⚠️ Trigger Warning! Ada adegan yang cukup sensitif di chapter ini. Mohon kebijakannya untuk langsung skip ke paragraf selanjutnya jika merasa risih⚠️
Semenjak kematian Sam, Becky berubah menjadi sosok yang pemurung.
Terhitung sudah tiga hari ia mengurung diri di kamar, bahkan semua makanan yang ditawarkan orangtuanya tidak ia sentuh sama sekali.
Hal ini tentu saja membuat keluarga Armstrong khawatir bukan main. Mereka takut kalau Becky akan melakukan tindakan bodoh jika dibiarkan terus seperti ini.
Dan akhirnya, Jeremy Armstrong memutuskan untuk memanggil Freen supaya gadis itu bisa membujuk Becky.
"Freen, tolong kamu bujuk Bec supaya dia mau keluar kamar. Sudah tiga hari dia mengurung diri terus seperti ini, kami takut sesuatu yang buruk terjadi padanya," pinta Jeremy, ayah Becky.
"Tapi kenapa harus saya, Paman? Saya bukan Sam, saya agak ragu bisa membujuknya," tanya Freen tidak mengerti.
"Kamu memang bukan Sam, tapi kamu adalah sahabatnya Bec, kan?" Kali ini Daisy Armstrong berbicara. "Kami percaya sama kamu, Freen. Kamu pasti bisa membujuk Bec."
Karena tidak tega menolak, akhirnya Freen pun mengangguk.
"Saya akan coba melakukan yang terbaik, Paman, Bibi."
Akhirnya Freen pergi menuju kamar Becky. Ia mencoba mengetuk pintu kamar itu beberapa kali.
"Bec? Ini aku. Aku mau masuk, boleh?"
Tidak ada jawaban.
Freen kembali mengetuk, namun lagi-lagi tidak ada jawaban dari dalam sana.
"Bagaimana, Freen? Apa Bec sudah menjawab?" tanya Jeremy.
Freen menggeleng. "Belum, Paman."
"Astaga, anak itu. Dia keras kepala sekali."
Suasana mendadak jadi hening.
Freen, Jeremy, dan Daisy berusaha memutar otak untuk mencari solusi dari masalah ini.
"Paman," ucap Freen tiba-tiba setelah terdiam beberapa saat. "Sepertinya kita tidak punya pilihan lain. Kita harus mendobrak pintu kamar Bec sekarang juga."
Daisy manggut-manggut. "Yang dikatakan Freen ada benarnya juga. Sayang, menurutmu bagaimana?"
Jeremy menghela napas. "Kita tidak punya pilihan lain lagi, kan? Ini sudah tiga hari, takutnya sesuatu yang buruk terjadi pada Bec jika kita tidak melakukan apapun."
Kali ini Jeremy membuat ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Becky.
Akan tetapi tiba-tiba saja Freen menyentuh bahu pria paruh baya itu, lalu menggeleng.
"Biar saya saja, Paman," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Jeremy menatap Freen ragu. "Kamu yakin, Freen?"
"Walau saya perempuan, tapi tenaga saya cukup kuat kok. Paman jangan khawatir," balas Freen, mencoba meyakinkan pria itu.
Jeremy pun mengangguk, lalu membiarkan Freen untuk mendobrak pintu.
Brakk!!
Percobaan pertama, gagal. Namun Freen tidak menyerah.
Brakk!!
Percobaan kedua, gagal lagi. Begitupun seterusnya hingga percobaan kelima akhirnya pintu itu pun berhasil terbuka.
Dengan segera, Freen berlari memasuki kamar gelap itu untuk mencari Becky.
"Bec?" Freen berusaha mencari saklar untuk menyalakan lampu. "Bec? Kamu dimana?"
Ctakk!!
Lampu pun menyala. Seketika kedua mata Freen membulat sempurna saat melihat Becky yang sudah terduduk lemas di lantai sambil memegang sebilah pisau.
Atensi Freen tertuju pada kedua pergelangan tangan Becky yang dimana ada darah segar yang mengalir dari sana.
"Bec!"
"Jangan mendekat!" Becky menodongkan pisau ke arah Freen yang berusaha mendekatinya. "Jangan mendekat atau aku akan membunuhmu!"
Namun Freen tidak mendengarkan.
Ia tetap berjalan menghampiri Becky, tidak peduli dengan pisau tajam yang bisa melukainya kapan saja.
"Kamu sudah tuli ya?! Aku bilang jangan mendekat!"
Freen semakin mendekat, bahkan gadis Chankimha itu berusaha untuk memeluk Becky. Dan ...
Srakk!!
Becky tidak sengaja menusuk lengan kanan Freen karena refleks. Panik, akhirnya Becky melepas pisau itu dari genggamannya.
"A-apa yang kamu lakukan?! Aku sudah memperingatkanmu untuk menjauh, tapi kenapa kamu tidak mendengarkan? Lihat kan, sekarang kamu jadi terluka!" bentak Becky.
Freen tersenyum tipis seraya merengkuh tubuh Becky, tidak peduli dengan lengannya yang kini terluka cukup parah.
"Kamu juga terluka, bahkan lebih terluka daripada aku."
"Freen ..."
"Aku tahu kamu sedih karena Sam sudah tiada, tapi yang kamu lakukan ini salah," tutur Freen dengan lembut. "Andai Sam ada di sini, pasti dia sedih melihat kamu yang seperti ini."
Becky menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. "Tapi Sam tidak ada di sini, Freen," ucapnya lirih.
"Memang. Tapi pasti dia selalu mengawasimu dari atas sana."
Tangis Bec akhirnya pecah. Ia menangis hebat di dalam pelukan hangat Freen.
"Maafkan aku, Sam. Aku memang bodoh."
Mendengar kalimat Becky, membuat Freen tersenyum sedih.
Di satu sisi, hatinya terasa perih melihat Becky yang terpuruk seperti ini. Namun di sisi lain, ia merasa iri pada Sam yang berhasil membuat seorang Rebecca Patricia Armstrong mencintainya begitu dalam.
Ya, kalian tidak salah. Freen mencintai Becky sejak dulu. Tapi sayangnya, Becky tidak pernah menyadari perasaan Freen kepadanya.
Hingga detik ini pun, Freen hanya bisa mencintai Becky dalam diam. Dan entah sampai kapan ia harus memendam semua perasaan ini seorang diri.
Tbc.
So, sejauh ini gimana menurut kalian? Cerita ini cukup menarik kah atau masih kurang?🤔
Feel free buat komen ya guyss, soalnya kalo ngebaca komen kalian bikin moodku jadi bagus hehew🤭
Ps. Disarankan untuk follow author ya untuk info update. Soalnya wattpad akhir-akhir ini kentang bat update notifnya🥲
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
MELTED | FREENBECKY
Fanfic"Di hidupku ini, cuma Sam yang aku cintai. Jadi jangan pernah berharap untuk mendapatkan hatiku, Freen." -Becky "Oke." -Freen