21 : Perkara buku

23 7 8
                                    

Pagi harinya di hari Minggu, Kanaya dan Gibran memilih untuk berjalan pagi di area perkomplekan rumah Gibran, ternyata pagi-pagi begini banyak tukang jualan yang sudah menjajakan dagangannya.

"Wah, ternyata seru ya keliling komplek kayak gini," ucap Kanaya dengan penuh kagum.

Gibran mengangguk. "Kamu suka?"

"Suka banget!"

"Yaudah, kapan-kapan kita gini lagi, oke?"

"Oke!!" sahut Kanaya dengan begitu riang.

Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang, sesekali mereka berbincang sambil memakan telur gulung yang mereka beli sebelum pulang tadi.

"Kira-kira baby bear nanti wajahnya gimana ya?" tanya Kanaya.

"Hmm, pastinya dia mirip seperti kamu, cantik"

"Ihh, mulai genitnya keluar!"

"Hehe."

Fyi, beberapa hari yang lalu mereka datang ke rumah sakit untuk melihat jenis kelamin dari baby bear, mereka begitu senang saat baby bear ternyata berjenis kelamin perempuan.

Kanaya tidak mengharapkan lebih, tetapi ia hanya berharap semoga baby bear biasa tumbuh menjadi laki-laki yang tangguh, bertanggung jawab, menjaga perempuan dengan baik dan memiliki sifat yang seperti Gibran deh pokoknya.

****

Malam harinya Kanaya beserta anggota keluarga Gibran makan malam dengan penuh khidmat, hingga sebuah gedoran pintu yang sangat tidak santai mengangguk aktivitas makan mereka.

"Siapa sih malam-malam gedor-gedor pintu gitu? Sangat tidak punya attitude sekali!" kesal Sila.

"Biar Gibran aja yang buka Ma," ucap laki-laki itu lalu beranjak dari kursinya.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Ya, sabar," ucap Gibran sambil membuka pintu itu.

Pintu terbuka dan menampakkan sosok Alden yang berada di luar dengan tatapan yang begitu tajam.

"Mau apa anda ke sini?" tanya Gibran dengan nada datar.

"Kembalikan anak saya!"

"Tidak akan, sebelum anda minta maaf dengannya dan menyesali perbuatan anda."

"Siapa kamu nyuruh-nyuruh saya menyesal? Saya tidak akan pernah menyesali perbuatan saya karena dia pantas untuk mendapatkannya!"

"Anda ini memang tidak pantas untuk disebut Ayah!" ucap Gibran dengan kesal.

Alden tersenyum remeh. "Saya juga tidak sudi untuk dipanggil ayah olehnya!"

Pria itu kemudian berusaha menerobos tubuh Gibran yang menghalangi jalannya, tetapi dengan sigap laki-laki itu menahannya dan mendorongnya.

"Ngapain cari-cari Kanaya? Pergi atau saya panggil satpam!"

"Dasar bocah!" tanpa aba-aba, Alden langsung meninju perut Gibran hingga membuat laki-laki itu tersungkur di teras.

Dari dalam sana, Sila, Fernan dan juga Kanaya sangat terkejut. Mereka lalu menghampiri Gibran, nampak Sila begitu marah atas kejadian ini.

Melihat Kanaya keluar dari dalam, Alden segera mencengkram lengan Kanaya. "Ayo pulang! Kamu tau? Saya itu membutuhkan banyak uang!"

"Aww, sakit Yah," ringis Kanaya.

Melihat orang yang ia cintai tersakiti, sontak saja membuat Gibran tidak tinggal diam, dengan segera ia melepaskan cengkraman Alden dan melindungi Kanaya, Alden menyembunyikan Kanaya dibelakangnya.

Kanaya dan Kehidupannya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang