Bab - 19

60 5 0
                                    

“Hati-hati, bajuku nanti terbakar,” terdengar suara Pakin ketika Phra Phai kembali berdiri dan melanjutkan menyetrika pakaian dan pemuda itu menyetrika dengan canggung.

Karena dia takut untuk percaya bahwa keseluruhan cerita itu benar dan bukan mimpi. Phra Phai terkejut sedikit tapi dengan malu menghindari tatapan Pakin . Sebab tanpa sengaja ia berdiri diam sambil melamun sambil menyetrika pakaian hingga membuat Pakin datang dan menggodanya.

Pakin tersenyum tipis lalu menarik kursi untuk duduk dan memperhatikan anak laki-laki itu menyetrika pakaiannya membuat Phra Phai sedikit canggung karena dia tidak bisa melakukan apapun dengan baik akibat ditatap oleh Pakin .

"Uh... Phi Kin, kenapa kamu tidak pergi menonton TV?" kata Phra Phai. Saat itu, para pemuda tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan Pakin

"Apakah aku membuat Phai tidak nyaman?" Pakin bertanya. Phra Phai segera menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Yah... Ini seperti... Phai tidak bisa melakukan apa pun dengan benar ketika Phi Kin duduk dan menatap seperti ini," kata Phra Phai dengan suara lembut. Pakin tersenyum kecut. Dia hanya duduk dan menggoda Phra Phai karena dia ingin melihat ekspresi malu-malu dari kekasih barunya.

"Hah! Ah! iya betul, hari Jumat mendatang, aku harus mengantar adik-adik kelas satuku untuk menangkap kode di Ao Manao," kata Pakin sambil mengingat-ingat. Phra Phai mendongak sedikit sementara tangannya terus menyetrika pakaian juga.

"Kapan kau kembali?" biksu itu bertanya. Dalam hatinya ia merasakan kebahagiaan yang mendalam saat mendapat kesempatan menanyakan pertanyaan tersebut kepada Pakin sebagai kekasihnya.

"Minggu. Maukah kamu ikut denganku," Pakin mengajaknya. Dia ingin mengajak Phra Phai bermain air bersamanya.

"Phai tidak bisa pergi. Hari Sabtu, Phai membuat janji dengan temannya untuk pergi dan membuat laporan bersama," kata Phra Phai kembali menyebabkan wajah Pakin menjadi sedikit gelap.

"Teman yang mana?" Pakin langsung bertanya karena sedikit cemburu

"Graf," kata biarawan itu. Pakin langsung teringat kalau itu adalah teman Joe, Graf

"Kita akan membicarakannya nanti." Pakin memotongnya karena dia ingin membawa Phra Phai bersamanya.

“Kamis, bantu aku mengemas tasku juga,” kata Pakin , membuat Phra Phai sedikit terdiam. Hatinya kembali membengkak.

"Kamu ingin Phai membantu?" Phra Phai bertanya lagi.

"Um, aku ingin pacarku melakukannya untukku," Pakin berkata dengan lembut lagi menyebabkan pakaian Phra Phai hampir terbakar saat dia tertegun hingga berdiri diam bertanya-tanya bagaimana Pakin berbicara lebih dari biasanya akhir-akhir ini.

"Bagaimana denganmu? apakah kamu tidak mau mengemasi tasnya untukku?" Pakin bertanya berulang kali.

"Ya, Phai akan datang melakukannya untukmu," jawab Phra Phai dengan suara lembut membuat Pakin tersenyum puas.

"Kalau begitu ayo lanjutkan menyetrika. Kalau sudah selesai, telepon aku," kata Pakin karena dia tidak ingin Phra Phai dipermalukan lebih jauh lagi. Karena dia tahu betul bahwa Phra Phai belum terbiasa terlalu dekat dengannya.

Mungkin terdengar singkat jika meminta untuk menjadi pacar. Tapi dia tidak mau siapa pun untuk memotong kesempatannya terlebih dahulu.
  

Begitu Pakin keluar dari ruang cuci, biksu itu menghela nafas lega. Bibirnya melengkung membentuk senyuman hingga terasa sakit di pipinya karena terlalu banyak diregangkan. Tapi Phra Phai tidak bisa berhenti tersenyum. Pemuda itu merasa seperti melayang di udara. Hatinya gelisah tapi bahagia.

LS : Pakin & Phra Phai ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang