Prolog

179 33 14
                                    

"Eomma! Eomma!" Jisae berlari pada ibunya yang terbaring. Namun, pukulan di wajah melemparkan tubuhnya.

Jisae tidak membiarkan apa pun menghalanginya, termasuk rasa sakit itu.

Jisae bangkit kembali berlari, namun seseorang menangkap tubuhnya. Terus memberontak. Orang itu memaksanya diam dengan membekap mulut dan merapatkan penyanderaan pada lehernya.

"Kau anak yang tangguh. Coba lihat ini."

Salah seorang lain menggeret Jisoo untuk sampai pada tubuh ibu mereka. Memaksanya duduk tepat di sampingnya.

Jisae semakin meronta, namun hanya sampai di sana.

"Eomma ...." Jisoo menangis, memeluk erat-erat tubuh tanpa nyawa ibunya.

Pria itu memisahkan mereka dengan menarik bagian belakang baju Jisoo. Berjongkok di belakangnya. "Bukan begitu cara yang benar." Dia menggenggamkan pisau pada tangan Jisoo.

Jisoo menolak, tetapi tangan besar pria itu ikut menggenggam tangannya.

"Seperti ini, pegang erat-erat. Buka matamu."

Mata Jisoo tertutup rapat, air matanya mengalir semakin deras dengan raungan tertahan ketika tangannya dipaksa terayun menancapkan pisau itu ke tubuh ibunya.

"Bagus. Angkat lagi. Tancapkan lebih kuat!"

Jisoo memejam lebih kuat merasakan cipratan darah mengenai wajahnya.

Jisae meronta. Bergerak sebanyak dan sekuat yang dia bisa.

Orang itu sengaja melepasnya.

Jisae berlari, mendorongnya menjauh dari Jisoo. Meski kenyataannya tidak sejauh itu.

Pria itu hanya jatuh dari jongkoknya. Menangkup keseluruhan wajah Jisae dengan telapak tangannya. Menekan dan menahannya cukup kuat sehingga setiap pukulan Jisae tidak pernah sampai padanya.

"Oouuuu, andai kau lebih besar, kau pasti akan jadi sangat ganas. Kalian benar-benar putri Lee Moo-saeng dan Ra Jiran."

Jisae tersungkur ketika pria itu mendorong lebih kuat. Merasa tidak akan bisa apa-apa, Jisae menyeret diri memeluk kembarannya.

Saat tangan pria itu hampir menyentuh lagi mereka, Jisae merapatkan pelukan, dan suara tembakan terdengar mementalkan tangan pria itu.

"Lee Jisae, Lee Jisoo!"

Sejak saat itu, Jisae menurunkan ayahnya dari posisi pahlawan hatinya.

Lee Joongnam mengulurkan tangannya pada Jisae dan Jisoo.

"Ulurkan tanganmu, Nak. Kami akan selalu menggenggam tanganmu."

Namun, juga sejak malam itu, mereka bukan lagi anak-anak biasa, mereka tidak lagi seperti anak-anak pada umumnya.

Namun, juga sejak malam itu, mereka bukan lagi anak-anak biasa, mereka tidak lagi seperti anak-anak pada umumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️ Perhatian, cerita ini mungkin akan banyak mengandung adegan berdarah, bukan hanya di chapter ini.

Agony Besides LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang