pro-lo-gue

167 28 7
                                    

renjun sudah puas dengan masa muda.

pada dasarnya, renjun itu ambisius. tapi ambisius harus dibarengi sedikit kenakalan supaya seimbang. yang pada awalnya minum-minum ringan di bar kala mula malam hari, berubah menjadi pesta mabuk-mabuk di kelab malam bersama kawan-kawan sekampusnya. lalu bangun dengan keadaan hangover berat. dengan mulut masih kentara dengan aroma alkohol yang pekat, ia masuk kelas dan berusaha untuk memperbaiki sedikit kegilaan di malam sebelumnya.

ia pindah ke kota besar untuk sementara waktu untuk internship pertamanya tahun lalu, semenjak itu juga renjun tidak begitu sering ikut party lagi. lelaki itu pada dasarnya tetaplah anak bookworm yang punya obsesi pada pencapaian akademik. ia tertolong wajah cantik dan humor yang masih terbilang lumayan untuk bisa bergaul dengan pentolan keren kampus.

mungkin ia terhitung terlalu ambisius untuk anak-anak lainnya. di antara kawan tongkrongannya dari kampus, dia yang pertama menyelesaikan internship. yang lain masih terjebak dengan kelas-kelas gagal dan sks yang kurang. ia sedikit percaya diri, setidaknya bila ada lelucon mengenai mahasiswa abadi, dia bisa mengejek paling jahat.

tapi kali ini, label calon-lulus-cepat itu luntur dari renjun.

"p-pak, masa saya ambil 1 semester cuman buat satu mata kuliah?"

"ya, namanya juga matakuliah wajib," ujar sang dosen wali terhormat sambil mendorong kacamatanya.

lelaki yang lebih tua itu menyerahkan transkrip yang dibawakan renjun. di sana ada beberapa coretan tinta pulpen, tampaknya ia baru memeriksa kembali hasil nilai renjun. dan di antara rentetan nilai yang kurang-lebih-hampir-sempurna itu, ada satu nilai yang menodai. matakuliah manajemen strategi.

damn, renjun.

"pak, nilai saya kan rata-rata bagus. satu matkul ini doang beneran gak bisa ditoleransi?"

"heh, mulut kau itu, ya?" pria itu, jongdae, menatap renjun dengan kesal. ia mengeluarkan pena merahnya, dan ditunjukkannya sesuatu pada transkrip nilai pemuda itu di depan matanya secara langsung.

"psikologi bisnis kamu dapat D. harusnya kamu gak magang karena ada dua nilai gagal, tapi saya baik banget sama kamu makanya saya setujuin. tapi manajemen strategi? bisa-bisanya dapat E! kamu ngapain aja di kelas?!"

renjun menunduk malu. sebetulnya ia jarang sekali ikut kelas itu, soalnya dia selalu mabuk berat di pagi hari senin. ketika akhir semester, ia baru menyadari bahwa ia seharusnya mengerjakan laporan studi kasus yang sudah disetujui dosen selama 1 semester sebagai tugas akhir. ya, mau diapakan juga, renjun terpaksa gagal.

"saya pas itu kasih toleransi untuk ambil magang tanpa sepengetahuan kampus. tapi buat sekarang udah gak bisa saya bantu lagi. makanya saya suruh kamu ambil sekarang daripada repot pas skripsi nanti."

"baik, pak..." renjun akhirnya setuju. setelah itu ia hanya diam, ujung sweaternya ia mainkan tanda ia menyesal. ia merutuki dirinya, bisa-bisanya lalai mengenai satu kelas saja. dan lebih buruk lagi ia tidak pernah mengingatnya, kalau tidak ia bisa memperbaikinya lebih cepat daripada membuang waktu seperti ini. sang dosen melirik pada mahasiswanya. ia pun menghela nafas, seraya ia menyerahkan lembar perwalian yang sudah ia tanda-tangani kepadanya.

"cuman satu kelas, renjun. kamu bersikap seolah 1 semester itu 1 tahun."

"ya, saya 'kan pengen lulus cepat gitu," ucapnya malu-malu.

"sembrono juga. punya nilai E berani bilang lulus cepet," sang dosen menyindirnya, "kamu itu pintar banget padahal. makanya di kelas ini usahakan dapet A, buktiin kamu mau lulus cepet."

ucapan penyemangat dari sang dosen wali membuatnya sedikit lega. ia tersenyum sambil mengangguk kecil kepada pria di hadapannya itu: "iya, pak," ucapnya.

"by the way, kamu ambil kelas C aja nanti, ya?"

renjun yang tadinya sedang membereskan kertas-kertasnya dari meja sang dosen wali pun langsung berhenti. ia terdiam sesaat, sedang memahami apa yang lelaki itu baru katakan.

"kelas C? memang kenapa, pak?"

"yah, gak papa. supaya kamu lebih gampang lulus aja. pengajarnya soalnya dosen baru alumni sini. dia juga santai kok orangnya jadi bisa kamu ajak ngobrol. biar kamu juga ga mumet di antara adik tingkat kamu."

"dosen baru... oh, pak jaemin?" yang lebih tua terkikik. barangkali terhibur karena istilah pak yang disandang pada namanya, "iya. pak jaemin."

renjun mengangguk tak begitu acuh. apapun sarannya ia terima saja kalau dari dosen walinya itu. dia sebetulnya tidak pernah mengambil kelas yang diajar pak jaemin itu. tapi, ya, karena berdasarkan testimoninya dosen itu santai, sepertinya tidak salah juga kalau ia ingin menjalani semester ini dengan tenang tanpa ada ricuh yang tak jelas sedikit pun.

satu semester yang tenang tanpa ricuh sedikit pun.

"sudah, keluar sana. bosan saya liat mukamu."

***

aku bukan anak manajemen gengs :'))
kalu ada yang kurang tepat koreksi ajh ya hehe thank u muah

[verumtamen.  jaemren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang