Ahyeon masih mematung di tempatnya. Napasnya tercekat, pikirannya kacau. Kata-kata terakhir yang diucapkan Kai terus menggema di kepalanya.
"Anak haram?"
Telinganya berdenging, hatinya terasa kosong.
"Ahyeon, Sayang... Nak... Ahyeon... Hei..." Jennie mengguncangkan tubuh putrinya, mencoba
mengembalikannya ke dunia nyata. Namun, Ahyeon hanya menatap kosong ke depan, seolah raganya ada di sana, tapi jiwanya telah pergi entah ke mana."Ayo kita ke rumah sakit, Sayang. Kita obati luk—"
"Apa maksud suamimu, Mom... dengan 'anak haram'?"
Ucapan Jennie terpotong. Ia tersentak. Ahyeon menatapnya lekat-lekat, dengan mata yang tak pernah Jennie lihat sebelumnya—tatapan penuh kehampaan.
Jennie menarik napas, berusaha menenangkan dirinya sebelum memeluk erat tubuh Ahyeon. "Jangan dengarkan omongan si brengsek itu, Sayang," bisiknya dalam pelukan.
Namun Ahyeon tak bergeming. Tangannya mendorong tubuh Jennie pelan, lalu berkata tegas, "Jelaskan kepadaku, Mom."
Jennie menggeleng. "Tidak, Sayang. Ayo kita ke rumah sakit dulu. Luka-lukamu harus segera ditangani."
"TIDAK! AKU TIDAK MAU KE RUMAH SAKIT!"
Ahyeon berontak dari pelukan Jennie. "MOMMY JELASKAN PADAKU APA YANG SEBENARNYA TERJADI?!"
Jennie terisak, memohon agar Ahyeon tenang. "Sayang, tolong jangan seperti ini…"
"TIDAK AKAN! SEBELUM MOMMY MENJELASKAN KEPADAKU APA YANG SEBENARNYA TERJADI!"
Ahyeon menuntut jawaban. Napasnya memburu, matanya penuh amarah, penuh ketakutan.
Jennie akhirnya menyerah. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Kamu sedang mengandung, Sayang. Usia kandunganmu baru dua pekan."
Dunia seakan berhenti berputar. Lutut Ahyeon melemas, keseimbangannya hilang. Tubuhnya limbung, matanya membelalak.
'Tidak… Tidak mungkin.'
Jennie segera menahan tubuh putrinya sebelum benar-benar jatuh ke lantai. "Ahyeon!" jeritnya panik. "Bibi Han! Panggilkan Joseph! Cepat!"
Namun Ahyeon tidak mendengar apa pun lagi. Pikirannya bercabang.
Bagaimana dengan kuliahnya di Jepang? Bagaimana dengan mimpi-mimpinya? Bagaimana dengan cita-citanya? Ahyeon dan sahabat-sahabatnya akan berangkat besok pagi. Ia sudah berjuang mati-matian agar bisa diterima di universitas impiannya. Ia tidak mungkin kehilangan itu!
Setelah semua usaha yang ia lakukan, setelah semua luka yang ia terima, bagaimana mungkin sekarang takdir merampas segalanya darinya?
Tidak! Ini tidak boleh terjadi!
"AAAAAARRRGGHHH!!!"
Ahyeon tiba-tiba berteriak histeris, suaranya menggema di seluruh ruangan. Jennie tersentak.
"Mommy pasti bohong! Tidak! Aku tidak mungkin hamil, Mommy!"
Matanya memerah, air matanya jatuh tanpa henti. Tangannya mencengkeram bahu Jennie, mengguncang tubuh ibunya dengan keras. "Katakan, Mommy! Mommy hanya bercanda, kan?! IYA, KAN?!"
Jennie menggenggam wajah putrinya, menatapnya dengan penuh kasih. "Ahyeon, Sayang… sadarlah. Mommy mohon, jangan seperti ini."
Namun Ahyeon menggeleng kuat. "Mommy! Percayalah padaku! Aku tidak pernah melakukan itu, Mom! Semua ini terjadi bukan atas dasar keinginanku! Aku harus bagaimana?! Aku tidak ingin melahirkan anak ini!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lowkey.
Fiksyen RemajaAhyeon, seorang gadis yang dikenal oleh semua orang sebagai sosok yang tak pernah mengecewakan. Dengan prestasi yang gemilang, ia selalu menjadi teladan. Tak ada riwayat buruk dalam hidupnya, tak pernah ada kata 'gagal' yang singgah dalam perjalanan...