chapter 2

17 2 5
                                    

Kring... Kring... Kring...

Sudah 3 kali suara alarm ponselku berdering. Sejujurnya, dari deringan pertama alarm, aku sudah sadar. Tetapi karena mataku sangat berat untuk dibuka, jadinya aku membiarkannya hingga ponselku berhenti dengan sendirinya. Di seling tidur ayamku, aku mendengar seseorang memasuki kamarku. Orang itu adalah-

"Bangun dasar kebo!!!" dia adalah adikku.

Ia menarik selimutku, memaksaku untuk bangun. Aku menjadi kesal karena dia membangunkan tidurku. Aku menggerutu.

"Apaan sih! Ganggu orang tidur aja!" kesalku pada adikku.

"Apaan-apaan... Bangun kebo. Sekolah sekarang," jawab adikku.

Aku masih mengantuk. Mataku masih berat untuk dibuka. Adikku terus saja mengoceh tidak jelas. Aku membiarkan ia bergumam sendiri hingga mulutnya berbusa. Aku ingin melanjutkan tidurku lagi.

"Buset orang. Orang udah ngomong capek-capek dia malah tidur lagi. Bangun woi!" Adikku memukulku dengan guling tidurku. Pukulan itu tepat berada di wajahku. Aku semakin marah karenanya.

"Iya-iya bawel. Aku bangun. Sono pergi ah, ganggu aja!" usirku karena kesal karenanya.

"Awas aja gue balik lagi ke sini belum bangun juga. Ibu nanti yang bangunin lu!" Adikku pun pergi dari kamarku. Kesadaran ku belum sepenuhnya pulih. Aku melamun sebentar untuk memulihkan kesadaran ku.

Aku pun bangkit dari kasur ku yang nyaman dan mengambil seragam di lemariku dan turun ke bawah untuk mandi pagi.

_______________________

Kami sarapan pagi bersama di bawah. Ibu masak sarapan yang sangat enak. Aku menyukai makanan yang ibu masak. Mungkin jika ada waktu, aku akan meminta ibu untuk mengajariku cara memasak.

"Kak," tanya ayahku.

"Apa ayah?" jawabku sambil mengunyah makanan.

"Kakak seneng nggak bisa masuk di sekolahan favorit orang-orang?" tanya ayahku mengenai sekolah baruku.

"Nggak, biasa aja yah. Lagipula yang pengen aku masuk itu kan ibu. Aku mah nggak mau. Jauh dari rumah soalnya." Aku bisa keterima bersekolah itu karena telah didaftarkan oleh ibu. Tetapi, tidak aku sangka jika aku didaftarkan di situ. Lebih mengejutkannya, diriku malah diterima, padahal nilai akhirku tidak terlalu bagus.

"Yah kakak kok gitu... Harusnya kakak seneng karena di keluarga kita ada yang masuk di sekolahan yang orang-orang diidamkan oleh banyak orang," ucap ayah.

Itu semua adalah bohong. Ayah berbohong padaku. Padahal ayah dapat beasiswa berkuliah di universitas yang sangat terkenal di Indonesia. Dan itu pun ayah sampai bisa lulus sampai S1. Ibu pun juga begitu, berkuliah di luar negeri. Mereka semua merendahkan diri mereka seakan-akan aku yang paling. Dasar sepuh, sukanya merendah sampai ke inti bumi.

"Alasan doang jarak jauh, bilang aja takut nggak punya temen di sekolahan kan? Hahaha." Adikku memang! Belum cukupkah tadi sudah membuatku kesal? Memang perlu diberi paham manusia satu ini.

"Dih sok tahu! Dasar anomali. Kakak tuh punya banyak temen! Emang kakak nggak pernah tunjukin aja!" tegasku dengan ucapan yang penuh dusta. Itu hanyalah omong kosong. Aku tidak punya teman saat SMP. Teman yang aku ingat hanyalah Emma, itu juga teman saat SD.

"Nggak usah bohong. Temen gue kakaknya satu sekolah sama kakak aja ngomongnya kakak nggak punya satupun teman. Dasar pembohong publik."

Eh? Kok dia bisa tahu? Siapa yang memberitahunya? Siapa orang yang satu sekolah denganku saat SMP? Kenapa adikku bisa akrab dengan orang itu? Lagipula, dia itu siapa! Kok bisa tahu aku?

Kami pun cekcok dan saling aduk ejekan. Ayah hanya tertawa melihat tingkah kami berdua. Sedangkan ibu...

Plak! Plak!

Ibu menampar kami berdua. Kami menjadi diam karena saat ibu sedang berubah menjadi monster yang sangat ganas saat marah.

Selesai makan, aku pun bersiap-siap berangkat ke sekolah.

_______________________

"Masih lama lagi kah ayah?" tanyaku menanyakan perjalanan menuju ke sekolahan ku yang baru.

"Sebentar lagi sampe kok. Tenang aja kakak!" ujar ayah.

Jujur aku tidak sedang berbohong, alasan aku tidak mau bersekolah di sana karena memang sangat jauh dari rumah. Bahkan sekolahan adikku sudah terlewatkan. Butuh berapa menit hingga aku sampai di sekolahan itu!

Karena bosan menunggu waktu, aku menggunakan waktu itu untuk membaca komik online. "Duh, komik favoritku masih belum update lagi. Mau sampai kapan sang author akan berhiatus!" geramku.

"Hm? Kakak ngomong apa?" tanya ibu.

"Eh nggak kok. Ibuku mendengar perkataanku!" gumamku dalam hati.

Aku mematikan ponselku karena tidak ada yang menarik. Aku hanya melihat jalanan dari jendela mobil. Aku melihat sekelompok perempuan mengenakan seragam sekolah berjalan bersama-sama. Meski itu terlihat biasa saja, entah kenapa aku ingin merasakan kejadian serupa.

"Gini amat nggak punya teman ya..."

_______________________

"Kita sudah sampai di sekolahan kakak!"

Akhirnya perjalanan yang membosankan pun berakhir. Aku sudah sampai di sekolah baruku. Aku keluar dari mobil dan mengucapkan salam sebelum memasuki sekolah.

"Kakak sekolah dulu," pamitku sambil mencium tangan ayah dan ibu.

"Kakak tahu kan kelas kakak nomor berapa?" tanya ibuku.

"Tahu. Kelas 10-3 benar bukan?" jawabku.

"Anak pintar. Ya sudah, ibu sama ayah pergi dulu ya. Kakak baik-baik di sekolahan ya!"

"Iya ibu."

Ayah dan ibu pun pergi. Aku berjalan beberapa langkah sampai memasuki gerbang sekolah. Ketika sudah masuk ke dalam sekolahan, aku terkejut melihat banyak sekali murid yang berdandan sangat mewah. Aku tidak tahu merk tas apa yang mereka gunakan, tapi sepertinya itu sangat mahal. Aku merasa diriku tidak pantas bersekolah di sini.

"Hanya 3 tahun. Cukup 3 tahun saja aku berada di sini! Aku harus kuatkan mentalku!" ucapku dalam hati memberi semangat pada diriku sendiri.

Aku pun memberanikan diri untuk memasuki gedung sekolah dan masuk ke kelasku.

_______________________

Aku sudah menemukan kelasku. Saat aku masuk ke dalam kelas, ternyata sudah ramai murid di dalam kelas. Mereka sudah saling mengobrol dengan satu sama lain. Sepertinya mereka sudah mulai akrab dengan yang lain. Ini sulit bagiku untuk memulai percakapan mengingat aku gugup saat berbicara dengan orang baru.

Aku duduk di paling belakang dekat dengan jendela. Sudah 5 menit aku duduk di sini, tidak ada satu orang pun yang datang kepadaku. Aku benar-benar bingung harus memulainya seperti apa. Aku tidak tahu bagaimana cara berbicara dengan orang baru. Topik apa yang harus aku bicarakan kepada mereka? Tidak tahu. Kepalaku seperti mau meledak.

Lalu, tak lama seorang pria paruh baya yang mengenakan pakaian batik sambil memegang buku masuk ke kelas. Mereka yang tadinya sedang asik mengobrol, seketika menjadi diam karena kedatangan orang itu.

Orang itu duduk di bangku guru. Melihat kami, lalu mengatakan sesuatu, "Sebelumnya, ada yang pernah menjadi ketua kelas? Siapa yang bisa menyiapkan salam selamat pagi?" tanya guru itu.

Seseorang menunjuk tangan. Ia pun mulai memimpin doa sebelum belajar.

"Sebelum memulai kelas, ada baiknya kita berdoa. Doa sesuai keyakinan masing-masing dimulai."

_______________________

That Flower Blooms AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang