10

255 34 6
                                    

"Kalian udah mikiran mau masuk ekskul apa?"

Daffa menatap dua sepupunya bergantian, hari ini pembelajaran dua jenjang (Wustho dan Ulya) diakhiri lebih cepat dari hari biasanya. Jika biasanya pembelajaran dilaksanakan hingga pukul 14.00/15.00 WIB, hari ini setelah makan siang dan shalat dzuhur berjamaah, para santri dipersilahkan pulang ke asrama masing-masing untuk mempersiapkan hafalan yang rutin disetor selepas shalat isya.

"Belum," Haidar menjawab sekenanya, tanpa menoleh sama sekali. Matanya sedari tadi tidak bisa lepas dari punggung kecil di depan sana. Yang mana si empunya sibuk melafalkan ayat suci Al-Qur'an; Murojaah, sambil menggandeng tangan Abqa yang diayunkannya ceria.

Daffa mengangguk, lalu menoleh ke arah Hafla yang ada di sebelahnya. "Kalian bisa pikir matang-matang, ekskul mana yang mau kalian ambil. Santri di ponpes ini wajib mengikuti ekskul minimal satu. Selain pramuka sama silat." Terangnya.

"Ada ekskul memanah, kaligrafi, hadroh, paskibra, basket, futsal, sastra santri-"

"Kalian masuk ekskul mana?" Potong Haidar.

"Panahan,"

Haidar mengangguk, kemudian memperlebar langkahnya menyusul si kecil; Luthfi, yang sudah kian jauh menuju gedung asrama.

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Koridor penghubung antar kamar mandi dan gudang memang sepi dan nyaris tak pernah dijamah oleh pengawas. Tak jarang tempat tersebut dijadikan basecamp santri-santri nakal untuk merokok diam-diam. Tak terkecuali bagi pemuda yang baru saja resmi mendapat gelar santri sejak 24 jam lebih tersebut. Masih dengan kaos hitam polos dan celana pramuka, sosok itu duduk di atas meja yang penuh coretan spidol hitam. Tangannya menggenggam benda putih berbahan titanium yang berukiran garuda.

Setiap 1 menit sekali, ujung benda tersebut bertemu dengan bilah bibir sedikit biru milik si pemuda, kemudian kepulan asap menyusul setelahnya.

Aroma manis dari kepulan putih itu bahkan tercium sampai bilik kamar mandi pojok yang berjarak paling dekat dengan posisi pemuda tersebut.

Luthfi sebagai penghuni dari bilik kamar mandi yang pintunya terbuka, hanya diam meski dia tahu yang dilakukan oleh pemuda-teman seasramanya- itu melanggar aturan. Kendati, dia tidak tahu nama benda yang digunakan oleh pemuda tersebut. Namun, melihat benda itu juga mengeluarkan asap seperti rokok, maka pasti itu adalah benda yang dilarang pihak pondok.

"Bilangin bang Daffa atau jangan ya?" Gumamnya sembari memasukkan baju ke dalam ember yang berisi air dan sabun, kemudian menguceknya perlahan.

Netra sewarna karamel itu beralih menatap tumpukan baju-baju yang lumayan banyak, lalu beralih menatap ember di depannya. "Tapi cuciannya masih banyak, kalau ditinggal sekarang takutnya keburu adzan ashar."

Terdiam sesaat, bibir mungil itu lalu mencebik lucu. "Yaudah, beresin ini dulu deh, terus mandi. Habis itu baru bilangin ke bang Daffa,"

"Bilangin apa?"

Peruvian LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang