~Bab 1~

3 1 0
                                    

“Benarkah pakaian untuk pergi sekolah seperti ini? Tidak banget. Ini pakaian lebih cocok untuk jadi kain lap di rumahku.”

Helgania menggeleng-gelengkan kepala karena tidak percaya dengan seragam yang dikenakan saat ini, ia menghela nafasnya perlahan.

“ZESSICA … SEDANG APA KAMU DI DALAM? BUATKAN SARAPAN UNTUKKU.”

Teriakan itu membuat Helgania mendesis pelan, menyipitkan kedua matanya ke arah pintu kayu yang sudah ringkih dan copot jika dibuka dengan keras. Ia berdecak pelan, meraih tas ransel, menyampirkannya dibahu kiri, lalu melangkahkan kaki keluar dari kamar.

Helgania menatap datar laki-laki yang duduk bangku kayu dengan kedua kaki yang berada di atas meja, dirinya mendekat dan ….

DUK

“AWW!”

Helgania hanya menyunggingkan senyum, mengendikkan kedua bahunya dan melenggang pergi, seolah tidak perlu ada yang dikhawatirkan akan kondisi laki-laki mengenakan kaos lengan pendek yang memperlihatkan otot lengan.

“ZESSICA!”

“Berisik,” ketus Helgania yang berdiri di dekat pintu, ia menoleh dan melihat Arinando Michaelson yang berdiri dengan suara menggeram. “Kamu seperti peliharaanku yang sedang kelaparan,” lanjutnya.

“Apa kamu bilang? Siapa yang mengajarimu untuk tidak sopan kepada kakakmu?” tanya Arinando dengan penuh penekanan, melangkahkan kaki mendekati Helgania bersidekap dada dengan dagu yang naik.

“Kakak seperti kamu ini memang pantas untuk aku injak-injak … jelek … tidak punya uang … sok berkuasa … oh satu lagi, kakak mana yang menyuruh-nyuruh adiknya, hm?” oceh Helgania dengan berani, mengangkat tangannya saat pria dihadapannya saat ini ingin menamparnya.

“Sekali saja tanganmu itu menyuntuhku, aku akan membuat kakimu patah,” tegas perempuan itu, mencengkram pergelangan tangan Arinando sehingga pria itu meringis kesakitann.

Helgania menunjukkan taringnya pada pagi hari ini. Pertama, ia menendang kursi kayu yang diduduki oleh Arinando, dan membuat Arinando terjatuh dengan kening menubruk meja kayu dihadapannya. Kedua, Helgania mencengkram dan memelintir tangan Arinando.

“Aww … Ibu akan marah diatas sana melihat kamu yang tidak sopan kepada … aw … iya … iya … lepasinn,” oceh Arinando, lalu mengibaskan tangannya saat perempuan dihadapannya ini melepaskannya.

Helgania hanya menampilkan ekspresi datar, ia berbalik dan meninggalkan Arinando yang mengumpat karena mendapatkan perlakuan kasar.  Hal itu membuat Arinando bingung, pasalnya, sang adik tidak pernah bertindak seperti itu, dan sangat penurut.

“Apa jangan-jangan dia bukan adikku?” gumam Arinando, kembali memperhatikan tubuh Zessica yang sudah sedikit menjauh. “Tapi dia benar-benar adikku,” lanjutnya, dan menggelengkan kepala.

Sedangkan Helgania melangkah dengan kedua tangan yang terlipat di perut, ekspresi wajahnya datar dan menatap sekeliling.

“Aku harus naik apa ke sekolah?” gumamnya saat tiba di jalan besar, menipiskan bibir. “Tidak mungkin kan aku jalan kaki ke sekolah?” ucapnya dengan pelan, lalu ada  sebuah angkutan umum yang berhenti dihadapannya.

“Naik, Neng,” ucap supir angkutan itu kepada Helgania yang menaikkan sebelah alisnya.

“Naik?” ucap perempuan itu dengan pelan, lalu menatap ke dalam angkutan umum. “Apakah aku muat di dalam?” tanyanya kepada supir angkot.

Hal itu membuat supirnya tertawa, “Kalau di dalam tidak muat, neng bisa duduk di depan. Saya lewat depan sekolahan, Neng,” tuturnya, melirik bat nama sekolah yang ada di lengan kiri.

AKU HELGANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang