ingin menyuapiku. Karena melihat wajahnya yang memelas, aku terpaksa membuka mulutku dan Adel pun berhasil menyuapiku.

"Bagaimana? Enak?" tanya Adel perihal rasanya.

"Enak kok. Sialan ini enak sekali!!! "

Aku tidak berbohong, rasa makanan itu benar-benar enak. Mulutku tidak bisa berhenti mengunyahnya. "Jadi begini rasanya makan makanan orang kaya..." gumamku dalam hati.

Akibat insiden itu, aku dan Adel mulai berbicara satu sama lain. Saking lamanya kami mengobrol, kami tidak sadar bahwa bel masuk sudah berbunyi. Adel membenahi posisi meja dan kembali duduk di mejanya sendiri. Jarak tempat sedikit jauh, ia terlalu depan.

_______________________

"Memberi salam!"

Sesi kelas berakhir. Karena ini adalah hari pengenalan tentang lingkungan sekolah, selama 3 hari kami akan di cepatkan pulangnya.

Aku berjalan menuju gerbang sekolah. Aku menunggu ojek online yang baru saja aku pesan. Aku berdiri sedikit jauh dari sekolahan dan duduk di halte bus. Karena cuaca hari panas, jadinya aku berteduh sebentar agar tidak kepanasan. Saat aku memainkan ponsel, seseorang membuka jendela mobilnya saat melintas di depanku dan berbicara padaku,

"Chiyo, mau bareng nggak?" Itu adalah Adel. Ia dijemput oleh mobil. Aku tidak heran, karena Adel memang dari keluarga orang kaya. Aku menolak tawarannya,

"Makasih Adel, tapi aku sudah memesan ojek online. Kamu duluan aja," jawabku.

"Kamu yakin nggak mau bareng?" tanya lagi Adel mengenai tawarannya.

"Iya Adel. Kamu pulang duluan aja."

"Ya sudah kalau begitu, aku pulang duluan ya."

Aku masih belum berani menerima tawarannya, karena kami baru saja kenal. Aku tidak ingin merepotkannya.

Aku tidak ingin terlalu memikirkannya. Tidak lama kemudian, ojek yang sudah ku pesan sudah tiba. Pada akhirnya aku pulang menuju rumah...

_______________________

That Flower Blooms AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang