Suka menjadi duka

7 2 0
                                    

"Hanya langit biru yang menjadi saksi bisu suka dan duka yang pernah aku alami"
- Verlita lyorda Sharma -

"Artinya apa bang Messi?"
- Hagianafiza Griselda -

***

Duduk berdampingan didalam kabin, sambil memandangi lukisan awan putih dan langit biru. Sungguh hal ini sangat lah indah. Ditambah memandangi hal ini bersama teman terbaik yang pernah kita kenal.

Dari jendela pesawat, dunia tampak begitu indah. Awan putih bergulung-gulung seperti kapas yang melayang layang mengintari pesawat yang Verlita naiki, ditambah dengan langit biru yang membentang luas seolah olah tak berujung.

Mata Verlita membulat, takjub dengan ciptaan tuhannya yang dibuat untuk semua hambanya.

"Sungguh indah," Gumam Verlita, takjub dengan lukisan alam yang dibuat oleh tuhan.

"Dunia ini begitu luas dan indah. Membuat masalah di bumi berasa kecil, jika berada disini," Batin Verlita yang sangat mendalami peran ketika melihat hal itu.

Jari jemari lentik Griselda menyentuh pundak Verlita. Sentuhan itu yang menyadarkan Verlita yang sudah tenggelam dengan keindahan langit biru dan awan putih.

Spontan Verlita langsung menatap Griselda, "Jangan ngelamun nanti kesambet," Ledek Griselda yang mengganggu ketenangan Verlita saat ini.

Verlita menatap malas Griselda "Ganggu! Gue lagi refreshing otak sedikit, malah lo ganggu," Ujarnya dengan nada sedikit merajuk.

Griselda terkekeh, "Yaudah maaf, Lo sih gue panggilin ga nyaut nyaut, segitunya Lo suka sama langit yah?" Tanya Griselda.

Verlita mengangguk, membenarkan ucapan Griselda. Netra coklat milik Verlita langsung memandangi kembali langit biru dibalik jendela pesawat disebelah nya.

"Terkadang langit biru itu suka membuat hati orang yang memandangnya menjadi tenang, dan juga hanya langit biru yang tau suka duka yang pernah gue alami," Ucap Verlita.

Gadis yang bernama Griselda langsung menaikan satu alisnya. "Maksudnya?" Tanya Griselda dengan serius.

Verlita langsung memandang wajah temannya yang indah, tersenyum kearah Griselda, lalu melihat kembali langit biru yang sempat dia tinggalkan tadi.

"Hanya langit biru yang menjadi saksi bisu suka dan duka yang pernah gue alami," Ucap kembali Verlita agar Griselda dapat memahami apa yang ia sampaikan.

"Artinya apa bang Messi?" Tanya Griselda yang tak paham dengan apa yang Verlita ucapkan.

"Dah gede gausah manja, cari tahu aja sendiri sana," Usir Verlita agar Griselda tak menanyakan hal itu lagi padanya.

"Ih! Nanya aja gaboleh," Cibir Griselda, memanglingkan wajahnya dari Verlita.

Dering ponsel milik Griselda tiba tiba menyela percakapan mereka. Tanpa pikir panjang Griselda langsung melihat siapa penelpon yang menelpon nya saat ini. Griselda meminta izin kepada Verlita bahwasanya dia ingin pamit sebentar kebelakang, untuk mengangkat telepon dari seseorang.

"Gue izin kebelakang dulu yah Ver, Lo jangan kemana mana. Disini aja,,," Ujar Griselda.

"Emang gue mau kemana? Lo kira gue mau gimana gimana gitu? Lo pikir gue anak kecil yang disuruh jaga jaga diri?" Tanya Verlita.

Karena malas berdebat dengan Verlita Griselda lebih memilih untuk kebelakang mengangkat panggilan telepon dari seseorang yang memanggilnya.

Sepeninggalan Griselda Verlita hanya duduk sendiri ditemani dengan buku novel yang dia beli sebelum pergi ke Amerika. Sedikit demi sedikit lembar dia baca satu per satu. Bacaannya sudah hampir habis.

Seorang pramugari yang membawa nampan berisi makanan dan minuman menghampiri Verlita, dengan senyum ramah dari pramugari itu, dia mengulurkan nampan berisi makanan dan minuman. Verlita pun langsung mengambil nampan dari pramugari itu.

Tetapi, setelah pramugari itu pergi pesawat kertas kembali muncul dan terbang kearah Verlita. Mengelilingi Verlita bolak balik dan berakhir jatuh dibawah kursi.

