Bab 1 Dua pandangan

19 1 0
                                    

Karra alearie putri, nama cantik yang sangat pantas diterimanya. Gadis dengan rambut panjang tergerai itu sering banyak membuat para lelaki terpesona akan kecantikannya. Bahkan banyak wanita pun yang merasa dirinya sangat cantik.

"Karr... kamu udah selesai belum?" tanya Dea. Gadis dengan kerudung tipis yang sedikit memperlihatkan rambutnya.

"Sebentar," balas Karra yang masih sibuk mencatat. Bahkan di hadapannya sudah banyak anak yang menunggunya selesai mencatat.

   Di sisi lain terlihat gadis di pojok kelas yang menatap Karra dengan ekspresi kesal. Dia sudah menunggu Karra menulis dari setengah jam yang lalu. Sedangkan gadis itu sudah menyelesaikan tugasnya paling awal diantara yang lain.

"Dasar manja," batinnya. Sedangkan Karra yang masih kelimpungan menulis akhirnya berhenti dan meletakkan pulpennya. "Akhirnya selesai juga," ujarnya lalu memberikan catatannya pada ketua kelas.

"Dea, makasih ya ... kamu teman terbaik deh," ungkap Karra sambil memeluknya. Dea malah langsung menghindar darinya karena silauan visual Karra.

"Jauh jauh sana, deket kamu malah bikin aku jadi kentang. Jadi ... cepat duduk yang benar," ujarnya  sambil mendorong tubuh Karra pelan. Karra langsung cemberut dan memilih membuka buku pelajaran karena banyak materi yang dia tinggalkan.

   Di saat mereka berdua hanyut pada diri masing-masing, Dea akhirnya mulai membuka suara. "Karr, kamu nanti mau main ga? Ke rumah gue deh ... bareng Chelsea, Rania sama Sindy. Kita udah janjian sambil nunggu kamu," ajaknya.

   Karra sebenarnya ingin ikut bermain, tapi gadis  urung saat melihat notifikasi di smartphonennya. "Maaf, Aku gak bisa. Pulang sekolah lanjut syuting," balasnya. Dea langsung berwajah masam sambil melihat ke arah Karra yang juga ikut cemberut.

"Nanti deh kalo ada waktu ya? Aku kabarin di grup," ujar Karra yang sedikit memberi Dea semangat. Pasalnya Karra itu selalu sibuk, setiap hari dia ke sekolah hanya untuk tidur dan mengejar tugas yang tertinggal saja, bahkan bermain bersama teman pun selalu bolos.

...

"Karra, ibu tau kamu pasti sedang sibuk sekarang. Tapi ... tolong perhatikan papan tulis! Kamu di sini itu untuk belajar bukan untuk tidur!!" Tegas seorang wanita bertubuh tinggi dengan seragam guru yang dia pakai.

   Karra yang awalnya tertidur langsung bangun dan kicep. Gadis itu mengangguk kaku dan akhirnya mencoba untuk memperhatikan penjelasan sang guru.

"Ibu, Jeko tidur buu!!" Lapor salah seorang siswa yang langusng mendapat surakan dari yang lain. Guru yang tengah mengajar itu tak peduli dan tetap menulis materi sambil sedikit menjelaskan.

   Di sisi lain Karra menunduk sambil menggigit bibir. Dea yang mengetahui hal itu hanya diam tak peduli. Sebenarnya dia masih kesal pada Karra yang terus menunda waktu bermain mereka.

"Oke. Selesai. Sekarang kalian boleh bersiap pulang," ujar guru tersebut setelah mendengar bel berbunyi. Karra masih menunduk sambil pelan-pelan memasukkan semua buku dan alat tulisnya ke dalam kantong.

   Di sisi lain datang beberapa siswi lain dengan kantong di punggung mereka. Dea langsung tersenyum senang sambil mendekati mereka. "Karr, aku duluan ya. Semoga syuting kamu nanti lancar," pamit Dea. Karra mengangguk dan sedikit melirik ke arah teman temannya yang tidak menatapnya sedikitpun.

"Karra gak bisa ikut ke rumah aku, dia ada syuting. Gapapa ya?" tanya Dea masih berada di depan pintu. "Ck, biasa dia. Udah lah biarin aja," balas Chelsea yang langsung menarik Dea. Padahal mereka tau kalau Karra masih ada di dalam ruangan.

"Kejam," batin Karra yang sedari tadi pura pura mendengarkan musik dengan headsetnya. Gadis itu keluar kelas setelah cukup sepi.

"Haaaahhhhhh... bentar lagi ujian kelulusan," keluhnya. Saat sampai di depan gerbang Karra langsung di antar oleh supir pribadinya dan seperti biasa, gadis itu tertidur.

   Karra itu bukan gadis yang pemalas, hanya saja keadaan yang membuatnya begitu. Gadis itu sebenarnya adalah gadis yang ceria dan aktif. Tapi karena tuntutan pekerjaan, Karra sudah mengeluarkan energinya untuk itu.

"Kita langsung ke lokasi syuting kak?" tanya Karra kepada manajernya. Sang manajer langsung mengangguk cepat, berbeda dengan Karra yang terlihat malas.

   Di sisi lain terlihat gadis dengan kacamata bulat  yang bertengger di atas hidungnya menatap kepergian Karra dengan ekspresi datar. "Ck, lebay."

"Eh ... Lina, kamu lagi ngapain? Nunggu ayah kamu ya?" tanya seorang gadis sambil menepuk pundaknya. Gadis berkacamata bulat itu hanya mengangguk kaku sebagai respon.

"Ya udah, aku duluan ya. Hati hati di perjalanan," pamitnya sambil menaiki sebuah mobil. Gadis berkacamata itu balas dengan lambaian tangannya pelan. Dia kembali mengingat jika ada beberapa hal yang dia lupakan.

"Linaa!" Teriak seseorang dari arah belakang. Lina yang merasa terpanggil langsung melihat ke arah suara. Ternyata ayahnya sudah menjemput.

   Ayahnya langsung memberikan helm pada Lina. Lina menerimanya dan ikut menaiki motor bebek milik sang ayah. "Lina, bagaimana sekolahmu?" tanya ayahnya.

"Biasa saja," balas Lina. "Lain kali bergaul bersama teman sekelasmu lina. Sudah mau lulus begini kamu tidak pernah membawa temanmu ke rumah. Teman saja tak tahu apalagi pacar," ungkap sang ayah yang membuat Lina mengerlingkan mata.

"Aku tak butuh teman. Nilaiku bisa menutupi itu," balas Lina yang hanya mendapat gelengan dari sang ayah. Jika gadis tercantik dan terpopuler dinobatkan pada Karra alearie putri, maka gadis terpintar dinobatkan pada Lina anggraeni.

   Lina adalah gadis pendiam yang bahkan di kelas pun tidak memiliki teman dekat. Bukan karena di kelasnya dia tak mau di ajak berbaur tapi karena Lina sendiri merasa tak membutuhkan itu.

"Manusia itu makhluk sosial Lina, jangan merasa kamu lebih sedikit dari yang lain kamu memandang mereka semua rendah. Suatu hari nanti pun kamu pasti akan mendapatkan pelajaran penting tentang hal ini."

"Ayah tau kamu anak ayah paling pintar, tapi apa dunia ini bisa berjalan dengan baik jika hanya berisi orang pintar yang tak mau berkomunikasi sepertimu? Bagaimana mau maju jika kamu membatasi diri seperti itu? Mau sehebat apapun dirimu, yang namanya manusia pasti saling membutuhkan." Lina diam mendengarkan walau masuk telinga kanan, kiri nya turun angkot. Dikira supir?

...

Oke segitu aja dulu untuk eps 1 ya,
Mari kita liat apa aku bisa selesain cerita ini ato engga😀🙂
Warrrrwwwrrr

Si cantik dan si miskinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang