15

780 148 68
                                    

jangan lupa comment!


Setelah beberapa hari merawat sang direktur dirumahnya, Jaemin kembali ke aktifitasnya seperti biasa. Keduanya kembali sibuk dengan berkas berkas serta proyek besar mereka yang masih berjalan. Namun anehnya, setelah kembali dari kediaman Lee, Jaemin mulai merasakan ketidaknyamanan yang tak biasa. Rasa mual, kelelahan, dan perubahan suasana hati membuatnya sulit untuk berfungsi sehari-hari. Awalnya, Jaemin menganggap ini sebagai efek dari stres dan kelelahan yang diakibatkan oleh masalah yang sebelumnya mereka alami dan karena tanggung jawab merawat Jeno pasca-operasi.

"Sekertaris Na, apa tidak sebaiknya kau beristirahat saja hari ini? wajahmu sangat pucat" ucap salah satu karyawan perusahaan Lee yang tampak khawatir dengan keadaan Jaemin saat ini.

"Ah, tidak apa-apa noona.. mungkin aku hanya masuk angin saja, akhir akhir ini makan ku telat dan terlalu sering begadang" senyum sayu serta jawaban lembut Jaemin berikan untuk menenangkan rasa khawatir rekan kerjanya itu.

Yang diberikan jawaban seperti itu hanya bisa menghela napas dan mengelus punggung sempit Jaemin "kalau ada apa apa langsung hubungi noona ya?" Jaemin pun mengangguk paham, ia memutuskan kembali bekerja seperti biasa dan menahan rasa pusingnya hingga waktu pulang tiba. Untungnya salah satu rekan kantornya ada yang satu arah dengan apartemennya, jadi Jaemin ditawari untuk pulang bersama mengingat dari mereka merasa khawatir dengan keadaan Jaemin yang semakin lemas.

Sesampai di apartemennya Jaemin langsung bergegas makan bubur dan dilanjut dengan minum obat yang sudah ia beli sebelumnya dalam perjalanan pulang, tanpa bebersih diri ia langsung membaringkan dirinya diatas ranjang dan berusaha terlelap berharap besok pagi akan lebih baik lagi.


Sayang seribu sayang, keadaan sehat bugar yang Jaemin harapkan setelah bangun tidur justru malah sebaliknya, mualnya semakin parah dan berkali-kali ia memuntahkan isi perutnya yang tak nyaman. gejala-gejala itu semakin parah, dan Jaemin akhirnya memutuskan untuk izin hari itu dan pergi ke dokter untuk memastikan keadaanya. 

Pagi itu, setelah serangkaian tes, dokter memberikan hasil yang mengejutkan—Jaemin ternyata hamil. Kabar tersebut benar-benar mengejutkan Jaemin, terutama karena ia tidak mengingat adanya kejadian yang bisa menjelaskan kehamilan ini secara langsung. Hasil tes yang mengejutkan mengungkapkan bahwa ia hamil. 

"Hamil, dok?" Tanyanya ragu. Ia mengingat ingat kapan dan dengan siapa dirinya berhubungan badan hingga membuahkan hasil yang kini hidup didalam perutnya. Hingga dirinya teringat satu-satunya orang yang pernah berhubungan intim "tanpa sengaja" dengan dirinya beberapa bulan yang lalu.

Dokter pun mengangguk.

"Iya tuan Na, usia kandungan anda sudah memasuki bulan ke 3. Apa selama ini anda tidak merasakan gejala gejala kehamilan?" Ucap dokter tersebut sambil menuliskan sebuat notes dan resep obat yang harus ia tebus.

"Saya.. baru akhir-akhir ini sih dok agak gak nyaman, mual pun baru seminggu terakhir dan terparah kemarin makanya saya baru memutuskan untuk konsultasi dengan pihak medis" Jelasnya, Dokter hanya tersenyum simpul mengingat hal yang sebelumnya Jaemin katakan bahwa ia adalah karyawan kantoran terutama sebagai sekertaris, mungkin terlalu sibuk hingga dirinya tidak sadar bahwa ada makhluk lain yang mulai hidup dan tumbuh didalam dirinya.

"Setelah ini, anda mungkin bisa mengurangi tekanan kerja terlebih dahulu. anda juga harus makan yang banyak dan menambah nutrisi dalam tubuh, karena walaupun janin dikandungan anda sehat namun ia terbilang kecil dan kurang bobotnya. Kalau tuan Na butuh surat kehamilan untuk diberikan ke atasan saya bisa berikan surat dokter."  

Setelah berkonsultasi dan mendapatkan beberapa vitamin, Jaemin segera pulang karena dirinya masih cukup kaget dan tubuhnya masih dalam kondisi yang lemah. Didalam kamarnya ia berdiri didepan cermin besar yang menampakkan seluruh tubuhnya, tangannya perlahan memegang perutnya yang entah mengapa baru ia sadar sudah sedikit membuncit.

"Jadi.. ada yang hidup didalam sini?" ucapnya pada diri sendiri. Ia menghela napas pelan.

"Adik kecil kenapa kau malah tumbuh disini, bahkan aku tidak ingat jelas bagaimana kejadiannya hari itu." dirinya bermonolog lagi.

"Oh, apa yang harus kulakukan.. pak Jeno sebentar lagi akan menikah dengan nona Karina, bagaimana bisa kamu malah tumbuh disini adik kecil.." dan Jaemin pun memutuskan untuk bebersih diri dan kembali ke ranjangnya untuk beristirahat.


— di kantor. 

Setelah melewati malam dengan terjaga dan berpikir panjang, Jaemin merasa bahwa yang terbaik adalah mundur dari pekerjaannya dan menjauh dari Jeno. Jeno, direktur yang sangat dihormati dan kekasihnya dalam hubungan profesional, sudah memiliki tunangan yang akan segera menikah. Jaemin merasa bahwa situasi ini akan menjadi terlalu rumit dan tidak adil bagi semua pihak jika ia terus terlibat dalam kehidupan Jeno.

Karina juga merupakan wanita yang sangat baik dan ia sangat hormati, dirinya banyak dibantu dan sering menemani wanita cantik itu jalan jalan untuk sekedar menghilangkan penat pekerjaan. Karina juga sudah menganggap dirinya lebih dari seorang sekertaris, dirinya dianggap teman yang mana cukup berharga bagi seorang karyawan biasa seperti dirinya memiliki teman salah satu konglomerat. Jadi ia tidak bisa menyakiti hati wanita cantik itu.

Dengan keputusan yang matang dan hati yang cukup berat, Jaemin memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Ia akan memberitahukan Jeno tentang keputusannya tanpa menyebutkan kehamilannya. 

"permisi pak Jeno."  Jeno yang dipanggil menolehkan wajahnya menatap sumber suara.

"Ada apa Jaemin?" Tanya nya.

Jaemin melangkah mendekati meja kerjanya dan memberikan sebuah amplop putih kepadanya. "Saya mau memberikan ini pak"

Jeno menerima amplop surat dari tangan Jaemin dan membukanya. Sang direktur dengan teliti membaca isi dari surat tersebut dan tanpa sadar raut wajahnya sedikit mengeras. "Ada masalah apa, Jaemin?" Jeno tampak bingung dan kecewa.

Jaemin tersenyum pahit. "Nenek saya sakit keras di kampung. Saya harus kembali ke sana untuk merawatnya. Saya tidak tega meninggalkannya sendirian dalam kondisi seperti ini."

Jeno terdiam sejenak, lalu mengangguk mengerti. "Saya mengerti, Jaemin. Keluarga lebih penting. Tapi, apakah kamu yakin dengan keputusan ini?" Tanya Jeno berusaha menyakinkan sang sekertaris.

"Kamu bisa membawa nenekmu untuk tinggal disini, saya akan berikan tempat tinggal dan fasilitas kesehatan yang layak dan semua dalam tanggungan perusahaan." Tawar Jeno yang berusaha meyakinkan Jaemin bahwa ada jalan lain selain mengundurkan diri dari perusahaannya.

Jaemin mengangguk mantap. "Terimakasih atas kebaikan anda pak Jeno. Namun saya sudah memikirkannya matang-matang, Pak. Ini adalah keputusan terbaik untuk saat ini."

Jeno mengusap wajahnya. "Baiklah, jika itu keputusanmu. Tapi, kapan kamu berencana pergi?"

"Sebisa mungkin secepatnya, Pak. Saya akan membereskan pekerjaan saya terlebih dahulu dan memilih serta melatih sekertaris baru anda untuk beberapa hari kedepan. Saya tetap akan pastikan bahwa sekertaris baru nanti bisa lebih kompenten dan diandalkan daripada saya," Jelas Jaemin.

Jeno menyerahkan kembali berkas pengunduran diri pada Jaemin. "Semoga nenekmu lekas sembuh. Dan, jika suatu saat kamu ingin kembali, pintu perusahaan ini selalu terbuka untukmu."

"Tunggu beberapa hari sebelum kamu benar benar resign, kantor juga akan memberikan jamuan. bagaimanapun, kamu salah satu orang yang memiliki pengaruh menjaga dan meninggikan perusahaan." 

Jaemin mengucapkan terima kasih pada Jeno dan memutuskan kembali ke ruangannya. Ia tahu, Jeno tidak akan pernah tahu alasan sebenarnya di balik pengunduran dirinya. Kehamilan yang tidak direncanakan ini membuatnya merasa sangat takut dan bingung. Dirinya dihadapkan oleh kenyataan bahwa ayah dari janin yang ada dikandungannya itu adalah tunangan orang lain dan sebentar lagi akan menjadi suami orang. Jaemin sangat mencintai pekerjaannya, ia mendedikasikan dirinya pada perusahaan tersebut selama bertahun tahun lamanya dan kini dengan berat hati, Jaemin memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Di sana, ia berharap bisa memulai hidup baru, jauh dari hiruk pikuk kota dan permasalahan yang sedang ia hadapi.


T B C.

30 comment, next chapt.


Ceo's sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang