Ini udah hari kelima semenjak aku putus komunikasi sama Harry. Gimana ya, bukannya sedih atau apa, tapi hari-hariku jadi sepi. Apalagi ini adalah masa liburan bagi pelajar. Mama boro-boro mau ngajak jalan, nginjak keset rumah aja mama nggak mau.
Miris, sih. Aku menghela napas sambil sesekali menengok ke arah ponselku. Percuma aku spam ke dia, sementara pesan-pesanku saja nggak terkirim. Kadang aku berpikir bahwa Harry ninggalin aku.
Duh, Harry bukan siapa-siapa lo. Plis, deh
Tapi yang namanya terlanjur sayang, gimana?
"Mandy!" Aku menoleh mendapati Mama tersenyum. "Malam ini sepupu kamu dateng, sepupu jauh sih tepatnya."
Sepupu? Aku nggak pernah tau kalau aku punya sepupu jauh. "Siapa, Ma?" Keningku berkerut, mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu tentang sepupu yang dimaksud Mama. Dan, ya aku mengingatnya! "Oh, Aidan? Aidan Alexander?"
Mama cuma mengangguk, "Iya, Aidan. Sekitar jam 8 mungkin dia dateng. Nah, berhubung Mama mau jalan sebentar, kamu mau 'kan nunggu Idan? Paling Mama pulang jam 9,"
Tumben Mama mau jalan, sekali jalan anaknya nggak di ajak.
"Oke, Man?" Tanyanya.
Sendiri lagi. Udah biasa, bahkan hatiku yang bertahun-tahun kosong juga udah biasa. Biasa. "Iya, Ma. Terserah Mama aja, aku acc."
Dan setelah itu Mama beranjak mengambil tas jalannya dan pamit padaku. Ha, sendiri lagi.
Karena iseng, aku kembali mengecek ponselku. Oh, masih sama. Nggak ada perubahan. Semakin lama aku memikirkan tentang dia yang nggak ada kabar, malah bikin kepalaku pusing, alangkah baiknya aku tidur.
Ya, tidur.
***
Tin, tin, tin!
Aku harus memaksa mataku terbuka akibat dentingan bel rumah ku yang menggema luar biasa. Ini benar-benar menyebalkan, lagi enak- enak tidur selalu aja ada yang ganggu. Saat aku melirik ke arah jam dinding, aku ber-ooh, pantas saja ini sudah jam delapan, kemungkinan besar Aidan udah datang. Tanpa berpikir panjang aku langsung turun dari sofa dan berlari menuju pintu.
Ceklek.
"Eh?" Panggilku, Aidan berbalik dan tersenyum. "Masuk sini, nyokap gue lagi jalan. Lo kalo mau makan, makan aja. Terus kalo mau tidur.., uhm, di sofa aja dulu, gue mau ke atas. Oh ya, itu ada tv kalo mau nonton." Ucapku lalu berbalik masuk ke dalam rumah, dia mengekor di belakang kemudian duduk di sofa. Tanpa merespon ucapanku.
Aidan nggak bisa berbicara atau apa? Senggaknya lo ngomong, kek. "Lo denger 'kan gue ngomong apa?" aku bertanya.
"Iya, denger. Gue capek banget makanya diem, oh ya toilet di mana?"
"Lo mau mandi?"
"Iyalah, yakali kaga. Dateng jauh-jauh terus gak mandi, gatal-gatal badan gue."
"Oh, gegayaan," aku nyengir, "tuh di dekat tangga. Awas kepeleset." peringatku sebelum berbalik dan pergi ke ke kamar.
Ketika aku sudah berada di kamar, yang kulakukan hanya menatap langit-langit kamarku. Sama sekali nggak ada kerjaan, susah sih, kelamaan jomblo.
Namun tiba-tiba saja sebuah pemikiran nyangkut di kepalaku.
Aidan, hm, aku nggak nyangka punya sepupu kayak dia. Lumayan ganteng, bisa dijadiin simpanan sementara yang di Tinder menghilang.
Astagfirullah.