SATU

7 2 0
                                    

Selamat Membaca! (⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)

•••

Sudah sebulan terakhir hujan mengguyur kota ini. Beberapa orang memilih berteduh, beberapa lagi memakai payung, tak sedikit pula yang memilih untuk berada ditengahnya. Menikmati tiap rintiknya. Tak peduli dengan konsekuensi yang akan ia terima setelahnya. Tapi, disini aku, menonton mereka yang mencoba untuk lebih berani mengambil segala resiko yang ada di dunia. Kota ini terlihat damai ketika hujan tiba. Banyak kasih sayang yang pada akhirnya muncul ke permukaan. Banyak omelan kekhawatiran yang terucap.

“Hei!” Aku memutar tubuhku menatap seseorang yang melambaikan tangan dengan senyumannya yang cerah. Dia Rajendra. Senyumannya selalu sehangat mentari.

“Sudah lama?” Ia meletakkan tasnya tepat di kursi yang berada di sampingku. Aku menggeleng berbohong. “Tidak, baru saja aku sampai,” jawabku. Laki-laki itu melirik ke arah cangkir di genggamanku.

“Aku tahu kamu berbohong. Kamu tidak bisa menyembunyikan sesuatu padaku, Rinai,” ujarnya menunjuk cangkir ku yang sudah hampir kosong.

Benar, mungkin inilah alasanku menyukai hujan. Rinai sudah melekat di dalam aku.

“Nama kamu mengingatkanku pada hujan,” katanya saat pertama kali berkenalan dengannya.

“Tapi aku harap, nama kamu akan membawa rinai kebahagiaan yang tiada habisnya,” lanjutnya saat itu.

“Aku ketahuan ya?” balasku gugup. Rajen terkekeh menampakkan deretan giginya yang rapi. Salah satu hal yang ku sukai darinya.

“Aku dengar kabar kalau Nadin akan mengadakan konser disini,” ucapnya tiba-tiba.

“Serius? Kapan?” tanyaku dengan berbinar.

Nadin Amizah adalah penyanyi kesayangan kami. Lagu-lagunya selalu bisa membawa jiwaku tenggelam didalamnya. Namun, belakangan ini aku benar-benar ketinggalan informasi karena aktivitasku yang cukup padat.

“Dua hari lagi!” imbuhnya bersemangat. Dua hari lagi yang berarti masa pembelian tiket sudah ditutup.

“Sudahlah, kita ikhlaskan saja konser itu,” jawabku kehilangan binar. Rajen menatapku terkejut. “Kenapa?” Aku memainkan cangkir ku yang kini sudah habis sepenuhnya.

“Tiketnya pasti sudah terjual habis.” Laki-laki itu tersenyum kecil merogoh sakunya. Tapi, lama-lama raut wajahnya berubah menjadi cemas.

“Kenapa? Ada yang hilang?” tanyaku ikut khawatir.

“Tunggu sebentar, Rinai. Aku ingat persis aku meletakkannya disini.” Aku masih menatapnya dengan kedua alis yang bertaut.

“Rinai,” lirihnya. Aku menatapnya lamat-lamat.

“Kenapa? Apa yang kamu cari?” Kini laki-laki itu beralih mengeluarkan seluruh isi tasnya.

“Maaf,” ujarnya dengan raut menyesal.

“Kenapa maaf?”

“Maaf karena aku harus membawa kamu ke konser Nadin besok lusa!” seru Rajen memamerkan dua lembar tiket yang hampir membuatnya putus asa.

“SERIUS??” pekikku menutup mulutku dengan kedua tangan. Laki-laki itu tak pernah gagal membuatku berjingkrak kegirangan.

“Rajen! Kamu yang terbaik!”

Rajen lopyu (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)⁠♥

See U Next  Part >>>

Sunflowers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang