1

112 11 2
                                    


Ino duduk di ruang tunggu stasiun televisi, merasa gugup namun tak mampu mengalihkan pandangannya dari layar besar di depannya. Di sana, Sasuke tengah berada di sofa panggung, tampak begitu tenang dan percaya diri. Mengenakan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang senada, ia memancarkan aura berwibawa yang sukar diabaikan. Cahaya lampu sorot menekankan fitur wajahnya yang tajam, memberikan kesan misterius sekaligus memikat.

Seorang wartawan perempuan berambut sebahu, dengan senyum lebar, berbicara penuh antusias, "Tuan Sasuke Uchiha, Anda bukan hanya seorang penulis sukses yang dielu-elukan, tetapi juga putra dari kandidat calon presiden yang sangat berpengaruh. Bagaimana rasanya menyeimbangkan dua dunia yang tampaknya begitu berbeda ini?"

Sasuke memberikan senyum tipis—senyuman yang sering ia tunjukkan di hadapan publik, menawan tapi sulit dipahami, seolah ada sesuatu yang ia sembunyikan. "Sejujurnya, saya tidak merasa perlu menyeimbangkan keduanya," jawabnya dengan nada yang tenang namun pasti. "Menulis adalah cara saya mengekspresikan diri, sementara posisi saya sebagai anak kandidat presiden memberi saya perspektif unik yang sering kali mengilhami karya-karya saya. Keduanya, bagi saya, saling melengkapi."

Wartawan itu mengangguk dengan penuh kekaguman. "Karya-karya Anda sering kali mengangkat tema-tema gelap dan menghadirkan karakter-karakter kompleks. Dari mana Anda mendapatkan inspirasi untuk cerita-cerita semacam ini?"

Sasuke tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Inspirasi saya datang dari berbagai hal—pengalaman pribadi, pengamatan terhadap orang-orang di sekitar saya, dan sisi gelap manusia yang tersembunyi di balik topeng sosial. Saya selalu tertarik pada psikologi manusia dan apa yang mendorong mereka untuk bertindak."

Ino mengamati Sasuke yang berbicara dengan begitu karismatik dan menguasai panggung. Ia bangga melihat betapa tampannya Sasuke di layar, betapa cerdas dan mengagumkannya ia di mata banyak orang. Ino merasa beruntung memiliki kekasih seistimewa Sasuke. Namun, ia masih belum menyadari sisi gelap Sasuke—sisi yang posesif, dingin, dan kejam, seorang yang tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang diinginkannya.

Wartawan itu kembali tersenyum, seolah sedang membaca pikiran penonton. "Banyak yang bilang ada sedikit dari diri Anda dalam setiap karakter yang Anda tulis. Apakah itu benar?"

Sasuke tertawa kecil, matanya berkilat, lalu menjawab, "Mungkin ada sedikit dari saya dalam setiap karakter. Setiap penulis pasti memasukkan bagian dari dirinya sendiri ke dalam karyanya, baik disadari atau tidak. Itulah yang membuat cerita-cerita saya terasa hidup—karena ada kebenaran di balik setiap kebohongan yang saya ciptakan."

"Menarik sekali," lanjut wartawan itu, "Bagaimana dengan kehidupan pribadi Anda? Apa yang Anda lakukan di waktu senggang?"

Sasuke mengangkat bahu sambil tersenyum lebih lebar. "Saya memiliki seseorang yang sangat spesial dalam hidup saya sekarang. Menghabiskan waktu bersamanya membuat waktu luang saya jauh lebih berharga."

Ino tersipu saat mendengar kata-kata itu. Hatinya berdebar-debar; ia tahu Sasuke sedang berbicara tentang dirinya. Orang-orang di studio tersenyum mendengar jawaban itu, membayangkan sisi romantis dari seorang Sasuke Uchiha yang terkenal dengan kecerdasannya. Namun, Ino sama sekali tidak menyadari bahwa pria yang membuat hatinya berdebar ini sebenarnya menyimpan sisi lain yang jauh lebih gelap dan berbahaya.

"Inilah sisi lain dari Sasuke Uchiha yang jarang diketahui publik," lanjut sang wartawan dengan senyum geli. "Seorang pria romantis di balik karakter-karakter kelam yang Anda ciptakan."

Sasuke hanya tersenyum, tatapannya tetap tenang dan menawan, sementara Ino duduk di sana tanpa menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam perangkap halus yang ditenun oleh kekasihnya sendiri.

---

Setelah wawancara selesai, Sasuke turun dari panggung dengan percaya diri, langsung menghampiri Ino yang menunggunya di sudut ruangan. "Sudah lama menunggu?" tanyanya dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya.

revenge for being let go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang