Pt. 20

3.3K 206 3
                                    

A R V I O
Happy Reading semuanyaaa💜

..  ..


Setelah pembicaraan bersama Rico tadi malam, hari ini anak itu demam cukup tinggi hingga membuat Vincent memutuskan libur bekerja karena ia cukup khawatir dengan keadaan bungsunya.

Sebetulnya ada Rico dan Dikta yang libur sekolah karena sedang para guru sedang rapat, namun nyatanya Vio lebih menempel pada Vincent dan tak ingin jauh dari ayahnya itu. Mungkin karena sedang sakit sisi manjanya jadi keluar, dan Vincent sebagai seorang ayah tentu saja tak keberatan dengan itu.

"Setelah urusan selesai, kamu bisa langsung pulang. Jangan pergi dengan keadaan setengah hati begitu." Nasihat Vincent pada putra sulungnya yang saat itu tengah merapikan barang-barang miliknya.

Hari ini secara kebetulan ia ada jadwal operasi yang tak bisa ditinggalkan. Jadilah ia terpaksa harus pergi ke rumah sakit dan meninggalkan Vio yang saat ini tengah demam. Padahal jujur saja ia cukup khawatir dengan adiknya itu.

"Sebetulnya aku ingin mengambil cuti karena Vio sakit, tapi—"

"Tak apa, son. Adikmu bersama Papa. Lagipula ada Dikta dan Rico juga di rumah." Ujar Vincent menenangkan Gara.

Si sulung menghela nafasnya pasrah.
"Yasudah, Gara akan berangkat. Tapi jika ada apa-apa, langsung hubungi Gara, oke?"

Vincent mengangguk kecil. "Oke. Papa janji." Ucapnya.

Dan pada akhirnya Gara pun berangkat menuju ke tempat kerjanya walau dengan agak terpaksa.


.. ..


Selepas kepergian putra sulungnya, Vincent memutuskan membawa Vio yang tidur dalam gendongannya menuju ke ruang keluarga.

Omong-omong si bungsu belum makan apapun sedari tadi malam, dan Vincent berniat memasak bubur dan juga lauk yang mungkin akan bisa diterima oleh Vio.

"Dikta.. Rico.." Panggil Vincent.

Keduanya menoleh ke arah sang ayah. "Ada apa, Pah?"

Vincent tak langsung menjawab. Pria itu melangkahkan kakinya mendekat pada dua putranya yang sedang asik menonton film di pagi hari.

"Papa ingin memasak untuk Vio, bisa titip sebentar? Tapi jangan sampai bangun." Pinta sang ayah.

Dikta melirik sebentar adik bungsunya yang tampak pucat itu.

"Sini. Biar aku yang menggendong adikku." Ucap Dikta merentangkan kedua tangannya.

"Manjain aja terus.. Giliran sama adek mana ada manis gitu.."

Rico yang ada disebelah Dikta hanya memutar bola matanya malas. Biasanya manusia disampingnya ini tak suka dengan hal-hal yang merepotkan dalam bentuk apapun, tapi semenjak ada Vio rasanya Dikta berubah. Dia mau melakukan apa saja untuk anak kecil kurang gizi itu.

Bohong jika berkata Rico tak memperhatikan dua kakak beradik disebelahnya. Walau memang dilihat Vio benar-benar sakit tapi Rico lumayan merasa panas melihat interaksi antara keduanya.

"Gerah anjir.. Gerah.." Batin Rico kesal.

Karena merasa tak nyaman, pada akhirnya Rico memutuskan untuk pergi jalan-jalan keluar rumah.

Saat akan beranjak dari duduknya Dikta menatap mantan adik bungsunya dengan tatapan bertanya.

"Kemana?" Tanyanya.

Rico yang ditanya melirik sekilas dan menjawab singkat.
"Mau main." Ucapnya.

Tak ingin terlibat pertanyaan lagi, Rico pun bergegas pergi meninggalkan keduanya. Entah akan kemana Rico pun tak tahu, tapi yang jelas ia ingin pergi menjauh saja daripada nantinya ia kelepasan.

A R V I OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang