Kaelan menatap rumit gerbang sekolah itu beberapa saat. Ia duduk di samping kemudi dengan sang ayah berada di bagian penumpang.
"Ingat yang kukatakan"
Kaelan tak menengok namun sadar bawah tatapan ayahnya terasa hingga menembus lapisan kursi tempatnya duduk. Kedua tangannya menggenggam erat di atas paha. Menahan penghinaan yang pria tua berstatus ayahnya itu berikan.
"Kalau tidak bisa dengan meminta, maka berlututlah. Dapatkan kembali uang ku yang sudah kau hilangkan"
"Baik ayah"
"Keluar. Aku sudah muak denganmu"
Mendengar perintah itu, barulah kaelan membuka pintunya. Berdiri di samping mobil hitam dan melihatnya melaju meninggalkan kaelan dengan perintah bagai peliharaan.
Kaelan berbalik, menatap gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Ia hanya individu kecil di sini. Tapi di dunia ini ia jelas memiliki peran penting. "Aku rasa ini akan menjadi menarik"
Ia kemudian melangkah dengan dagu terangkat. Kaelan bertekad, ia akan menghindari karya aslinya daripada menambah kesengsaraan pada takdirnya.
Ia sadar setiap langkah yang ia ambil menarik tatapan oleh penghuni sekolah. Bisik-bisik jahat tentang dirinya berusaha ia abaikan. Begitupan dengan cibiran langsung yang ditujukan untuknya. Tak menghentikan langkah kaelan menuju ruang kelas. Lebih cepat sampai lebih baik. Ia bisa menyimpan beberapa menit rebahan di atas meja, pikirnya.
Menumpu kepalanya di meja. Kaelan mendengus.
'Mari kita tinjau lagi informasinya'
Keluarga everhart dan keluarga bellmare bukanlah saingan bisnis secara langsung. Jika keluarga everhart fokus pada bidang pemasaran dalam dan luar negri. Sedangkan keluarga bellmare hanyalah pembisnis untuk pemasaran di pariwisata. Jadi bisa di katakan, walau keluarga everhart merupakan keluarga dengan saham perusahaan bernilai jutaan dolar, keluarga bellmare memiliki spot wisata lebih banyak dari perusahaan lain di kelasnya.
Namun ayahnya, kedrick bellmare bukan lah orang dengan keinginan serakah. 'Setidaknya itu yang ingatan ini berikan tentang ayahku'. Tapi kaelan kembali berusaha mengingat.
Nihil.
Ia lupa kenapa ibunya tidak tinggal bersamanya. Ia lupa sejak kapan sang ayah berubah. Tidak ada ingatan mengenai semua itu. Apalagi ingatan mengapa ayahnya ingin menguasai saham everhart. Yang ia ingat di setiap proyek, ayahnya berusaha menggaet everhart untuk menjadi donatur. Beberapa jebakan dan sisanya memang proyek asli.
Lalu kenapa?
Kaelan terus bertanya tanya. Membuatnya hanyut dalam pikiran hingga keluar main. Membuatnya terlalu linglung hingga tak sengaja menabrak orang yang membawa semangkuk bakso hingga tumpah.
Disinilah kaelan. Ia masih meminta maaf walau sudah jatuh terduduk menjadi tontonan gratis pengunjung kantin. Setelah orang tadi pergi, yang kaelan tak ingin tau siapa. Toh akan banyak adegan seperti ini kedepannya.
Kaelan berjalan dengan roti kismis dan susu kotak coklat di tangannya. Sejak kemarin pagi perutnya tak terisi. Tadi pagi pelayan membawakan roti gandum dengan bagian tengah berjamur dan segelas air putih.
Makanan rumah sakit masih lebih baik daripada makanan di mansion itu.
Jadi kaelan hanya menatapnya dan memakai pakaian. Walau ia tidak memiliki aset banyak. Kartu yang ia miliki juga bukan berarti kosong. Cukup untuk menghidupi gaya hidup kelas bawah selama sebulan.
Saat berjalan ke arah luar kantin. Tatapannya bertemu dengan mereka.
Para protagonis dunia ini.
'Heh'
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Yang Ternyata Korban [BL]
Roman pour AdolescentsAku bertransmigrasi ke dalam novel remaja erotis setelah 20 tahun berjuang melawan kanker di ranjang rumah sakit. Menjadi seorang penjahat yang di takdirkan mati di tangan pemeran utama pria. Klise. Meski begitu aku tidak memiliki keinginan untuk m...