"LDR" part 1

200 17 0
                                    

"Firrrrrr..."
Rengekan Khaotung kini kian menjadi, suaranya mendayu-dayu dengan harapan bisa meluluhkan hati kekasihnya.

"Ga bisa tung..." kata First dengan nada yang dilembutkan, sambil merengkuh Khaotung dalam pelukannya. Dia cuba memujuk kekasih mungilnya yang sedang ngambek, tahu betul betapa susahnya meyakinkan Khaotung ketika dia sudah bersikap seperti ini.

Lusa, Khaotung akan berangkat ke Hongkong untuk konsert bersama beberapa teman mereka dari GMMTV. Khaotung yang tidak bisa terpisah dengan First, coba merayu kekasihnya untuk ikut bersamanya ke Hongkong. Meskipun dalam hati, dia tahu betul bagaimana perasaan Khaotung—tak ingin berjauhan walau hanya sekejap.

Bukannya dia nggak mau, First sudah tentu ingin memberikan sokongan kepada Khaotung di sana, tapi sayangnya, dia ada beberapa urusan penting yang perlu diselesaikan di sini. Pekerjaan yang menuntutnya untuk tetap tinggal dan memastikan semuanya berjalan lancar.

"Emang kamu nggak akan kangen sama aku?" tanya Khaotung dengan nada yang kesal, matanya yang besar kini menatap First dengan penuh harapan. Berharap "iya" sebagai jawapannya.

"Duhh, cuma dua hari kokk," jawab First, mencoba menenangkan kekasihnya. "Nanti aku juga akan hantar kamu di airport, dan setelah itu, kita akan sering video call. Aku janji."

Mendengar jawapan pria tinggi itu membuatkan Khaotung semakin kesal. Tidak sepatutnya First membalasnya begitu. First perlu kangen banget sama Khaotung! Tanpa sadar, Khaotung menghembuskan nafas panjang, seolah-olah ingin mengirimkan pesan bahwa dua hari tanpa First itu terasa seperti selamanya. Bibirnya cemberut.

"Kamu tuh nggak ngerti," Khaotung bergumam sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Aku cuma ingin kamu di sana... Aku cuma nggak mau sendirian..." Suaranya perlahan melemah, menampakkan betapa dalam perasaannya pada First.

————-

Menepati janjinya, First benar-benar pergi menghantar Khaotung sehingga ke airport. Kereta yang dipandunya diparkir jauh dari pandangan mata-mata peminat yang gila. First tidak mau ada gangguan dari mereka saat ini.

"Kamu yakin nggak mau ikut aku?" tanya Khaotung sekali lagi, berharap ada perubahan dalam keputusan kekasihnya.

First hanya tersenyum dan mencubit pipi gembul Khaotungnya. Melihat penampilan Khaotung yang hanya memakai t-shirt putih polos dengan kemeja sebagai outer, celana jeans pendek, dan topi yang dibelinya tempoh hari, membuat hati First hangat. Khaotung sangat indah meskipun berpakaian simple.

"Jaga diri kamu di sana. Jangan tidur lambat. Makan dengan benar. Hubungi aku kalau kamu terlampau gusar," First berpesan dengan lembut, matanya penuh perhatian pada kekasihnya.

"Aku memang tidak ada di sana, tapi aku di sini," sambungnya sambil jari lentiknya menunjuk ke arah hati Khaotung, mengingatkan Khaotung meski secara fisik terpisah, hatinya tetap bersama Khaotung.

First cuba menjaga mood kekasihnya, tidak mau nanti di sana muka Khaotung cemberut karena kesal akan dirinya. Meskipun dia tahu Khaotung itu orangnya professional.

Khaotung tersentuh dengan kata-kata itu, wajahnya mulai memerah.

Tanpa banyak bicara lagi, Khaotung memeluk First erat-erat, merasakan detak jantung kekasihnya yang stabil. Dia kemudian memberikan kucupan selamat tinggal sebelum meninggalkan bandar Bangkok.

First dengan senang hati membalas lumatan itu, ciuman penuh cinta tanpa nafsu. Setelah beberapa lagi pesanan dan ucapan selamat tinggal, akhirnya, First memerhatikan punggung Khaotung yang semakin jauh dari pandangan matanya,

—————————.

"Us" [FirstKhaotung] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang