Kelopak mata itu terbuka secara perlahan. Cahaya yang memasuki netranya membuat kepalanya terasa pusing. Gambaran-gambaran yang terjadi di masa lampau selalu muncul menjadi sebuah mimpi indah yang buruk.
“Wangji, kau sudah bangun? Cepat turun kita sarapan.”
Yang dipanggil hanya diam tak merespon apapun. Rasa sesak seketika menyeruak dalam hatinya. Kenapa disaat dia sudah kembali, orang yang dia harapkan tidak pernah datang? Kemana janji yang sempat mereka ucapkan? Tidak mungkin kan prianya itu mengingkarinya?
Tidak ingin membuat keluarganya menunggu lebih lama, dia segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Setelah lama berkutat di kamar mandi, dia keluar dengan handuk yang melilit pinggangnya. Dengan secepat mungkin dia memakai pakaiannya dan turun menghampiri keluarganya.
“Selamat pagi anak bungsu ibu~”
“Selamat pagi adek~”
“Selamat pagi nak.”
“Selamat pagi Wangji.”
Yang disapa hanya mengangguk singkat lalu duduk di kursinya. Ini bahkan sudah 20 tahun berlalu, namun, dia belum bisa memulai interaksi normal dengan keluarganya. Entah kenapa perasaan canggung masih saja menjadi penghalangnya.
“Wangji apa hari ini kau akan pergi ke cafe lotus lagi?” anggukan kecil dia berikan.
“Boleh kakak tau kenapa kau selalu kesana setiap hari?”
“Benar, ibu juga ingin mengetahui alasannya. Apa ada sesuatu yang begitu berarti di cafe lotus?”
“…” dia terdiam. Dia meremat buku yang berada di pangkuannya dengan erat.
Ya. Kenapa dia selalu ke cafe lotus? Bukankah itu sangat jelas? Dia sedang sangat merindukan seseorang.
Lalu? Kenapa harus cafe lotus? Sekali lagi, bukannya itu sudah sangat jelas? Jika tempat itu adalah tempat terakhir dia dan orang itu bersemayam.
“Kalau kau ti—”
“Rindu.”
“Hah? Kau sedang merindukan seseorang?” tanya sang paman dengan keheranan. Ponakannya yang satu ini, kenapa tidak pernah berbicara dengan kalimat yang lengkap?
“Mn.”
“Kenapa tidak langsung kamu temui saja?” sang kepala keluarga mengernyitkan keningnya. Bukannya jika ditemui langsung rasa rindu itu akan hilang?
Dia tersenyum kecil. Andai bisa, dia tidak mungkin berada disini dengan buku yang selalu dia bawa. Dia pasti sudah berada di dalam dekapan orang itu.
“Ah, baiklah baiklah kakak mengerti. Wangji ingin kakak antar?”
Dia menatap sang kakak dengan raut wajah keheranan. Apa yang dia mengerti? Apa yang dia ketahui? Apa yang dia maksud? Apakah dia benar-benar mengerti perasaannya? Atau berpura-pura agar dia merasa mereka saling memahami?
“Wangji?” gelengan kepala menjadi jawabannya. Dia ingin berjalan kaki, menikmati keindahan pagi yang mungkin saja bisa membuat dia menemukan sosok yang selalu dia nantikan.
“Baiklah kalau butuh apa-apa hubungi kakak, oke?” dia mengangguk singkat.
“Wangji pamit.” dia bangkit dari kursinya setelah mendapatkan anggukan oleh anggota keluarganya. Dia berjalan ke luar rumah dengan langkah penuh harap. Berharap bisa bertemu dengan pujaan hatinya.
“Kaisar Wei... Sampai kapan permaisuri ini harus menunggu? Apa kaisar Wei tidak kasihan pada permaisuri ini? Permaisuri ini merindukan kaisarnya.”
Ya, dia adalah reinkarnasi dari sang permaisuri. Dari seorang permaisuri yang begitu dicintai oleh kaisarnya. Namun, dia harus menelan pahitnya kenyataan karena di reinkarnasi yang kali ini pun dia belum menemukan apa yang dia dambakan.
Dia memperhatikan ke sekelilingnya, dia tersenyum ketika mengingat momen-momen indah yang dulu pernah dia rasakan dengan orang yang sangat berarti baginya.
“Aula perjamuan sudah menjadi sekolah. Kaisar, bukannya di tempat ini kaisar pernah mencium permaisuri? Yang mulia pernah dengan santainya mengelus perut buncit permaisuri ini. Permaisuri ini merindukan momen-momen itu.”
“Yang Mulia, lihat. Taman istana kita sudah berubah menjadi kantor pos. Permaisuri ini ingat, dulu, kita pernah tidur bersama di taman istana tanpa memperdulikan pakaian kita yang akan kotor. Kita bersenda gurau seakan tak memiliki hari esok. Namun kini, semuanya berubah. Jangankan bersenda gurau, saling tatap pun kita tidak bisa.”
“Yang Mulia, barak pelatihan kita sudah berganti menjadi pusat pembelanjaan. Bukannya itu terdengar lucu? Tempat yang dulunya digunakan untuk melatih para prajurit saat ini berubah menjadi tempat yang sering kali dikunjungi oleh orang-orang untuk melepaskan penatnya.”
“Yang Mulia.. Permaisuri ini merindukan Yang Mulia. Tolong, izinkan permaisuri ini menemui Yang Mulia dalam reinkarnasi yang sekarang. Hahh...”
“Yang Mulia, apa Yang Mulia tahu? Makam kita sudah menjadi sebuah cafe. Cafe yang selalu permaisuri ini datangi setiap harinya. Cafe yang di dalamnya menyimpan banyak kenangan tentang kita yang lalu.”
Dia berdiri di depan kasir, tanpa berkata apapun, sang kasir pun sudah mengetahui apa yang ingin dia pesan. Oleh karenanya, dia hanya memberikan uangnya lalu pergi duduk di kursi yang selalu menjadi tempatnya duduk selama dia berdiam diri di cafe.
Sebuah tempat yang jauh di bawahnya terdapat sebuah jasad dari sosok yang teramat dia rindukan. Meskipun jasad itu mungkin sudah menyatu dengan alam.
“Tuan ini pesanan anda.”
Dia hanya mengangguk. Lalu, tanpa melupakan etika kekaisaran, dia mulai menyesap minumannya. Dan mulai kembali menuliskan kisah tentang dirinya dan kaisar tercintanya. Tentang takdir yang begitu kejam memisahkan mereka.
“Yang mulia, sampai detik ini, 17 September 2024, permaisuri ini masih menantikan janji yang pernah Yang Mulia berikan. Permaisuri ini merindukan Yang Mulia.”
Selanjutnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCARNATION
RandomStory writer by : Rain @urrainingday Main Character : Wei Wuxian × Lan Wangji Universe : modern universe || penerbit x penulis Warning : manipulatif , bxb , Yaoi , kekuatan supernatural , drama , darah. Setelah takdir yang tak berpihak pada mereka...