PROLOG

39 7 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Akan kukisahkan tentang sebuah toko permen yang laris siang - malam.

Omong-omong, aku sedang tidak membuat sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan. Karena memang benar adanya toko itu amat lah ramai setiap harinya.

Kawan, aku bukan tipikal manusia yang menyukai makanan manis hingga membuatku berada di depan toko ini -lebih tepatnya benar-benar berada di depan pintu toko.

Aku hanya seorang remaja lelaki yang suka memperhatikan, bahasa kerennya mungkin mengobservasi lingkungan sekitar.

Bagaimana orang-orang saling berinteraksi, anak-anak yang tersenyum senang dikala dihadiahkan permen oleh orang tuanya, para orang tua yang agaknya senang atau tertekan ketika menghadiahi anaknya permen. Jangan lupakan para remaja yang mendominasi sepanjang rak permen karet atau buket cokelat.

Toko ini tak dapat dikatakan besar atau kecil, namun jelas hal itu tidak menjadi masalah bagi sekian banyaknya pelanggan yang datang berkunjung. Nuansa perbulan selalu berbeda, misal saja ketika Natal, toko ini akan dihiasi rusa-rusa terbang milik si jenggot putih tebal penyayang anak yang digantung di setiap jendela. Permennya pun tak kalah istimewa. Permen jelly berbentuk Santa biasanya akan di letak di sebuah rak mini yang letaknya pun sengaja dibuat berada di samping pohon natal.

Tahu kah kalian apa yang menghiasi pohon natal itu? Aduhai, berbagai cokelat dan permen tak segan disangkutkan disana. Dan hebatnya lagi, semua gratis! Bayangkan, gratis! Bagi seorang remaja miskin sepertiku, saat-saat natal adalah saat yang menguntungkan.

Biasanya aku akan datang lebih awal mengalahkan anak-anak lain yang sudah mengantri sejak pukul 9 pagi. Mengambil sederet permen jelly berbentuk Santa dan beberapa hiasan pohon lainnya, kemudian melenggang pergi untuk menjualnya ke berbagai daerah.

Aku tahu itu kelakuan yang lumayan bejad, namun dengan bayaran 2× lipat, siapakah yang tidak akan mencuri kesempatan, bung?

Benar lah kata salah seorang orang tua yang berkunjung ke toko sore itu. Toko ini- walau letaknya jauh luar biasa, sudah bagai gudang fantasi dan harapan bagi mereka yang mencintai seni imajinasi -tentunya pecinta makanan manis tak lupa kuhitung.

Omong-omong soal lokasi, toko ini terletak sangat-sangat! Tidak strategis! Bagunan manis itu entah mengapa berada di penghujung daerah yang jarang dilewati kebanyakan orang, hingga terasa mengherankan mengapa sekarang orang justru berbondong-bondong mau datang ke tempat itu. Apalagi alasannya kalau bukan karena makanan manis yang sepadan dengan nyali? Tunggu sebentar, akan kudeskripsikan bagaimana rute menuju toko itu.

Kalau kalian tinggal di kota pusat, maka kalian harus menaiki bus merah bernomorkan 98 yang akan membawa kalian menuju desa Liverton, tentunya terletak hampir dipinggiran. Nah, ada sedikit cerita tentang desa ini.

Liverton sebetulnya adalah sebuah nama seorang penjelajah, penjelajah itu meninggal tepat disana -dikubur pun disana. Sampai datang lah suatu kaum penyembah matahari, kaum itu menemukan kuburan sang penjelajah dan menemukan nama Liverton, mereka membangun pemukiman disana dan memberikan nama Liverton sebagai bukti bahwa pemukiman itu adalah tempat peristirahatan sang penjelajah.

Desa ini, penduduknya rata-rata memakai semacam.. jubah? Dan penutup kepala setiap mereka pergi ke luar rumah. Penduduk kota tak menyukai mereka, lantaran perilaku mereka yang lumayan kasar dan agaknya mengidap Apatisme. Berbanding balik dengan penduduk kota yang tabiatnya memang ramah luar biasa. Kala salju mulai menutupi tanah, masyarakat Liverton biasanya akan menimbun semacam jimat Home-made, bahkan bawang! Kawan, bawang!

Aku pernah bertanya kepada salah satu penduduk, untuk apa mereka menimbun benda-benda pelik itu di pekarangan rumah? Maka yang kudapati adalah alasan klise yang dipakai oleh orang pedalaman lain.

"Untuk terhindar dari roh jahat."

Asal kau tahu, jika Warewolf atau Bigfoot menemukan pemukiman mereka, kurasa para makhluk ghaib itu akan lari terbirit-birit melihat raut penduduk yang tak kalah seramnya.











***

















Desa ini memiliki jalan setapak yang melintang menuju sebuah hutan. Nah, dibalik hutan itu, kawan. Disana lah letak Toko Permen Lunette, yang kuceritakan ketenarannya itu. Toko itu berdiri kukuh dibalik lebatnya hutan, tegap nan anggun, berkesan mandiri, dan bagai lampu yang bersinar terang diantara gulita.

Diantara pohon pinus, diantara ilalang, disitu lah dia menegakkan pondasinya. Bentuknya yang manis itu membuat siapa saja penasaran, sebetulnya apa yang ada dibalik bangunan yang letaknya tak strategis itu? Maka jawabannya tetap sama, permen dan cokelat lah yang akan melepas duka laramu.

Namun, menurutku... Tidakkah aneh rasanya jika sebuah toko permen berdiri di sebalik hutan? Terasingkan dan suram? Kenapa tak seorang pun waspada akan mengapa toko itu berada disana? Bagaimana jika itu sebetulnya tempat penyihir mengumpulkan kebahagiaan seseorang, meresapnya perlahan, dan menjadikan itu untuk kehancuran dunia?

Dan ternyata, fantasiku lah yang berlebihan. Karena nyatanya toko itu membagikan kebahagiaan yang amat tulus kepada semua pelanggan yang susah payah berkunjung.

Kawan, semua itu tak diragukan berasal dari seorang gadis mungil pemilik toko yang tidak lama lagi akan mengubah hidupku untuk selamanya.

Kawan, semua itu tak diragukan berasal dari seorang gadis mungil pemilik toko yang tidak lama lagi akan mengubah hidupku untuk selamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


PROLOG SELESAI

TBC

Behind the Shop Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang