Beberapa waktu setelah pertemuan Raka dan Maya yang penuh emosi di taman, Raka mulai merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam dalam hidupnya. Meski tampaknya segala sesuatunya berjalan dengan baik, ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh logika. Rasa cemas ini semakin menghantui pikirannya.
Suatu malam, saat Raka duduk sendirian di pantai, merenung tentang hubungan dan perasaannya, ia merasa seolah seluruh dunianya mulai mengabur. Maya, yang telah menjadi sumber dukungan dan kebahagiaan, tiba-tiba terasa jauh dan tidak nyata. Ada perasaan tidak nyaman yang tak bisa diabaikan, seolah-olah semua yang terjadi adalah mimpi belaka.
Dalam keheningan malam, Raka berusaha menggali kembali ingatannya tentang Maya. Kenangan-kenangan mereka bersama terasa buram dan tidak konsisten. Suatu hari, saat dia berdiri di depan taman yang mereka bangun bersama, dia merasakan kekosongan yang mendalam.
Raka mulai menyadari bahwa semua yang terjadi bersama Maya mungkin hanyalah ilusi dari pikirannya. Ketika ia merenung lebih dalam, ia menyadari bahwa Maya tidak pernah ada di dunia nyata. Maya adalah cerminan dari harapan dan keinginannya untuk melanjutkan hidup setelah kehilangan Ara, sebuah bentuk pelarian dari kenyataan.
Raka menghabiskan beberapa hari dalam kebingungan dan penyesalan. Dia menyadari bahwa Maya adalah hasil dari imajinasinya, sebuah cara baginya untuk menghadapi rasa kesepian dan kesedihan yang mendalam. Dalam proses ini, dia menghadapi kenyataan bahwa dia harus menghadapi kesedihan dan kehilangan Ara secara langsung, tanpa pelarian.
Suatu malam, Raka duduk di tempat favoritnya di pantai, di mana dia sering merasa dekat dengan Ara. Ia menulis surat, seolah-olah berbicara langsung dengan Ara. Dalam surat itu, ia mengungkapkan rasa sakit dan penyesalan yang dirasakannya, serta berterima kasih atas semua kenangan yang pernah mereka bagi.
"Dearest Ara,
Aku telah melalui perjalanan emosional yang panjang dan melelahkan. Aku merasa kehilanganmu lebih dari yang pernah kubayangkan. Aku mencari kenyamanan dan cinta di tempat yang tidak nyata, dalam bentuk Maya yang hanya ada dalam pikiranku.
Aku sekarang menyadari bahwa aku harus menghadapi kesedihan ini secara nyata. Meskipun kamu tidak lagi ada di sini, kenangan kita akan selalu hidup dalam hatiku. Aku berjanji untuk terus mengenangmu dengan penuh cinta dan tidak lagi melarikan diri dari kenyataan.
Dengan cinta yang abadi,
Raka"Setelah menulis surat tersebut, Raka merasa ada beban yang terangkat dari pundaknya. Dia tahu bahwa dia harus melanjutkan hidup dengan cara yang lebih nyata dan jujur. Meski kehadiran Maya adalah ilusi, perjalanan emosionalnya membantunya menyadari betapa pentingnya menghadapi kenyataan dan melanjutkan hidup dengan penuh keberanian.
Raka akhirnya mulai berfokus pada diri sendiri dan langkah-langkah menuju penyembuhan yang sebenarnya. Dia kembali ke rutinitas hariannya dengan tekad baru untuk menghargai setiap momen hidup, menghormati kenangan Ara, dan membuka hati untuk kemungkinan baru yang nyata.
Di Ujung Senja mengajarkan bahwa meskipun kita mungkin menciptakan ilusi sebagai pelarian dari kenyataan, pada akhirnya, kita harus menghadapi kenyataan dengan keberanian dan kejujuran. Cinta dan kenangan tetap hidup dalam hati kita, membimbing kita melalui perjalanan yang penuh makna dan penemuan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ujung Senja
RomanceDi Ujung Senja adalah sebuah novel romantis yang menggugah jiwa dan penuh emosi, mengikuti perjalanan Raka dan Ara, dua jiwa yang saling terhubung dalam kisah cinta yang mendalam dan penuh liku. Dikisahkan dari sudut pandang Raka, novel ini membawa...