Kemenangan mereka di tingkat nasional membawa angin segar bagi Adresta, Rahma, dan Alfina. Meskipun awalnya situasi di sekolah terasa berat dan tidak nyaman, kemenangan ini menjadi sebuah pembuktian akan kemampuan dan kehebatan mereka bertiga.
Ketika mereka berdiri di atas panggung, menerima penghargaan yang membanggakan, seluruh sekolah menyaksikan dengan mata terbuka. Tidak ada lagi bisikan-bisikan yang meragukan mereka. Keberhasilan presentasi yang mereka buat, dengan penuh kerja keras dan kolaborasi, menunjukkan bahwa meskipun mereka berbeda, mereka bisa mencapai hal-hal besar.
Setelah kemenangan itu, pihak sekolah memandang mereka dengan perspektif yang berbeda. Kepala sekolah, yang tadinya bersikap netral, mulai memahami bahwa ada sesuatu yang spesial dalam persahabatan mereka bertiga. Bukan hanya soal prestasi, tetapi tentang bagaimana mereka saling mendukung, melengkapi, dan tidak pernah menyerah meskipun dihadapkan pada banyak tantangan.
Di sebuah pertemuan sekolah yang diadakan beberapa minggu setelah kemenangan mereka, kepala sekolah memutuskan untuk memberikan apresiasi khusus kepada mereka bertiga. "Kita semua telah melihat bagaimana Adresta, Rahma, dan Alfina telah membawa nama baik sekolah kita ke tingkat nasional. Saya harap semua siswa di sini bisa belajar dari mereka, dari bagaimana mereka tetap bersatu dan bekerja sama untuk mencapai kesuksesan," ucap kepala sekolah di hadapan para siswa dan guru.
Setelah pertemuan itu, suasana di sekolah mulai berubah. Siswa-siswa yang dulu menjauh mulai mendekat, ingin belajar dari kesuksesan mereka. Dukungan yang dulu hanya datang dari kejauhan kini mulai nyata dan terasa. Meskipun masih ada beberapa yang canggung, namun secara perlahan, keberadaan mereka bertiga mulai diterima.
Di tengah semua itu, Adresta, Rahma, dan Alfina tidak pernah melupakan tujuan mereka. Mereka tetap berhati-hati dalam setiap langkah yang diambil, memastikan bahwa apa pun yang mereka lakukan tidak mengganggu keseimbangan di sekitar mereka.
Dan di malam hari, ketika mereka kembali berkumpul di kamar Adresta, mereka merenung tentang perjalanan yang sudah mereka lalui. "Kita telah membuktikan kepada mereka bahwa kita bisa," kata Adresta sambil tersenyum. Rahma dan Alfina mengangguk, merasakan kebahagiaan yang mendalam. Mereka tahu bahwa jalan ke depan masih panjang, tetapi selama mereka tetap bersama, tidak ada yang tidak bisa mereka capai.
Malam itu, di kamar yang penuh cinta dan kehangatan, mereka tidur dengan perasaan tenang, siap menghadapi tantangan apa pun yang akan datang. Dunia luar mungkin masih penuh dengan keraguan dan penilaian, tetapi mereka tahu bahwa mereka memiliki satu sama lain, dan itu cukup untuk membuat mereka terus maju.
Pagi itu, seperti biasa, Adresta, Rahma, dan Alfina duduk di meja makan bersama ibu mereka. Kebiasaan ini adalah momen berharga bagi mereka, di mana mereka bisa berbagi cerita dan tertawa bersama. Namun, pagi ini terasa sedikit berbeda. Ada keheningan yang melayang di udara, seolah-olah sesuatu yang penting akan segera terjadi.
Ibu mereka, yang selalu penuh perhatian, menatap ketiganya dengan senyum hangat. "Kalian bertiga sangat dekat, ya?" katanya dengan nada yang lembut namun penuh arti. "Tapi, Nak, aku penasaran... nanti, siapa yang akan kamu nikahi, Adresta? Tak mungkin kamu bisa menikahi semuanya. Kamu harus memilih salah satu."
Pertanyaan itu membuat suasana di meja makan sejenak terhenti. Rahma dan Alfina, yang sedang mengunyah sarapan mereka, saling berpandangan. Mereka menunggu jawaban Adresta dengan penuh penasaran. Ada sesuatu dalam pertanyaan ibu mereka yang seolah-olah membuka pintu ke sebuah realitas yang lebih serius, sesuatu yang mungkin selama ini mereka hindari untuk dibicarakan.
Adresta menatap ibu mereka, lalu beralih ke Rahma dan Alfina. Ada keheningan sejenak, sebelum dia akhirnya menarik napas dalam-dalam. "Bu, aku... aku belum tahu jawabannya," Adresta mulai berbicara dengan hati-hati. "Yang aku tahu adalah bahwa aku mencintai mereka berdua, dan aku tidak ingin kehilangan salah satu dari mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adresta The Another Time Line
Teen Fictionkita buat cerita lain tentang kakak beradik ini