Sejenak Verlita berpikir, sepertinya pesawat kertas itu mengiriminya teka teki aneh lagi untuk Verlita tebak. Verlita pun melihat kearah kiri, kanan, samping, depan, belakang. Tidak ada tanda tanda orang yang menerbangkan pesawat ini.

Tanpa pikir panjang Verlita langsung meletakkan nampan itu di kursi sebelah lalu meraba kebawah kursi, tempat jatuhnya pesawat tadi.

Benar! Tebakan Verlita benar! Pesawat kali ini memang memberikan Verlita kode atau teka teki aneh lagi. Benar benar diluar nalar, dalam keadaan seperti ini Verlita tetap diikuti oleh oknum yang tak diketahui identitas aslinya.

Kali ini pesannya masih sama seperti yang tadi dia jumpai di bandara, angka kimia. Angka angka kimia itu terus menghantui pikiran Verlita. Kacau sudah, angka angka kimia itu terbit kembali.

O3,OH,NO3,C3,C,OH,O3,O

Sayap kiri pesawat kertas itu menuliskan angka angka kimia, Verlita semangkin bingung dengan hal ini.

DAMN!

Tiba tiba, Dentuman keras mengguncang langit, memecah ketenangan Verlita. Suara ledakan itu menggelegar, sampai mengguncang bumi seolah olah akan retak. Kaca jendela pesawat seraya bergetar hebat, bahkan nyaris saja pecah.

Kabut asap membumbung tinggi, membawa serta bau logam panas yang menusuk sampai hidung semua penumpang pesawat. Mesin raksasa didalam pesawat itu seakan akan baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Tetapi sepertinya, bukan hanya ada bau dari logam panas, tetapi sesuatu yang lebih organik. Bau ini tidaklah dari mesin pesawat, tetapi juga bau dari masa lalu yang kelam.

Detik detik saat ini adalah detik detik yang sangat mencekam menyelimuti kabin pesawat. Suara pramugari memecahkan keheningan kabin, dengan wajah tegang namun pramugari itu tetap berusaha tersenyum, memberikan instruksi untuk para penumpang pesawat.

"Perhatian, kita akan melakukan pendaratan darurat dilaut. Pakailah life jacket dan ikuti petunjuk evakuasi," Pramugari itu berusaha untuk menenangkan penumpang pesawat tetapi para penumpang semangkin panik dengan hal itu.

Perasaan panik mulai merebak diantara penumpang penumpang pesawat, wajah yang pucat, dan mata yang berkaca kaca menatap kearah jendela pesawat.

Suara gemuruh mesin pesawat terdengar sangat kencang ditelinga para penumpang, ditambah hempasan angin diluar semangkin menambah rasa takut di hati para penumpang pesawat.

Verlita sedari tadi meminta pertolongan kepada tuhan yang maha esa, agar tidak terjadi apa apa kepadanya maupun orang orang didalam pesawat ini.

Seketika akan sadar dengan keadaan temannya dia teringat, tadi temannya meminta izin untuk kebelakang dan menerima panggilan telepon. Tetapi mengapa, sampai sekarang dia belum kembali juga?

Pikiran Verlita kacau dengan hal ini, kenapa bisa terjadi hal ini disaat mereka baru saja akan pergi? Ini sudah terlambat, tidak! Ini masih bisa diperbaiki. Yang sekarang Verlita lakukan hanya memohon pertolongan agar dia dan teman temannya yang lain bisa selamat dari pendaratan darurat ini.

Keindahan laut lepas yang biasa Verlita nikmati menjadi mempi buruk yang sangat sangat buruk. Dari balik kabut tipis yang menyelimuti jendela pesawat, terlihat air laut yang terbentang luas dibawah, bagai cermin raksasa yang memantulkan langit kelabu. Cahaya berwarna putih dibawah semangkin terang dan sedikit demi sedikit membesar, membentuk pola yang sangat aneh.

BYUR!

WUSH!

DAR!

Gelombang menghempas kuat benda buatan manusia tersebut. Sampai melepas puing puing yang dulu melaju angkuh di angkasa. Pesawat yang tadinya terlihat sangat keren dan bagus sekarang hanya tersisa puing puing dan meninggalkan jejak api dan kepalan asap tebal.

Suasana dilaut sunyi senyap, tidak ada tanda tanda kehidupan lagi disana, hanya terdengar suara gemercik air, hujan dan gemuruh petir yang menyambar.

Jejak kotak hitam ditemukan, tetapi rekaman suara didalamnya samar samar terdengar, suara panik, jeritan anak kecil bahkan orang orang dewasa sekalipun samar samar terdengar putus putus oleh bunyi dentuman keras akibat jatuhnya pesawat tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi dengan pesawat ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MerveilleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang