"Apa yang kamu pikir sedang kamu lakukan, hah?!"
Haruka bergerak mundur, nyaris saja terjatuh saat tubuhnya didorong secara kasar oleh Jō.
Male-Omega itu terdiam dengan pandangan linglung, saat dia menatap pada bantal yang dia pegang, lalu pada Jō yang memandangnya marah didepan sana. Alpha laki-laki itu tampak berdiri disisi putra mereka yang terlelap nyaman di atas ranjang, dimana Haruka tadi nyaris meletakkan bantalnya disana.
"Aku, itu一"
"Apa kamu sudah kehilangan kewarasanmu?! Kenapa kamu ingin membunuh anakmu sendiri!?" Haruka tergagap, saat Jō memandangnya dengan kedua matanya yang dipenuhi oleh kesakitan, airmatanya jatuh. "Kalau saja aku terlambat untuk datang, kamu benar-benar akan berhasil untuk melakukan itu!" Jō meraung marah. Meremas rambutnya kasar demi melampiaskan emosi yang menggelegak didalam sana, terasa membuat kepalanya ingin meledak.
Laki-laki itu dapat merasakan bagaimana kedua tangannya bergetar hebat, kalau saja dia terlambat beberapa menit, kalau saja dia tidak ada dirumah hari ini一
Jō menggigit bibirnya hingga berdarah, saat dia kembali menatap pada pasangannya, yang Jō temukan adalah kesakitan. Male-Omega itu tampak berdiri dengan tidak stabil, seolah-olah kesadarannya tidak ada disana, seolah-olah dia benar-benar telah kehilangan kontrol akan dirinya sendiri.
Semenjak kepulangan mereka dari rumah sakit beberapa minggu yang lalu, Haruka memang mulai menunjukkan tindakan demi tindakan yang aneh. Male-Omega itu terkadang tampak melamun, sering kali terlambat untuk bereaksi. Jō awalnya berpikir bahwa pasangannya itu mungkin sedang dalam fase yang sering di alami oleh seorang ibu yang baru saja memiliki bayi disamping mereka, namun lama-lama itu bergerak kearah yang berbahaya.
"Kamu perlu berobat. Nanti siang aku akan memanggil psikiater."
Haruka memandangnya, kosong. Namun itu perlahan-lahan terisi oleh suatu emosi yang menakutkan. "Psikiater? Apa kamu pikir aku gila?"
"Tidak ada orang waras yang berpikir untuk membunuh anaknya, bahkan beberapa kali."
Haruka tertawa. Itu adalah jenis tawa pahit yang membuat siapapun bersimpati. Jō bahkan sekilas merasakan hatinya tenggelam dengan menyakitkan saat dia memperhatikan sang istri.
"KAMU PIKIR KARENA SIAPA AKU BERAKHIR SEPERTI INI, HAH?! INI ADALAH SALAHMU! SEJAK AWAL YANG TELAH KEHILANGAN KEWARASAN ADALAH DIRIMU! ITU KAMU!"
Kala itu, teriakan Haruka rupanya membangunkan bayi mereka. Bayi itu menangis dengan kencang, membuat keduanya serempak memandang kearahnya dengan pandangan berbeda.
"Kotoha!" Jō berteriak. Memanggil salah satu pelayannya. Begitu yang disebut telah muncul, Jō lantas meraih bayinya, mengabaikan sejenak presensi sang istri. "Rawat Hiroki sebentar. Aku ada urusan yang perlu diselesaikan dengan istriku. Dan berikan dia susu ini."
Kotoha menerima bayi yang menangis itu dengan perlahan. Pelayan itu tidak melakukan tindakan yang berlebihan. Sekalipun dia tahu apa yang sedang terjadi. "Baik, Tuan." Dan saat dia akhirnya menggenggam botol susu yang masih terisi banyak ditangannya, Beta itu akhirnya undur diri meninggalkan ruangan.
Tangisan bayi yang samar-samar terdengar adalah pengiring dari suasana yang terasa mencekam.
Jō mengepalkan kedua tangannya erat hingga kuku-kuku jemarinya menusuk masuk kedalam kulit. Perasaannya benar-benar kacau saat ini. Lantaran Alpha yang tumbuh di dalam dirinya diliputi oleh kemarahan dan kekecewaan, membuat dadanya sesak. Instingnya sebagai seorang ayah benar-benar membuatnya nyaris kalap. Namun saat dia melihat bagaimana Omega-nya tampak lebih hancur dari dirinya sendiri, Jō berusaha untuk menahan diri.
Ini adalah karma.
Sesuatu seakan berbisik didalam kepalanya. Togame Jō menarik nafas berkali-kali, berusaha menjernihkan pikirannya. Laki-laki itu tatap pasangannya yang berdiri setengah linglung, menatap pada pintu dimana putra mereka baru saja dibawa pergi.
"Aku akan menguncimu disini. Jadi kamu bisa menjernihkan pikiranmu sampai psikiater datang. Dan setelah semua itu selesai, aku akan membawa Hiroki kembali."
Haruka menoleh, memandangnya dengan kelopak mata yang sedikit melebar. "Apa katamu?"
"Aku bilang kamu akan tetap disini sampai psikiater datang." Jō balas memandangnya, sorot mata dari sepasang iris hijau itu tampak menyimpan banyak hal. "Dan sampai segalanya membaik, aku akan menjauhkan Hiroki darimu." Dan Alpha laki-laki itu pergi begitu saja. Meninggalkan Haruka tanpa memberinya kesempatan untuk menjawab. Dan saat Jō telah berada di luar kamar dengan posisi menghadap langsung ke dalam, dia menemukan profil istrinya yang hanya diam dan diam, menundukkan kepala untuk menyembunyikan ekspresinya dari apapun itu.
Hanya sekilas, dan Jō kembali merasakan hatinya tenggelam dan tenggelam dengan menyakitkan. Laki-laki itu segera menutup pintu dan menguncinya saat kedua matanya terasa panas.
Ini adalah tindakan yang terbaik.
.
.
.
Atau begitulah Jō berpikir.
Laki-laki itu terdiam, berpikir bahwa tubuhnya mulai membeku saat dia membuka pintu hanya untuk dihadapkan dengan istrinya yang terbaring di atas genangan darahnya sendiri.
Laki-laki itu mengerjapkan kedua matanya berkali-kali, berpikir dia mungkin hanya salah untuk melihat. Namun itu nyata. Sesosok yang terbaring di atas genangan darah itu nyata adanya. Pasangannya!
Jō akhirnya berlari. Meraih tubuh yang sedikitnya masih terasa hangat diantara kulitnya. Laki-laki itu tidak peduli saat bagaimana tubuhnya kotor oleh noda darah, dia dengan panik menepuk wajah sang istri, berharap setidaknya ada suatu respon berarti.
"Kamu harus hidup." Alpha laki-laki itu tergagap saat dia menemukan denyut nadi yang terasa sangat lemah, tubuhnya gemetar dengan sangat buruk saat dia akhirnya mengangkat istrinya kedalam gendongan, membawanya pergi ke rumah sakit dalam kepanikan.
Di lantai dasar rumahnya, psikiater yang Jō panggil menjerit dengan ngeri saat melihat darah mengalir tanpa henti dari sobekan besar yang ada di pergelangan tangan kiri Togame Haruka. |tbc.|
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You | TogaSaku
Fanfiction"People call me the freak. They say I'm sick and it won't take a long till my sickness spreads worldwide. But i don't care. As long as i can keeps you on my side, whatever i will do." . . . 𝐖𝐈𝐍𝐃 𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐄𝐑 : Nii Satoru. 𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 : OOC...