TIGA

2 1 0
                                    

Selamat membaca! (⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)

•••

Kini aku dengan Rajen sudah berada di pusat perbelanjaan. Laki-laki itu berjalan tepat di sampingku dengan langkah yang sangat pelan, karena ia paham betul jika langkahku tak sebesar langkah kakinya yang cukup jenjang.

“Rajen! Aku tahu kakimu panjang, tapi bisa pelan-pelan saja? Aku cape menyeimbangkan langkah kamu yang besar itu!” rengekku.

Laki-laki itu tertawa melihat aku yang mengomel. Kata Rajen, aku seperti ibu-ibu komplek. Bawel. Menyebalkan memang, tapi tak dapat di pungkiri kalau abang pun pernah mengatakan hal yang sama sehingga aku mengambil kesimpulan jika memang aku terlihat seperti ibu-ibu komplek ketika mengomel.

“Yang ngomong tadi siapa ya? Gak keliatan. Apa jangan-jangan aku di ikuti makhluk ghaib?” godanya pura-pura takut.

Mendengar itu aku langsung pergi meninggalkan laki-laki itu. Yang paling menyebalkannya lagi, dia tak berusaha untuk meminta maaf atau merasa bersalah karena sudah membuatku kesal.

“Kamu ini temanku bukan sih?!” tanyaku kesal saat tiba-tiba saja ia sudah berada disampingku. Rajen hanya menatapku dengan muka jahilnya.

“Gak pengertian banget. Kamu di pecat dari daftar temanku,” sambungku. Laki-laki itu terkekeh. “Maaf ya, anak kecil,” katanya sambil mengacak-acak rambutku.

"Rajen! Setengah jam aku menata rambutku!" Lagi, laki-laki jangkung itu hanya terkekeh dengan mata pelanginya. Setelah itu, setiap kali dia sedang berjalan denganku, ia selalu mensejajarkan langkahnya denganku.

“Kenapa kamu tidak memakai gaun yang sudah kamu punya saja?” tanya Rajen tiba-tiba. Aku diam sejenak.

“Setiap gaun punya moment yang berbeda. Karena kali ini aku akan pakai untuk pergi dengan moment yang berbeda, makanya aku mau memakai gaun yang berbeda pula,” jawabku. Laki-laki itu memutar kedua bola matanya.

“Ah, itu alibi kamu. Yang sebenarnya sedang kamu lakukan saat ini adalah pemborosan. Kamu bisa menggunakan satu gaun untuk setiap moment yang berbeda. Bukankah gaun itu akan jauh lebih berharga karena menyimpan banyak kenangan?” Sial. Aku terpojokkan lagi.

“Iya iya, jadi menurutmu bagaimana? Aku pakai gaun yang lama saja?” Laki-laki itu mengangguk.

“Uangnya bisa kamu pakai untuk kebutuhan kamu yang lain. Waktu itu kamu bilang kalau catatan kamu sudah hampir habis. Kita beli itu saja sekarang,” usulnya.

“Ya sudah.” Akhirnya aku menurut mengikuti perkataannya.

Setelah tiba di salah satu toko buku, aku menarik nafas dalam-dalam menikmati aroma khas yang berasal dari buku baru.  Tak ingin menunggu, Rajen langsung pergi begitu saja meninggalkanku. Kalau sudah di tempat seperti ini, Rajen akan selalu berpencar denganku. Asik dengan dunianya sendiri.

“Nai, ada alat lukis, lengkap semua!” serunya menghampiriku sambil menunjukkan barang yang ia temukan. Kalau sudah melihat kanvas, palet, kuas, cat air, dan sebagainya Rajen lah yang paling bersemangat.

“Nai, aku nemuin buku yang baru di terbitkan penulis kesayangan kamu! Tapi harganya mahal. Kalau kamu mau beli, kita bisa patungan,” tawarnya.

“Nai, aku nemu kembaranmu yang hilang sembilan belas tahun yang lalu,” ujarnya sambil membawa boneka serigala berwarna abu-abu dengan wajah yang terlihat garang.

“Enak saja! Maksud kamu aku mirip serigala?” kesalku memukul lengannya. Laki-laki itu tertawa sambil mengusap lengannya.

“Tapi sama, kan? Liat deh,” jawabnya mensejajarkan bonekanya tepat disamping wajahku.

“Tuh, sama-sama keliatan seram,” sambungnya disusul dengan pukulanku yang kedua.

maaf ya, uploadnya suka suka zhii ae wkwk

"disclaimer"

: PLAGIATOR MENDING PERGI JAUH JAUH DEH YA ❗❗

See U Next Part >>>

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunflowers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang