Dalam belaian salju tak begitu lebat, wanita berusia 29 tahun itu menenteng dua paper bag berukuran sedang sebagai buah tangan. Ujung jas tak terkancing terayun mengikuti irama kakinya melangkah.
Di depan sebuah gerbang rumah dua lantai, perempuan berambut hitam sedikit ikal terurai itu merogoh kantung jas. Manik hitamnya meneliti setiap tulisan pada kertas kecil di tangan, membandingkan kombinasi huruf dan angka di kertas itu dengan yang tertera di pagar.
Dia mengangguk yakin. Mendorong gerbang lantas menekan bel.
Beberapa saat menunggu dalam hening membuat degup jantungnya terdengar. Wanita itu berdehem, dengan kening mengerut menggosok dadanya, merasa tidak biasa dengan perasaan ini.
Gerakan itu terhenti ketika pintu terbuka.
"Eomma!"
Senyum kikuknya melembut memperhatikan pipi berisi serta rambut pendek kuncir dua seorang putri dalam gendongan pria tinggi di depannya.
"Jisoo-ya, kutunggu di dalam."
Lengan Jisoo terulur spontan, meski tidak sampai menyentuh, berniat menghentikan kepergian lelaki itu, seolah kebutuhan untuk menjelaskan mendesak di wajahnya.
Jisoo ikut masuk, karena pria itu sudah meninggalkan pintu. Menuruti hatinya yang ragu, Jisoo membiarkan pintu itu terbuka.
Jisoo berhenti melangkah meski baru sampai di ruang tamu. Merasa ini memang tempat paling jauh dia berhak masuk.
Jisoo menaruh barang bawaannya di meja. Menggosok-gosok kedua telapak tangan dan sesekali meniupnya.
Jisoo meyakinkan diri untuk duduk walau belum meminta izin atau dipersilakan.
"Kenapa duduk di sana?"
Jisoo berdiri melihatnya mendekat, bahkan kini terlalu dekat. Pria dengan rahang tegas itu membantu melepaskan jas biru yang Jisoo pakai tanpa bertanya seakan memang kebiasaan.
"M-maaf——"
"Jisela sedang bermain. Bukankah sangat dingin di luar?"
"Soon Suho-ssi——"
Suho melempar blazer itu ke sofa.
Seluruh kalimat Jisoo rasanya tersengap tertelan bulat-bulat ketika dua bahunya dipegang kuat dan menerima tatapan menyala pria di hadapannya kini.
"Bisa kau jelaskan salahku?! Aku tau hubungan kita sedang tegang akhir-akhir ini, tapi bukan berarti kau bisa bertemu ibuku dan mengatakan hal seperti itu!"
Jisoo tidak dihempas, namun seluruh kalimat itu rasanya begitu panas.
"Aku tidak akan menandatangani surat cerai itu!"
Jisoo menegarkan hatinya. "Mari bicara nanti, saat Jisela tidur." Jisoo memaksa tangan Suho lepas darinya.
Sebaliknya, Suho menekan semakin erat bahu istrinya. "Akhirnya kau menemukan pria lain, karena itu kau ingin bercerai. Kau dan janji palsumu! Akhirnya kau akan meninggalkanku!"
"Aku—— aku tidak tau apa yang terjadi, yang ingin kukatakan adalah aku bukan——" Ucapannya terpangkas, ketika pipinya dihempas dengan ganas.
Wajah Jisoo berpaling sebab tamparan. Sebagian rambut yang menutupi menyembunyikan mata Jisoo yang hanya menunjukkan nyala terbakar.
Jisoo sudah siap dengan balasan, namun tangan kecil memegang telunjuknya.
"Eomma ...."
Deru nafas Jisoo terdengar lebih jelas. Usahanya meredam emosi sampai pada keberhasilan ketika dia menemukan wajah Jisela yang terlihat hampir menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agony Besides Love
FanficLee Jisae percaya bahwa di samping setiap cinta, terdapat lebih banyak penderitaan. Lee Jisoo berusaha menyangkal itu, meski dia yang paling tahu, bahwa hal itu ada benarnya. Setiap perkataannya menunjukkan bahwa dengan semua penderitaan yang mungki...