Pilihan untuk menjadi biasa saja tidaklah buruk. Kamu akan merasa tenang dan bebas.
.
.
.
.
.K A P T E N basket hebat, bersama timnya berhasil mempersembahkan kemenangan dan disegani tim-tim lawan.
Ketua OSIS yang berulang kali mewakili sekolah dalam olimpiade dan pulang membawa piala.
Novelis muda yang karya-karyanya best seller sampai difilmkan.
Setiap sekolah pasti memiliki murid-murid berprestasi semacam itu, 'kan?
Murid yang selalu membuat keributan ketika guru sedang mengajar.
Murid yang absensinya sangat kotor.
Murid yang membentuk gengnya sendiri, lalu menindas murid-murid lain.
Murid yang dikenai pelanggaran berat dan dikeluarkan dari sekolah.
Setiap sekolah pasti juga memiliki murid-murid bermasalah semacam itu, 'kan?
Janesa tidak termasuk dua kelompok itu. Dia bukan murid berpestasi, bukan pula murid bermasalah. Dia kelompok yang lain.
Janesa berada di tengah-tengah. Dia hanya murid biasa yang ingin menjalani kehidupan sekolah dengan santai dan nyaman. Tidak mau terjerumus dalam masalah yang menyusahkan diri. Tidak mau terlibat dengan kegiatan lain di luar proses belajar di kelas.
Menjadi biasa-biasa saja sangatlah menyenangkan. Tidak terbeban dengan tanggung jawab besar.
Perkenalkan, Janesa Janari. Diberi nama belakang Janari yang berarti pukul empat pagi, sesuai dengan waktu dia lahir. Kalau Janesa merupakan singkatan dari nama kedua orang tuanya: Jani dan Resa.
Mereka bilang anak perempuan terlahir sebagai bunga. Sedihnya, ada bunga-bunga yang ragu untuk mekar dan memilih bersembunyi di balik dedaunan lebat. Janesa termasuk bunga yang menyadari keindahannya dan selalu tampil penuh percaya diri.
Gadis itu menaruh kepala di meja. Terpejam menikmati sentuhan angin yang masuk lewat jendela. Ketika hampir terbuai oleh kantuk, terdengar ketukan di dekat telinga mengembalikan kesadaran.
Kelopak mata terbuka perlahan, seperti enggan memisahkan diri dari kantuk. Tadi mimpi apa, ya? Oh iya, belum sempat bermimpi.
Susu kotak rasa jeruk sedikit berembun. Dia menyentuh kemasan yang basah. Dingin. Pasti menyegarkan bila dialirkan ke tenggorokan.
Bangun serentak, menusuk sedotan yang segera dihubungkan ke mulut. Diseruput terburu-buru. Segar. Segar. Segar. Nikmat. Nikmat. Nikmat.
Si Tampan hanya mengawasi dari samping, kemudian tersenyum.
Janesa menggoyang-goyang kepala dan badan. Sesenang itu saat menikmati sesuatu yang lezat. "Uuuhhhhhhh. Ini enak bangett! Makasih, Rey!"
"Mau gue bagi dengan lo, tapi lonya nggak suka yang manis-manis." Janesa tersenyum. Bibir yang indah basah karena susu.
"Kecuali lo. Cuma lo yang manisnya gue suka." Sebenarnya ini gombalan murahan. Karena cara dia mengucapkan tidak terdengar genit, juga ekspresi wajah biasa, trik ini cukup berhasil.
Janesa menjauhkan sedotan dari mulut. "Mau ngegombal, kasih kode dulu. Biar gue siapin gombalan balasan."
"Gue digombalin nggak mempan." Suaranya berat dan dalam.
Alis terangkat, Janesa punya ide lain. "Kalau dipeluk?"
"Dipeluk lo? Kelar sudah!" Dia tertawa kecil. Ah, tampan sekali.
Janesa memuaskan mata dengan ketampanan di depannya. Tipikal wajah yang akan terus mengisi pikiran untuk waktu yang lama.
Sepasang mata hitam seperti dasar lautan, beradu tatap dengannya hanya akan membuatmu tenggelam. Dari samping hidung itu sungguh mengesankan, pahatan yang sempurna. Sulit untuk menentukan urutan, bagian mana yang paling memesona. Apakah mata yang laut, atau hidung bergaris lurus dengan ujung lancip yang halus itu?
Belum lagi, bibir. Merah dengan bentuk yang menggoda, mengingatkan pada ceri di atas cake.
Pandangan mata Janesa jatuh pada jemari panjang. Curang. Bahkan jarinya pun sangat indah.
Pesona orang ini tidak habis-habis. Tuhan pasti sangat puas, meletakkan secara teliti keindahan demi keindahan pada setiap bagian tubuhnya. Tampan dengan postur proposional. Orang-orang memanggilnya Rey.
"Rey?" panggil Janesa.
"Ya?" Lembut.
Janesa menggoyang kotak susu yang telah kosong. "Abis. Beli lagi."
"Oke. Tunggu bentar, ya." Dia setengah berlari menuju kantin.
Wajah, postur, haircut, gesture, suara, cara berpakaian. Pada pertemuan pertama, siapa pun bisa salah paham.
Biasa dipanggil Rey. Nereya Magenta, nama lengkapnya. Magenta dipilih sebagai nama belakang, karena dia lahir selepas senja saat langit keunguan atau pink tua. Sementara Nereya, diambil dari nama mendiang nenek.
Ya, dia perempuan. Perempuan yang sangat tampan.
Baik Janesa maupun Nereya ingin menjadi murid biasa saja, menjalani kehidupan sekolah dengan santai dan nyaman sampai lulus.
Tiba-tiba, alur berubah. Mau tidak mau mereka ikut terseret dalam persaingan. Demi kemenangan, yang lain harus dikalahkan.
Saat terjun ke medan perang, jangan ragu-ragu mengayunkan pedang. Itu nasihat bagus, jika kamu ingin menang.
.
.
.
.
.
.
Mari
berjalan
jatuh
terluka
membalut
sembuh
sukses
bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + S
Fiksi RemajaCantika Rabinar tidak takut menghadapi apa pun dan siapa pun. Karena sikap yang terlalu berani ini membuatnya terjebak dalam masalah besar. Prince yang sudah bosan dengan mainan lama, tertarik untuk menjadikan Cantika sebagai mainan baru. Tidak se...