Ia adalah Virgo, bintang yang bersinar redup namun memikat. Cahayanya, meski lembut, mampu menembus hingga ke relung hati yang paling dalam. Ia adalah perpaduan sempurna antara logika dan emosi, seorang pemimpi yang realistis.
Aku, yang terpesona oleh kilaunya, seringkali merasa seperti seorang anak kecil yang berdiri di tepi jurang. Ingin sekali melompat dan meraih bintang itu, namun takut akan kegelapan yang menanti di bawah.
Ia begitu sempurna, hingga membuatku merasa tidak cukup baik. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa seperti hukum yang tak terbantahkan. Setiap tindakannya, sekecil apapun, selalu terukur dan penuh pertimbangan.
Aku menyukai cara ia memandang dunia, begitu analitis dan detail. Namun, di saat yang sama, aku juga merindukan sedikit spontanitas. Aku ingin sekali melihatnya tertawa lepas, tanpa beban.
Hatiku bagai lautan yang bergejolak. Di satu sisi, aku tenggelam dalam perasaan kagum dan cinta. Di sisi lain, aku dihantam oleh rasa tidak percaya diri dan ketakutan akan penolakan.
Malam ini, aku memandang langit. Bintang Virgo bersinar terang, seolah-olah sedang tersenyum padaku. Aku ingin sekali berteriak, "Aku mencintaimu!" Namun, suara itu hanya tertahan di tenggorokan.
Aku tahu, cinta itu tak mengenal logika. Namun, dengan Virgo, segalanya menjadi begitu rumit. Aku harus belajar untuk menerima ketidaksempurnaan diriku, dan juga belajar untuk menghargai kesempurnaan dirinya.
Mungkin, suatu hari nanti, bintang Virgo dan hatiku akan bersatu. Namun, untuk saat ini, aku akan terus menatap langit, berharap pada keajaiban.
Cahaya lembut bintang Virgo menerobos masuk melalui celah jendelaku. Aku termenung, membiarkan pandanganku menerawang ke angkasa. Sudah berapa lama aku terjebak dalam kemelut perasaan ini?
Virgo, bintang yang selalu terpancar dengan sempurna. Begitu logis, analitis, dan terukur dalam setiap langkah. Aku terpesona olehnya, namun sekaligus merasa tak cukup baik untuk berdampingan dengannya.
Hatiku terasa begitu rapuh, terluka oleh keraguanku sendiri. Setiap kali aku mencoba mendekat, aku selalu dibayangi ketakutan akan penolakan. Virgo begitu sempurna, bagaimana mungkin ia mau menerima kekuranganku?
Malam ini, aku kembali memandang langit. Virgo bersinar terang, seolah mengejek kekalutanku. Ingin rasanya aku berteriak, mengungkapkan isi hatiku. Namun, suaraku tercekat di tenggorokan.
Cinta ini begitu rumit. Aku tak lagi mengerti apakah aku layak untuk mendapatkannya. Virgo, bintang yang begitu jauh namun memikat, akankah aku mampu meraihnya?
Perlahan, butir-butir air mata mulai membasahi pipiku. Aku tahu, hati ini tak bisa terus terluka. Aku harus belajar untuk menerima diriku apa adanya, dan juga belajar untuk mengapresiasi kesempurnaan Virgo.
Mungkin, suatu hari nanti, keberanian akan datang menghampiriku. Aku akan mengungkapkan perasaanku, tanpa lagi terjebak dalam ketakutan. Hingga saat itu tiba, aku akan terus menatap langit, berharap pada keajaiban.
Waktu terus bergulir, membawa kisah cinta Virgo dan aku pada babak baru. Setiap harinya, kami semakin belajar untuk saling memahami dan menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing.
Di awal, memang tidak mudah bagi kami untuk beradaptasi. Virgo yang terbiasa hidup dengan logika dan kedisiplinan tinggi terkadang merasa bingung menghadapi sifatku yang lebih emosional dan spontan. Sementara aku, yang selalu merasa tak cukup baik, masih sering diliputi rasa tak percaya diri.
Namun, perlahan-lahan, kami belajar untuk saling melengkapi. Virgo membantuku menjadi lebih teratur dan analitis, sementara aku membantu Virgo untuk lebih memahami arti emosi dan perasaan. Kami saling mengisi, menciptakan keseimbangan yang indah dalam hubungan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virgo dan Hati Yang Terluka
RomanceCerpen ini menceritakan tentang seseorang yang jatuh cinta pada sosok yang ia ibaratkan sebagai bintang Virgo - seseorang yang sempurna, analitis, dan realistis. Tokoh aku merasa terpesona sekaligus tidak percaya diri dalam menghadapi kesempurnaan V...