3. New Moon: The First Beat

317 42 29
                                    




Gulungan kabut gelap menyelimuti langit Jakarta, menghalau sinar matahari untuk menjadi penguasa langit. Terlepas dari buruknya cuaca, kepadatan di ibu kota tak menunjukkan tanda penurunan. Dari gedung yang tinggi, pemandangan mobil yang saling berdempetan hampir terlihat seperti gerombolan semut yang tengah dalam misi untuk segera sampai pada sarang mereka.

Berdiri di balik kaca yang berada di puncak Kalingga Palace, tentu saja pemandangan yang sesungguhnya masuk kategori monoton tersebut berhasil memberi sensasi ketenangan pada Adrian. Why? Simply, due to the fact that he could watch several cars come and go from his hotel.

Adrian mengambil satu langkah maju, kepalanya lebih dekat dengan kaca. Matanya menyipit, berusaha sebisa mungkin untuk melihat sebuah mobil yang berhenti tepat di gedung yang terletak di depan hotelnya.

"Adam," panggil Adrian pada sang ajudan yang senantiasa berdiri di belakang jika sang ibu tidak mendadak menculiknya untuk diwawancara. "Dia..." Jari Adrian menyentuh kaca, menunjuk gedung yang berlabel Kingstone. "Kemarin kamu bilang dia habis kunjungan ke mana?"

"Maksudnya Pak Dharma?" Adam melirik Adrian sekilas, kala tidak ada jawaban maka dilanjutkan kembali. "Kunjungan terakhir Pak Dharma dilakukan untuk meninjau lokasi di daerah Ubud, Pak. Laporan terakhir yang kami terima, Pak Dharma juga menunjukkan minat yang cukup besar dengan sebuah bangunan yang terletak tidak jauh dengan lokasi kita di Makassar."

"Obsesi Dharma terhadap Kalingga Palace sebesar apa, sih, sampai melakukan usaha ekstra seperti ini?" Adrian berdecak lidah, sangat tidak suka dengan kabar yang diterima. "Or perhaps it's not my hotel that he is interested in. It's probably me, right?"

Dharma Hartono, pemilik dari hotel baru bernama Kingstone itu memang sering kali mengikuti apapun yang Adrian lakukan. Well, it is totally okay to be inspired, but this? That man is clearly up to no good.

Kingston dan Kalingga Palace sebenarnya tidak bisa dibandingkan. Usia Kingstone sendiri tidak sebanding dengan hotel miliknya. Kalingga Palace sudah berdiri hampir enam puluh delapan tahun, sementara Kingstone? Sepuluh tahun. That hotel is technically a baby.

Dari segi reputasi pun jelas berbeda. The name Kalingga itself is widely known, siapapun tahu kualitas jasa yang mereka sediakan sudah tidak bisa diragukan lagi. Jadi, sungguh menyebalkan ketika ada sebuah hotel yang selalu berusaha meniru langkah yang diambil oleh Kalingga Palace.

Adrian melangkah mundur untuk kemudian duduk kembali di kursinya. Ia menerima uluran berkas-berkas laporan dari keuangan yang diserahkan oleh Kartika. Dibaca dengan saksama angka-angka yang sama sekali tidak membahagikan itu, lalu kemudian ia membubuhkan paraf pada setiap kertas.

"Tika, wanita yang sebelumnya tidak membuat kamu kesulitan, kan?" Adrian bertanya di sela aktivitasnya. Ia mendongak sebentar, menemukan Kartika yang memandangnya bingung. "Anak ketua partai itu."

"Oh, Ibu Pricilla. Awalnya, sih, masih memaksa untuk dibuatkan janji tapi setelah itu sepertinya Ibu Pricilla menyerah."

"Bukan menyerah, tetapi ada orang lain yang sekarang sedang menjadi pusat perhatian Ibu Pricilla."

"Oh, ya? Siapa?"

Adam dan Kartika saling melirik, melemparkan kode untuk menjawab pertanyaan dari atasan mereka.

"Dharma lagi?" Adrian tersenyum miring, meletakkan bolpoin, lalu menutup map yang sudah selesai ia baca. "Ini sudah keberapa kali, sih? Dua atau tiga..."

"Lima kali, Pak," koreksi Kartika.

"Five times? He must have lost his mind. Imagine, wasting so much time to date the woman I just met for once."

Memeluk RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang