our last goodbye

8 0 0
                                    

Malam ini dipenuhi bintang, ya...biasanya, aku selalu memikirkanmu disaat-saat seperti ini.

Angin malam ini terasa sangat dingin, membuat tubuhku yang sakit terasa membeku.

Di tiap-tiap tempat, aku selalu mengingat jalan ke rumahmu. Bahkan pakaian yang aku pakai saat bertemu denganmu.

Belum sampai satu Minggu sejak kita saling mengucapkan selamat tinggal. Aku sudah ingin bertemu denganmu lagi.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan sekarang? Apa kau bahagia? Apa kau hidup dengan baik?"

Aku selalu memikirkannya. Hari-hari berjalan sangat sepi tanpa pesan-pesan masuk darimu. Aku merasa buruk, aku yang duluan ingin menjauh darimu. Tapi sekarang, aku juga yang sangat ingin dekat denganmu.

Tak ku sadari, manik gelap ini dibasahi hujan setitik demi setitik. Untung saja pakaianku berlengan panjang. Aku bisa menghapusnya dengan itu.

Aroma malam terasa menusuk ke dalam tulang. Tubuhku terasa kaku. Membuatku berandai-andai, bagaimana jika aku tak mengirim pesan itu padamu? Mungkin kita masih bisa bersama.

Aku memang terlalu bodoh. Untuk terus menunggu, padahal aku yang duluan menyakitimu. Ntah dengan kata-kataku, atau tindakanku.

Sekarang sudah berakhir, ku rasa. Hanya tersisa memori-memori yang terlintas di kepala.

Aku ingat, sebentar lagi ulang tahunnya. Hari yang seharusnya membuatnya bahagia.

Bagaimana, ya...aku sadar, kesalahanku padamu tak hanya satu atau dua. Bahkan aku meninggalkanmu di saat-saat terburukmu. Sekarangpun, aku tak masalah jika kau membenciku. Karena sejak awal, aku yang melakukan kesalahan.

Aku memegang sesuatu yang telah ku siapkan lama untukmu. Apa kau mau menerimanya? Anggap saja sebagai permintaan maaf dariku.

Sekarang, tinggal mengetuk saja. Tunggu...apa aku masih diperbolehkan masuk ke dalam rumahnya? Ada terlalu banyak hal yang kita lewati di sini. Ya...tak sebanyak itu, sih. Tapi tetap saja hal itu membuatku semakin merasa bersalah.

Tanganku perlahan beralih ke arah pintu. Apa aku harus pergi, atau tetap memberikan ini padanya?

Namun, sebelum jemariku mengenai pintu masuk rumahnya, pintu itu terbuka dan menampakkan sosoknya. Sosok kurus dan beberapa senti lebih tinggi dariku.

Ia tak berubah. Masih seperti yang aku lihat terakhir kali. Aku bingung harus bagaimana. Haruskah aku menyapa, atau langsung berikan saja? Ah... sekarang, aku hanya menunduk tanpa mengucap apa-apa.

"Ayo masuk."

Suaranya membuatku menatapnya. Sembari mengikuti dia dari belakang, aku memperhatikan sosoknya. Mencoba mencari perbedaan, yang tak kunjung aku temukan.

"Untukmu."

Dengan segera aku memberikan hadiahnya. Aku tak memasukkan surat atau apapun. Jadi...haruskah aku katakan sekarang?

"Hei...maaf untuk segalanya. Maaf, aku terus saja berkata tanpa memikirkanmu selama ini. Maaf, jika aku selalu membuatmu kesal atau tak nyaman. Maaf, tak bisa menjadi gadis penurut dan terus saja keras kepala."

Aku menarik nafas panjang. Tak berani menatap ke matanya yang terlihat mati dan sayu itu.

"Dan juga, terimakasih. Terimakasih untuk segalanya. Terimakasih sudah membuatku merasa istimewa. Terimakasih pernah bersama denganku. 4 bulan ini terasa menyenangkan mengobrol denganmu. Aku senang, kau mau menerimaku yang seperti ini. Terus mendukungku bagaimanapun keadaanku. Aku suka pernah dicintai olehmu. Aku juga menyukai semua hal yang kita lakukan bersama. Walau terlihat sederhana dan sangat singkat. Bersamamu, adalah hal terindah yang pernah aku jalani. Aku tau semua hal itu takkan bisa diulang lagi. Maka dari itu, kita hanya harus menyimpan semuanya di dalam kepala kita."

"Semoga kau terus mengingatku. Mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah kita lakukan. Dan melupakan hal terburuk yang pernah terjadi."

Aku meraih kepalanya, memeluknya dan mendekap erat dirinya. Mataku tak tahan untuk mengeluarkan cairannya. Itu terus mengalir tanpa henti. Jujur saja, aku tak mau kau melihat diriku dalam sosok seperti ini. Aku...lemah sekali, ya?

Perlahan, dekapan itu ku lepaskan. Aku berjalan keluar dari rumahnya. Berbalik sebelum benar-benar pergi. Tersenyum, untuk yang terakhir kali di hadapannya.

"Sampai nanti, di kebetulan berikutnya."

Sosoknya tak terlihat lagi dari belakang. Apa dia juga merasa sepertiku, atau biasa-biasa saja pun, sudah tak ku pikirkan lagi. Aku hanya menangis melewati jalanan tempat di mana kita bertemu dan melepas rindu.

Rasanya, semua sudut kota ini dipenuhi olehmu, walau nyatanya tak begitu.

Ini pertama kali bagiku. Untuk merasakan hal yang pernah kau berikan.

Berpegangan tangan, menghabiskan waktu, bahkan untuk disuapi olehmu. Aku menyukai semuanya. Sekarang, biarlah itu semua menjadi masa lalu. Bagaimanapun, hidup kita akan terus berlanjut.

Ada atau tiadanya dirimu, aku harus tetap menjaga diriku sendiri. Sama halnya, seperti yang ku lakukan sebelum aku mengenalmu.

End__

Thank you for reading this story. Special thanks to him, who inspired me making this one. I know, in this world, Every meeting will end in separation. And every human being will continue to live their own lives. Thanks, for loving me that I've never felt before I met you. Thanks for everything you did in my life. I can't say 'i love you' anymore, but I can tell you, I love being loved by you. Let's live our own lives, achieve what we dream of. And start to forget each other.

Even If 'us' Will Disappear From The World Tonight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang