Pukul lima pagi Binta menyibak selimutnya. Melakukan sedikit perenggangan pada tubuhnya kemudian duduk di tepi kasur. Matanya mengerjap seolah tak rela terbuka. Tubuhnya masih ingin tidur. Hari ini sekolah, Binta harus membuat sarapan sebelum jam enam berangkat sekolah. Sekolahnya menyebalkan, ia menuntut ilmu di SMA Parahyangan. Bel masuk berbunyi pukul 06.30, tapi gerbang ditutup jam 06.15.
Binta berdiri di hadapan cermin. Mengucir rambutnya asal, kemudian bergegas menuju kamar mandi. Saat lengannya menyentuh air, Binta mencebik. Airnya terasa kurang segar. Air di daerah rumahnya menggunakan PDAM. Mengucurnya pun tak deras. Binta membasuh mukanya lalu berjalan menuju dapur.
Ia ingat kemaren memiliki tempe yang siap di goreng. Binta membuka kulkas, mengeluarkam tempe serta bahan dapur. Mulai menyalakan kompor, kemudian mengupas bawang merah. Dulu, setiap kali Binta ingin membantu ibunya, Binta selalu kebagian mengubas bawang merah dan bawang putih. Jarang sekali disuruh memotong sayuran bahkan membantu menumis. Ah, Binta jadi rindu.
Binta melirik wajan, sepertinya minyaknya sudah panas. Ia mencelupkan tiga tempenya ke dalam wajan. Kemudian lanjut memetik cabai dari tangkainya.
Menu yang ia hidangkan hari ini adalah sambal cobek dan tempe goreng. Hanya itu. Apalagi yang ia harapkan? Binta tidak sempat belajar memasak. Kalaupun ia tahu bakal ditinggal ibunya seperti ini, ia memilih tinggal di kos Juer saja.
"Masak apa, Nduk?" tanya Ayahnya yang begitu mengejutkan Binta. Ia menoleh, mendapati ayahnya tampak baru bangun.
"Sambal sama tempe," jawab Binta singkat. "Emang mau apa?"
Ayahnya menggelengkan kepala. "Apa aja yang kamu masak ayah makan."
Binta hanya mengangguk. Ia kembali melanjutkan kegiatannya. Meniriskan tempe, lalu mencelupkan tempe yang lain. Bahan sambalnya sudah siap. Binta beralih mencuci piring yang hanya sedikit itu.
Ditengah kegiatannya, ia sempatkan membalik tempe agar tidak gosong. Kemudian melanjutkan kegiatan mencuci piringnya. Setelah selesai dengan semua kegiatannya di dapur, Binta memilih untuk mandi. Mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah khas putih abu-abu. Kamudian gadis itu mengambil sarapan dan memakannya di dalam kamar. Ponselnya berdering, panggilan video dari Caspian.
Binta memutar bola matanya malas. Apalagi ini anak. Ia mengabaikan panggilan tersebut. Memilih membuka aplikasi YouTube untu menonton animasi BoboiBoy. Tapi, baru saja Binta meletakkan ponselnya untuk ia tonton, panggilan video muncul kembali. Binta menerima panggilan tersebut sembari memasang muka garang. "Apa?!"
Caspian tampak mengerjap di layar. Pria itu sepertinya sudah siap dengan seragamnya serta rambut klimisnya. "Buset, laper mbak?" tanyanya setelah Binta menyuapkan nasi secara garang.
"Kalau udah siap tinggal ke sini, gue mau makan sambil nonton BoboiBoy. Jangan ganggu!" Setelahnya, Binta memutus panggilan. Agar bisa menonton animasi favoritnya dengan tenang.
Di sisi lain, Caspian terkekeh pelan. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya. Lalu memastikan Binta makan agar tidak terlambat ke sekolah. Juer mengulurkan tote bag berisi bekal. "Sana tunggu di rumah Binta!" titahnya.
Caspian menerima uluran Juer. Berpamitan, lalu melesat ke pintu untuk mengambil sepasang sepatunya. Fabian, adik Caspian yang baru memasuki Sekolah Menengah Pertama juga melakukan hal yang serupa dengan Caspian. Mengambil sepatu lalu memasangnya di kedua kaki.
"Mbak Binta udah siap emang?" tanya Fabian. Caspian selesai mengikat sepatu. Pria itu berdiri sembari melirik adiknya. "Masih makan, dia juga makannya cepet karena dikit," jawab Caspian. Fabian hanya mengangguk. Ia berdiri, merapikan seragamnya lalu berjalan mengampiri sepeda kayuhnya. "Duluan, Mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BLISSFUL
Teen FictionMungkin tiga kali dalam seminggu, Binta dan Caspian akan melihat citylight di kota Sidoarjo. Melewati jembatan di atas jalan tol berkali-kali untuk melihat kendaraan berlalu-lalang. Kemudian di hari rabu malam, mereka akan pergi ke pasar reboan untu...