Missing You

541 58 16
                                    

Aran takkan pernah melupakan pertemuannya dengan Chika setelah bertahun-tahun. Ketika mereka bertemu lagi di kantor, suasana menjadi seperti adegan film yang penuh warna dan emosi.

Si gadis berdiri di hadapannya, senyumnya lembut dan tulus, seperti matahari pagi yang menyinari hamparan bunga. Parfum cherry blossoms yang menempel di tubuhnya menyebar lembut, membelai udara dengan aroma yang menenangkan.

Zean sahabatnya, sering melontarkan komentar dengan nada menggoda, memecah kesunyian yang menekan seakan melemparkan batu ke dalam kolam tenang.

Lo antar-jemput Chika? Wah, sopir pribadi atau selingkuhan, nih? Rekannya itu tertawa, suaranya seperti desisan ular yang mengganggu ketenangan. Jangan sampai ada affair pejabat teras, deh. Nanti HRD yang repot.

Aran hanya mengangkat bahu, tenggorokannya terasa kering seperti padang pasir yang terik saat Zean berbicara. Apa sih masalahnya? Semua orang udah tau Chika tunangan Vito. Dulu, emang dia sempat naksir gue, tapi sekarang kita ‘kan udah sama pasangan masing-masing.

Namun, tanpa disadari, perasaan lain mulai merayap lembut di hatinya. Setiap kali Chika tertawa, suaranya seperti melodi lembut yang membelai telinga, membuat lelaki itu merasakan getaran halus di jiwanya. Chika, dengan tubuh ramping dan gerakan anggun, meninggalkan jejak aroma memikat di udara, menghidupkan kembali kenangan lama yang penuh rasa penasaran.

Kamis malam Aran dan Chika berada di dalam ruangan yang gelap, cahaya lampu yang remang-remang menciptakan bayangan tubuh telanjang di dinding yang bergeliat tak tentu arah seperti cacing kepanasan.

Beberapa terlewati dengan begitu dahsyatnya. Chika terjaga dengan rasa sakit yang menyebar di tubuhnya seperti gelombang laut yang menghempas pantai.

Setiap gerakan mengirimkan sinyal nyeri yang tajam, merayap dari punggung hingga ujung jari. Jam di samping tempat tidur menunjukkan pukul 08.48, dan sinar matahari pagi yang lembut menyelinap melalui tirai jendela, membanjiri ruangan dengan cahaya ilahi.

Suara tetesan air dari keran kamar mandi menambah kesunyian pagi, menciptakan simfoni pagi yang penuh kesedihan. Chika keluar kamar mandi dan mendapati Aran berdiri di depan teralis balkon.

Wajah lelaki itu tersembunyi dalam bayangan, hanya sedikit cahaya yang menyoroti kerutan di dahinya. Aran tampak seperti patung marmer yang membeku, aroma rokok yang menguar dari pakaiannya menempel di udara, membuat Chika merasa sesak. Setiap kali dia menghirup aroma itu, rasanya seperti menghisap udara yang penuh asap, menciptakan sensasi yang menekan.

“Lo ngejebak gue, Chika.”

Tatapannya lurus tanpa menoleh sedikit pun, begitu menghakimi. Jebakan sebuah vonis. Chika bertaruh sekarang Aran pasti memandangnya sebagai wanita murahan. Lantas apakah tak ada sisa kenikmatan semalam yang bisa dijadikan alasan, untuk setidaknya menghormati tubuhnya penuh bilur-bilur?

Kamu nyalahin aku?Chika menggema dalam keheningan, penuh dengan kesedihan dan penyesalan.

Aran mengalihkan pandangannya, matanya tajam seperti pisau. Sebaliknya, lo yang udah ngerusak pertemanan kita. Gue pria dewasa. Gue ngerti bedanya membutuhkan dan menginginkan. Lo pasti udah campurin sesuatu ke minuman gue.

Aran geram karena Chika diam. Tak menyangka sahabatnya, kawan yang ia percaya, berubah jadi duri dalam daging. Apa sih maksudnya menjebaknya begini? Ia telah bertunangan, Aran berkeluarga, apa tujuannya membuat drama di tengah mereka?

Pria itu mengelap keringat di dahi, ekspresi wajahnya penuh frustrasi seperti seseorang yang terjebak dalam gurun pasir. Sialnya lagi, lo masih perawan? Ini bikin semuanya makin rumit. Gue pria beristri, dan lo bikin gue bawa dosa kemana-mana. Gimana gue harus hadapin Vito?

One Shot (Chikara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang