11| datang, lagi

262 34 7
                                    

Di dalam ruangan sihir yang remang-remang, Cephalus muncul tiba-tiba, teleportasinya membuat udara di sekitarnya bergetar halus. Rambutnya yang panjang tergerai indah, menyatu dengan pakaian hitamnya yang menjuntai, menambahkan aura misterius pada dirinya. Ia tersenyum tipis, seolah kehadirannya di tempat itu adalah sebuah kemenangan tersendiri.

"Ah, tempat ini masih sama seperti dulu," gumamnya sambil menatap sekeliling.

Tanpa ragu, Cephalus membuka pintu ruangan dan berjalan santai menyusuri lorong-lorong istana, seolah-olah dirinya adalah penguasa tempat itu. Langkah-langkahnya terdengar mantap dan penuh percaya diri. Namun, tiba-tiba, kakek dan nenek Zayyan, yang sedang menuju kamar cucu mereka, menghentikan langkah mereka. Tatapan mereka penuh kejutan melihat sosok Cephalus di depan mereka, seakan tidak percaya bahwa dia datang tanpa dipanggil.

"Cephalus..." kata Nenek Hayilla, suaranya mengandung kekhawatiran dan ketidakpastian.

Cephalus menghentikan langkahnya, memandang langsung ke arah mereka dengan tatapan yang tenang namun menusuk.

"Ada apa, Nona Hayilla? Bukankah kalian menginginkan aku kemari?" Ia melanjutkan dengan nada yang lebih dingin, "Dan ya, aku datang kemari untuk menjemput anakku."

Wajah Nenek Hayilla berubah tegang. "Zayyan bukan anakmu," katanya tegas, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa ada kebenaran dalam ucapan Cephalus.

Cephalus tersenyum tipis, sedikit mengejek. "Tapi separuh kekuatannya berasal dari diriku, bukan? Itu membuatnya bagian dariku."

Nenek Hayilla hanya bisa diam, tidak ada bantahan yang bisa dia ucapkan. Itu adalah kenyataan yang sulit diterima, namun tak terbantahkan.

"Huh, cukup dengan basa-basinya," kata Cephalus dengan nada tidak sabar.

"Bawa aku ke hadapan Zayyan sekarang."

Tanpa berkata lebih lanjut, kakek dan nenek Zayyan mengantar Cephalus menuju kamar cucu mereka. Sepanjang perjalanan, Cephalus menatap sekeliling dengan tatapan tajam, menilai kondisi istana.

"Huh... bahkan pelindung kekuasaan istana ini saja sudah mulai lemah, dan mungkin ada yang retak," komentarnya dengan nada datar.

Kakek Zayyan yang berjalan di sampingnya mengangguk, sedikit terkejut oleh ketajaman pengamatan Cephalus.

"Ya, itu karena inti sihir di dunia ini mulai melemah. Kami masih mencari tahu apa penyebabnya. Pelindung di bagian selatan istana sudah retak, dan para prajurit serta penyihir kami sedang berusaha keras memperbaikinya."

Cephalus hanya mengangguk kecil, menunjukkan bahwa ia mendengarkan, meskipun wajahnya tetap datar tanpa ekspresi.

Akhirnya, mereka tiba di kamar Zayyan. Cephalus mendekati tempat tidur di mana Zayyan terbaring lemah. Dengan lembut namun penuh rasa otoritas, ia menatap wajah Zayyan, tangannya perlahan meraba dada anak itu.

"Di sini... inti jiwanya mulai rusak," bisiknya.

"Dan aku bisa melihat retakan di kulitnya. Ini lebih buruk dari yang aku duga."

Cephalus terdiam sejenak, merenung, sebelum akhirnya berkata dengan tegas, "Aku harus segera membawanya ke dunia bawah sebelum terlambat."

Nenek Hayilla, yang melihat keputusasaan dalam ekspresi Cephalus, bertanya dengan suara bergetar, "Apa benar jika terlambat sedikit saja, jiwa Zayyan akan hancur dan hilang tanpa sisa?"

Cephalus mengangguk, matanya menatap langsung ke arah Hayilla. "Ya, itu benar. Itulah alasan aku menanamkan sedikit kekuatanku padanya sejak awal. Untuk mencegah kehancuran total, namun sekarang aku harus bertindak lebih jauh."

Terlempar ke dunia kerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang