Agen - 45

59 11 11
                                    

"Hai Agan..."

Jarak mereka tidak cukup jauh. Dari tempatnya berada bisa Agan lihat betapa senyuman manis yang tak lekang lepas oleh ingatannya terpatri sempurna.

Gia, masih dengan senyumannya yang sama.

Yang berbeda hanya rambut hitam legamnya yang terakhir kali Agan lihat hanya sebatas bahu, kini sudah memanjang sampai pinggangnya.

Segala tentang Gia masih sama seperti terakhir kali Agan lihat 4 tahun yang lalu. Senyum dan binar matanya masih hangat seperti Gia Osheana yang Agan temukan di rumah Oma.

Agan tersenyum kikuk. Dia menatap canggung Gia yang ada di depannya.

Gia menunduk sebentar. Lalu, menatap Agan lagi, "kamu...apa kabar?" Adalah pertanyaan pertama dari Gia untuk Agan. Jenis pertanyaan yang akrab dijumpai ketika dua insan yang sudah lama tidak dipertemukan, akhirny dipertemukan lagi.

"Gak baik-baik aja." jawab Agan dengan nada rendahnya.

Gia mengernyitkan dahinya. Bibirnya rapat dan matanya bergerilya mencari sesuatu yang salah lewat mata pria itu. Agan kini tampak lebih dewasa dengan fitur wajah yang kelihatan tegas di bagian rahang pria itu yang tampak tajam dengan cukuran undercut yang menambah kesan kedewasaan seorang Agan.

Gia sempat takjub melihat perubahannya. Tidak bertemu selama 4 tahun ini cukup membuatnya pangling.

"Nggak baik-baik aja kenapa?" tanya Gia.

"Mbak pikir aja lah sendiri. Saya lagi males mikir." jawab Agan tak acuh dengan pura-pura sibuk dengan kardus kosong yang dia pegang.

Muka cemberut Agan makin membuat Gia menatapnya dengan heran. Apa yang salah?

"Aku nggak ngerti maksud kamu, Gan."

"Mbak Gia lupain saya soalnya."

Gia makin mengerutkan dahinya, "lupain kamu? Nggak pernah tuh. Aku nggak pernah lupain kamu. Aku selalu inget kamu, kok. Serius." Gia mengangkat dua jarinya tanda bersungguh-sungguh dia tidak pernah melupakan Aganta Daffa.

"Enggak, Mbak lupain saya." Agan menggelengkan kepalanya.

"Apasih, Gan?" Gia gemas sendiri dengan Agan yang bertingkah aneh ini. Dia kira, tingkah aneh itu sudah hilang seiring Agan bertambah usia. Ternyata masih ada. Masih menempel dan sulit dilepas sepertinya.

"Kalo Mbak selalu inget sama saya, harusnya Mbak undang saya di nikahannya Mbak Gia seminggu yang lalu. Saya bakal ikhlas kok, Mbak. Saya bakal dateng ke Mojokerto demi liat Mbak Gia jadi pengantin. Saya DM Mbak Gia tapi Mbak Gia nggak bales-bales, sampe sekarang." jelas Agan yang sontak membangkitkan tawa geli dari Gia.

Gia terbahak-bahak di depan Agan yang masih menunjukkan wajah murungnya.

"Iya Mbak, gapapa ketawa aja di atas penderitaan saya. Nggak pa-pa, saya ikhlas." ucap Agan dengan nada dramatis bak sedang ada dalam sinetron.

"Kamu apaan sih? Hahahaha." Gia menepuk lengan Agan cukup keras. "Siapa yang nikah coba, hah?!"

"Mbak...Mbak Gia 'kan yang nikah? Orang saya liat status Mbak waktu itu Mbak lagi foto pelaminan terus caption-nya Ha min jam." cecar Agan dengan menekankan kata Ha min jam. Matanya mengerjap saat mengutarakan hal itu.

"Itu nikahan adik sepupu aku, Agaaaan."

Agan bergeming. Gia masih dengan tawa gelinya ketika melihat ekspresi Agan yang kaku.

"Bukan aku yang nikah, tapi adik sepupu aku!"

"Jadi beneran belom nikah?"

"Ya, belom." Gia terkekeh kecil, "yang nikah itu Tari. Dia keponakannya Mamah aku. Waktu aku abis posting foto itu, hape aku ilang gara-gara lupa taro di mana. Sedih banget waktu itu. Ya udah, aku nggak bisa bales DM kamu itu. Maaf, ya." jelas Gia soal tidak terbalasnya DM Agan. "Emangnya kamu DM apa???"

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang