Jisae mengajak Jisoo ke kamar hotel yang sebenarnya sejak awal sudah dia pesan.
"Kau ingat Jennie, Chaeyoung, dan Lisa?"
"Ya, mereka datang di hari pernikahanku dan sempat menggendong Jisela ketika Jisela baru lahir. Hanya kau, kakakku sendiri, yang tidak datang."
Jisae terpaku. Menggeleng untuk menyadarkan diri. "Mereka menjadi anggota timku. Jennie dengan langkah senyapnya. Chaeyoung dengan gerakan gesitnya. Lisa dengan bakat anatominya, dia tau harus menyerang bagian mana untuk melumpuhkan orang. Sayang sekali mereka tidak ikut dalam pekerjaan malam ini, karena ini hanya negosiasi dan mereka dapat misi lain. Ini juga karena aku yang terbaik. All in one." Sebelah alis Jisae terangkat dengan kepala meninggi.
"Ini tidak berbahaya, aku tau kau bisa melindungi dirimu. Tapi aku bisa memanggil mereka. Kau bisa percaya pada mereka seperti kau percaya padaku."
"Kau, kau, kau. Aku ingin Unnie memanggilku dengan benar. Eomma memberiku nama yang indah."
Jisae menangkap kedua bahu Jisoo agar menatap serius padanya. "Sooyaa, lakukan hal yang diperlukan saja. Jangan menggunakan title-mu sebagai detektif. Kau mengerti? Kau tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat. Kau hanya perlu menerima diska lepas dari pemilik bar, dan semua selesai. Atau lebih baik lagi, kita tidak perlu bertukar posisi. Kau pulang, aku lakukan pekerjaanku, dan kita bertemu besok pagi. Keren."
"Terasa seperti Unnie yang sangat khawatir. Aku sudah 29 tahun, Unnie." Jisoo mengarahkan tangan Jisae yang semula di pundaknya pada pintu kamar hotel agar membukanya. "Aku sudah biasa melakukan yang seperti ini. Aku polisi, Unnie. Aku juga mantan pegawai MB Corp. Sebagai polisi, aku harus memastikan bar itu beroperasi sebagaimana mestinya."
Jisae menyerah. Matanya menatap lebih dipenuhi kejujuran. "Itu bukan negosiasi atau misi. Aku berencana datang ke sana untuk mendapatkan informasi tentang Lee Moo-saeng. Lisa mengatakan pemilik bar itu mengetahui seseorang yang terhubung dengan Lee Moo-saeng."
Keheningan menyapu ketika Jisoo terdiam.
"Unnie, sampai kapan kau akan membiarkan masa lalu mengikatmu? Kalau orang itu masih ada, dia pasti akan muncul di depan kita."
"Aku akan berhenti setelah datang ke bar itu. Kalau aku tidak bisa menemukan apa pun, maka ini yang terakhir. Aku ...." Jisae menahan menelan kuat-kuat air matanya. "Aku sangat kasihan pada Eomma."
"Kau menyayangi Eomma. Itu lebih tepat." Nafas Jisoo berhembus berat. "Aku yang akan ke sana. Aku yang akan membuktikan padamu, kalau orang itu memang sudah tiada."
Kesunyian lain memancing Jisoo menghidupkan suasana dengan berseru, "Apa itu meninggalkan bekas?" Membuka dua kancing kemeja Jisae. Jisoo tidak mendapatkan yang ingin dia lihat, karena masih ada kaos di balik kemeja Jisae.
"Tanganmu—— mau kupotong?" Jisae menyingkirkan tangan Jisoo. Mengancingkan kembali kemejanya.
10 Tahun Lalu ....
Dari kamar, langkah Jisoo terayun tegas, dengan kedua tangan mengepal menyingkirkan keraguan hatinya.
Melewati begitu saja seorang pembantu yang menghentikan langkah menunduk menghormati. Namun, kaki Jisoo berhenti dalam sekedip. Berbalik menemukan wanita tadi melanjutkan langkah.
"Permisi." Jisoo sedikit meninggikan suara agar bisa didengar. Melanjutkan kalimat ketika orang tadi kembali mendekat. "Samchon di rumah?"
"Hoejangnim belum pulang sejak semalam. Tuan Muda Seokjin mungkin sedang bersama Nona Jisae."
"Terima kasih."
Melalui wajah mereka, memang sulit untuk membedakan Jisae dan Jisoo. Namun, itu jadi mudah dengan menandai bersama siapa Seokjin lebih banyak menghabiskan waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agony Besides Love
FanfictionLee Jisae percaya bahwa di samping setiap cinta, terdapat lebih banyak penderitaan. Lee Jisoo berusaha menyangkal itu, meski dia yang paling tahu, bahwa hal itu ada benarnya. Setiap perkataannya menunjukkan bahwa dengan semua penderitaan yang mungki...