chap 3

58 7 0
                                    

Chapter 3: Bayangan di Balik Senyum

Hari-hari berikutnya terasa berat bagi Renjun. Ia berusaha untuk bersikap normal di depan para member lainnya, namun pikirannya selalu tertuju pada Haechan. Ia melihat perubahan yang terjadi pada sahabatnya itu, perubahan yang tak dapat ia abaikan.

Haechan yang biasanya penuh semangat dan ceria, kini tampak lesu dan pucat. Ia sering mengeluh kelelahan, namun selalu menolak untuk berobat. Ia juga sering terlihat melamun, matanya kosong, dan senyumnya terasa hambar.

Renjun mencoba untuk mendekati Haechan, namun Haechan selalu menghindar. Ia selalu memberikan alasan yang dibuat-buat, seperti kelelahan, ingin sendiri, atau sedang fokus pada latihan.

"Haechan, kau baik-baik saja?" Renjun bertanya dengan suara lembut, saat mereka sedang makan siang bersama.

Haechan tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kelelahan yang menyelimuti tubuhnya. "Aku baik-baik saja, hyung. Hanya sedikit lelah," jawabnya, berusaha terdengar ceria.

Renjun mengerutkan kening. Ia tahu Haechan sedang tidak baik, namun sahabatnya itu selalu menyembunyikan perasaannya. "Kau terlihat pucat. Mungkin kau harus istirahat sebentar," saran Renjun.

"Tidak perlu, hyung. Aku bisa melakukannya," jawab Haechan, memaksakan senyumnya.

Renjun merasa ada yang salah. Ia tahu bahwa Haechan sedang menyembunyikan sesuatu, namun ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia mencoba mendekati Haechan, namun Haechan selalu menghindar.

"Haechan, kau bisa cerita padaku," kata Renjun, suaranya terdengar lembut. "Aku akan selalu ada untukmu."

Haechan terdiam, matanya menatap Renjun dengan penuh rasa bersalah. Ia ingin menceritakan semuanya, namun ia takut. Ia takut akan reaksi Renjun, takut akan kekecewaan dan kesedihan di matanya.

"Aku... aku baik-baik saja," jawab Haechan, suaranya terdengar bergetar.

Renjun meraih tangan Haechan, menggenggamnya dengan erat. "Aku tahu kau tidak baik-baik saja, Haechan. Kau bisa cerita padaku. Aku akan selalu ada untukmu."

Haechan terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menceritakan semuanya, namun ia takut. Ia takut akan reaksi Renjun, takut akan kekecewaan dan kesedihan di matanya.

"Aku... aku..." Haechan terbata-bata, tak mampu melanjutkan kalimatnya.

Renjun menatap Haechan dengan penuh pengertian. Ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang berjuang dengan sesuatu yang berat, dan ia ingin memberikan dukungan penuh untuknya.

"Tenanglah, Haechan. Aku akan selalu ada untukmu," bisik Renjun, matanya memancarkan kasih sayang.

Haechan terdiam, matanya menatap Renjun dengan penuh rasa terima kasih. Ia tahu bahwa ia memiliki sahabat yang baik, yang selalu ada untuknya.

"Aku... aku akan cerita nanti," jawab Haechan, suaranya terdengar lebih tenang.

Renjun mengangguk, dan ia pun kembali ke latihan bersama para member lainnya.

Haechan terdiam, matanya terpejam. Ia mencoba untuk mengumpulkan keberanian untuk menceritakan semuanya kepada Renjun, namun ia masih takut. Ia takut akan reaksi Renjun, takut akan kekecewaan dan kesedihan di matanya.

Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi. Ia harus menceritakan semuanya, agar Renjun dan para member lainnya dapat mengerti apa yang sedang ia alami.

Haechan membuka matanya, menatap langit-langit ruangan latihan. Ia tahu bahwa ia harus kuat, ia harus berjuang untuk dirinya sendiri dan untuk para member yang selalu mencintainya.

Senyum Haechan kembali muncul, namun kali ini senyumnya terasa lebih berat, dipenuhi dengan bayangan kesedihan dan ketakutan.

Renjun memperhatikan Haechan dari kejauhan. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh sahabatnya itu, dan ia bertekad untuk membantu Haechan, meskipun ia harus menjaga rahasia itu. Renjun berjanji untuk selalu ada untuk Haechan, untuk mendukungnya dalam segala hal, dan untuk menjadi tempat bergantungnya.

Renjun tahu bahwa ia harus kuat, ia harus menjadi sandaran bagi Haechan, yang sedang berjuang melawan sesuatu yang tak terlihat. Ia berjanji untuk selalu ada untuk Haechan, sampai akhir.

Suatu sore, setelah latihan dance, Renjun mengajak Haechan untuk berjalan-jalan di taman dekat dorm mereka. Ia ingin berbicara dengan Haechan, ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Haechan, kau bisa cerita padaku," kata Renjun, suaranya terdengar lembut. "Aku akan selalu ada untukmu."

Haechan terdiam, matanya menatap Renjun dengan penuh rasa bersalah. Ia ingin menceritakan semuanya, namun ia takut. Ia takut akan reaksi Renjun, takut akan kekecewaan dan kesedihan di matanya.

"Aku... aku baik-baik saja," jawab Haechan, suaranya terdengar bergetar.

Renjun meraih tangan Haechan, menggenggamnya dengan erat. "Aku tahu kau tidak baik-baik saja, Haechan. Kau bisa cerita padaku. Aku akan selalu ada untukmu."

Haechan terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menceritakan semuanya, namun ia takut. Ia takut akan reaksi Renjun, takut akan kekecewaan dan kesedihan di matanya.

"Aku... aku..." Haechan terbata-bata, tak mampu melanjutkan kalimatnya.

Renjun menatap Haechan dengan penuh pengertian. Ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang berjuang dengan sesuatu yang berat, dan ia ingin memberikan dukungan penuh untuknya.

"Tenanglah, Haechan. Aku akan selalu ada untukmu," bisik Renjun, matanya memancarkan kasih sayang.

Haechan terdiam, matanya menatap Renjun dengan penuh rasa terima kasih. Ia tahu bahwa ia memiliki sahabat yang baik, yang selalu ada untuknya.

"Aku... aku akan cerita nanti," jawab Haechan, suaranya terdengar lebih tenang.

Renjun mengangguk, dan mereka pun berjalan berdampingan di taman, menikmati suasana sore yang tenang.

Renjun tahu bahwa Haechan sedang menyembunyikan sesuatu yang berat, dan ia bertekad untuk membantu sahabatnya itu. Ia berjanji untuk selalu ada untuk Haechan, untuk mendukungnya dalam segala hal, dan untuk menjadi tempat bergantungnya.
setelah itu pun mereka memutuskan untuk kembali ke dorm

senyum trakhir haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang