Namanya Summer

32 4 1
                                    

"Namanya Summer. Persis seperti musim yang aku suka." Ujar Alaric mengakhiri cerita panjang mengenai perempuan yang tadi siang mendadak muncul dihadapannya. Dia murid pindahan dari luar kota.

"Kelas berapa?" Tanya Jevano seraya menggigit burgernya. Alaric mendadak menepuk keningnya cukup keras sampai bersuara, Juna yang ada didepan mereka tertawa melihat tingkah temannya itu.

"Banyak sekali pertanyaan yang aku berikan padanya sampai dia lupa menjawab itu. Tapi kupikir kami satu angkatan, tak tahu juga yang pasti kami seumuran." Alaric tersenyum lebar lalu meminum sodanya.

Jevano dan Juna saling melirik sepertinya pemuda yang mereka anggap sebagai adik itu sudah dilanda terjangan dari ombak yang dinamai jatuh cinta. Dia tak bisa berhenti membicarakan gadis itu, senyumannya tak hilang meskipun mulutnya sibuk mengunyah.

Summer itu gadis yang cantik dengan rambut hitam panjangnya, meskipun bagi Jevano dia terlihat seperti perempuan yang suka menggoda para lelaki. (Jevano bisa menebaknya karena pertemuan pertama mereka di rumah Juna). Namun melihat Alaric yang begitu bahagia hanya dengan berbicara dengannya Jevano agak ragu untuk menjauhkan mereka. Adiknya ini lucu sekali ketika sedang bahagia.

"Tapi ..."

Alaric dan Juna segera menoleh kearah Jevano yang sedang memandang kearah lain dengan mata menyipitnya seolah sedang menganalisa sesuatu. Tak tahu pada orang yang ada tak jauh didepannya atau dikepalanya. Di kedai burger ini terlalu banyak pengunjung tak bisa ia prediksi.

"Apa kau yakin dia menyukaimu?"

Alaric menutup mulutnya, apa sekarang dia tengah tersipu malu?

"Dua kali bertemu dan Summer sendiri yang menemui Alaric. Kupikir bisa saja." Malah Juna yang menjawab.

"Lalu kau akan mengajaknya kencan?" Jevano beralih menatap adiknya. Untuk sekarang ia berharap bukan Juna yang menjawab. Merasakan maksud Kakaknya, Alaric berdeham sebentar sebelum menjawab.

"Jika diperlukan aku akan-"

"Jangan, kau tak boleh langsung menyatakan perasaanmu padanya. Tidak boleh, apa yang kamu rasakan sekarang terlalu dini untuk di simpulkan. Lalu kau baru saja bertemu dengannya dua kali, kau belum benar-benar mengenalnya. Tolong jangan mengajaknya kencan dulu, berteman saja lebih lama nanti b-"

Seolah karma sekarang ucapan Jevano yang terpotong karena pukulan pelan dibahu dari Juna.

"Kau terlalu serius Jevano. Alaric hanya ingin memacari orang yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali. Tak perlu seserius itu, Alaric bukan sedang mencari sosok yang akan dijadikannya pendamping hidup. kita masih muda tak apa-apa jika mengajak kencan orang baru, kita semua butuh pengalaman untuk bertahan di masa depan." Jelas Juna yang langsung diberi acungan jempol dari Alaric.

Bagi Jevano tak ada benarnya apa yang dikatakan Juna. Mungkin karena dia itu playboy jadi bisa mengatakan kalau kita boleh saja mengencani orang sembarang karena bagi Jevano itu tidak bisa ia lakukan. Kalau ia pribadi akan menjalin hubungan dengan orang yang benar-benar ia sukai dan berharap perjalanan cintanya abadi tanpa harus bergunta-ganti kekasih dulu.

Ia tak ingin mencari pengalaman diberbagai perempuan, mau tak mau Jevano akan menjadi kisah buruk dari salah satu mereka. Pokoknya seberapa panjangpun jangka waktu dalam menjalin hubungannya, mengenali orang butuh dilakukan dalam waktu yang lama supaya kita tahu baik buruk orang itu.

"Tidak. Pokoknya kau berteman dulu saja dengannya." Ucap Jevano final seraya menunjuk Alaric. Sang adik hanya memutar bola matanya. Tak ingin berbicara pada Jevano jadi ia menghabiskan burgernya sembari menghadap kearah lain.

"Jika si Summer itu diambil orang bagaimana? Bagaimana nasib adikmu?" Juna masih ingin berdebat.

"Ya berarti mereka tidak ditakdirkan bersama." Jawab Jevano dengan acuh.

Terdengar suara keras khas Juna menggelegar membuat beberapa orang menoleh pada meja mereka. "Kau percaya pada takdir? Takdir itu hal yang tak akan pernah bisa kita prediksi. Kau tahu orang tua Rama yang sering kita lihat romantis dan terlihat seperti mereka memang terlahir untuk satu sama lain karena takdirnya, akhirnyakan berpisah juga."

Jevano hanya diam dengan begitu Juna melanjutkannya, "biarkan saja adikmu melakukan apa yang dia mau, kapan lagi kita bisa melihatnya senang seperti ini."

Jevano menatap adiknya yang pipinya mengembung karena dipenuhi makanannya, benar sekali. Setelah ditinggal Ibunda kesayangan mereka dengan cara yang begitu mendadak kehidupan mereka berjalan lambat, dikabuti hitam dan putih. Mungkin memang tak ada yang berubah dari Alaric, dia masih seperti yang biasanya meskipun dihari terburuknya, terlalu pandai menutupi kesedihannya. Dia selalu menjadi pencair suasana. dibanding Jevano, Alaric yang lebih kuat.

Sekarang terserah saja, apapun yang terjadi Jevano akan melindunginya. Ia akan menangkap kembarannya itu jika terjatuh seperti biasanya.

"Terserah tapi jangan menangis padaku jika dia mendadak meninggalkanmu dalam tiga hari."

***

Setelah perut mereka kenyang ketiga sahabat itu pulang kerumah masing-masing. Juna yang jarak rumahnya jauh dengan arah berbeda pergi dengan motornya sedangkan si kembar memilih berjalan kaki.

Tak banyak obrolan yang keluar dari mulut mereka, namun Jevano sesekali menengok ke belakang. Membuat Alaric juga mengikuti apa yang dia lakukan tetapi dibelakang mereka tak ada siapapun selain mobil yang melintas.

"Kenapa?" Tanya Alaric.

"Aku merasa ada yang mengikuti kita." Jawabnya pelan.

"Tapi tak ada orang ditrotoar ini selain kita."

"Itu anehnya."

"Makannya jangan banyak nonton film hantu. Atau sesuatu dengan genre thriller." Ejek Alaric diakhiri kekehan yang terdengar menjengkelkan dari Jevano.

"Ngomong-ngomong, apa kau ingat jika si Summer itu juga meminta padaku untuk menjadi kekasihnya?" Jevano kembali mengungkit perempuan itu. Keduanya pun berhenti berjalan.

"Tentu. Tadi juga dia bilang jika apa yang dikatakannya kemarin di pesta Juna hanya gurauan. Dia sedikit meminum alkohol kemarin dan membuatnya sedikit mabuk."

Kening Jevano mengerut, "Seingatku dia terlihat baik-baik saja."

Alaric mengangkat bahunya, "dia sendiri yang mengatkannya dan aku percaya."

"Dia jelas berbohong padamu dan kau masih menyukainya?"

Alaric hanya mengangguk sembari mengulum bibir tipisnya. Mungkin menyembunyikan senyumnya.

"Dia jelas bukan perempuan yang baik."

"Tapi aku tetap menyukainya."

"Kau gila."

Mendadak saja Alaric menunjuk sesuatu yang ada dibelakang Jevano. Wajahnya menampakan raut ketakutan sampai Jevano mengikuti arah telunjuknya dengan panik.

"Itu hantu."

Alaric berlari begitu saja meninggalkan Jevano yang belum sempat menemukan hantu yang kembarannya maksud, ia terlanjur ikut berlari mengikuti Alaric karena ketakutan.

Jevano benar, ada orang yang mengikuti mereka. Sedari tadi orang itu juga ada didekat mereka. Tepat disebrang mereka ada mobil yang terparkir di sisi jalan dan didalamnya satu orang terlihat mengawasi mereka. Dia bahkan mulai kembali menyalakan mobilnya untuk mengikuti si kembar sampai rumah.

***

Double update because today is my birthday!

like a dream | JenricTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang