Hera pun mulai mengerjakan soal tersebut. Tapi kepanikan mulai menghampirinya. "Kenapa ini?"
"Kok aku lupa sama yang aku pelajari tadi malam ya?"
"Aduhh, gimana nih, aku gak bisa jawab semua soalnya." panik Hera.Dengan reflek Hera memukuli kepalanya. "Bodoh... bodoh... bodoh
... " gerutunya.Bu Wati yang menyadari tingkah aneh Hera pun menegurnya. "Hera kamu kenapa?"
"Gak papa bu." jawab Hera.
Hera mencoba untuk tenang, ia berusaha mengerjakan ujian tersebut seadanya.
Ujian pun selesai. Hera beranjak pulang ke rumah, dengan pikiran yang berantakan.
Sesampainya dirumah, ia segera masuk ke kamarnya. Menarik napas sejenak, berusaha menenangkan diri terlebih dahulu.
Setelah berhasil menenangkan diri, ia membuka buku mencoba menghafalkan materi kemudian ia tutup kembali buku tersebut untuk mengetes hafalannya. "Zat adalah sesuatu yang menempati ruang dan....apa ya kok aku gak hafal sih." Hera membuka kembali buku tersebut, menghafal berulang-ulang tapi hasilnya sama saja.
"Aaah." dengan frustasi Hera membuang buku tersebut.
"Apa ini gara-gara kepalaku kebentur kemarin ya?" pikir Hera yang membuatnya lebih frustasi.
"Pyarr." Dengan kesalnya Hera membanting semua yang berada dikamarnya.
Hingga akhirnya ia terduduk lesu dilantai disertai tangis putus asa nya.
" Her..." panggil Brata dari luar pintu.
"Ayok keluar, kita makan."Hera menarik napasnya panjang, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia usap air matanya, lalu keluar dari kamar mengikuti Brata yang sudah berjalan kedepan.
Setelah sampai ditempat makan, Hera mengambil nasi terlebih dahulu.
"Makan disana, jangan disini!" pinta Hanum, sebelum Hera menduduki kursinya.
"Kenapa ma?"
tak ada jawaban, ia menoleh kanan kiri. Menatap Brata dan juga Amora bergantian. Tak ada yang membelanya, dengan berat hati ia menuruti perintah Hanum.Ia menduduki kursi disudut ruang makan seorang diri. Terdapat tempe yang ada dimeja itu, sangat berbeda dari meja makan keluarga nya yang sangat lengkap. Sayur, ayam bakar, tempe, telur ceplok ada disana.
Seketika memorynya berputar kembali. Ketika ia tak sengaja didorong Hanum, setelahnya Hanum sangat memperhatikan nya. Ia sangat dijaga, bahkan mempersilahkan untuk menduduki kembali kursi di meja makan bersama keluarga nya. Namun setelah Hera sembuh, ia kembali ke kursi ini lagi.
Pikirnya tentang Hanum yang khawatir padanya, ternyata salah. Sang mama hanya merasa bersalah bukan khawatir.
Tak ingin larut dalam kesedihan nya, Hera segera menghabiskan makanan didepan nya.
"Tau gak pa ma, tadi temenku ada yang masuk got tau."
"Oh ya?"
"Kok bisa sih?"
"Iya, karena tu dia mau bolos sekolah tapi malah ketahuan, dikejar deh sama guru, sampai jatuh di got tu anaknya."
"Ha ha ha."
"Dih bingung kan papa mau ketawa taoi kasian juga."Suara itu terdengar biasa, namun tawa keluarganya melukai hati Hera. Tak sanggup rasanya tawa itu terdengar jelas dihatinya yang sedang kacau.
" Plakkkk." Hera mengebrak meja.
"Bisa kalian semua ketawa?
"Aku lagi sedih ma, pa, kak" ucapnya dengan posisi berdiri memandangi keriganya."Aku seperti orang bodoh."
"Aku gak bisa menghafal dengan mudah lagi."
"Susah ma, pa."
"Aku terus mengulangi tapi tetap gak hafal."
"Aku kenapa ma, pa?"
"Aku kenapa?" ucapnya lagi, dengan dada yang terasa sesak.
"Tolong"
"Tolong aku."
"Aku gak mau kayak gini."
"Tolong..."Airmatanya kini tak bisa ia bendung. Tangisnya menetesi makanan didepannya.
Ia kembali menatap keluarga nya, namun seperti tak terjadi apa-apa. Ketiganya tetap makan dengan santainya. Ia menyeka air mata itu kasar. "Tak ada yang bisa menolong ku kah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil, Menerangi Orang Lain Namun membakar dirinya sendiri
Teen FictionDemi keutuhan keluarga, Hera harus merelakan dirinya dalam kegelapan, merelakan dirinya terbakar dalam trauma yang ia dapatkan. "Dengarkan mama baik-baik. Atas kesalahan mu ini,mama pastikan kau tak kan bahagia selama darah mama, masih mengalir ditu...