0.0. Langit

2.2K 228 43
                                    


Siap dengan judul baru?
Silahkan baca blurb-nya di halaman depan.

◅▿▻

Ada yang menarik perhatian setelah gue keluar dari perpustakaan. Kayaknya anak kelas 10, bocah laki-laki yang lagi kesusahan pose yoga di koridor depan papan redaksi itu.

Badannya sesekali gontai menahan keseimbangan karena kakinya diangkat satu. Dua tangannya direntangkan, masing-masing menopang dua buku. Di atas kepalanya juga ada satu buku yang lebih tebal, semacam kamus.

Tingkahnya teramat menggemaskan. Gue samperin aja aaahh.

"Kena hukuman?" Padahal gue nanyanya pelan, tapi dianya langsung kaget. Seketika badannya limbung dan bukunya berjatuhan.

"Ngagetin aja, Kak!" protesnya. Bukan cuma tingkahnya yang manis, tapi suaranya juga, definisi packaging yang sangat sinkron dengan kelakuannya.
Perlu diapresiasi.

Dia ambil posisi lagi. "Tolong letakin bukunya di kepalaku, Kak."

Gue turutin. "Dihukum siapa sih?"

"Gue nggak bawa baju baju olahraga," terangnya.

"Oh, Pak Yunus?"

Dia ngangguk pelan karena sudah menahan keseimbangan kepalanya yang menopang buku.

"Turunin dulu, nggak ada yang lihat." Gemes sih gemes tapi kasian juga lama-lama.

"Tuh!" Tunjuknya dengan mata ke arah CCTV.

Oh, standar bocah kelas 10 memang begini. Agaknya perlu dikomporin untuk sedikit membangkang.

"Lu dikerjain, CCTV itu cuma pajangan doang."

"Masa?" Respon kagetnya bahkan masih terlihat manis. Melongo dan membiarkan buku-bukunya jatuh sekali lagi.

"Langit, nama lu?" Gue lihat ke name tag di dada kanannya.

"Iya. Kakak nggak punya nama?" Nyolotnya di luar prediksi, tapi anehnya nggak bikin gue marah. Yakali gara-gara gue nggak pakai name tag, dipikirnya nggak punya nama.

"Oh, senior mah bebas!" Nanya sendiri dia jawab sendiri. Kocak bener.

"Anak kelas sepuluh?" Gue sekedar memastikan.

Bukannya jawab, dianya malah bertingkah. "Bisa gantiin gue di sini bentar aja nggak, Kak? Gue kebelet pipis."

Aslik! Nyolot sih, tapi gue nggak ada tersinggung. Justru makin lucu kesannya.

Setelah gue kasih anggukan, tumpukan buku di tangannya sudah berpindah ke tangan gue. Dianya langsung ngacir ke toilet, dan entah kenapa mata gue masih setia ngekorin sampai dia hilang dibalik tembok.

"Woi, Lang! Ngapain lu ngelamun disini?" Yang negur si Bagas, temen sebangku gue, kita tadi ke perpustakaan bareng.

"Lu masih inget anak-anak baru jaman MPLS nggak?"

Heran dong dianya gue tanyain gitu. "Yakali gue ngapalin muka dua ratus empat puluh manusia. Kenapa sih?"

Kalau di SMA kita, MPLS sepenuhnya dipegang sama OSIS, dan kebetulan Bagas adalah ketuanya, makanya gue nanya begitu, berharap ada cerita tentang Langit yang belum gue dengar.

"Dia, inget nggak?" Gue nunjuk ke Langit yang baru aja keluar toilet.

"Anak kelas sepuluh itu?" Si Bagas malah nanya balik. Kagak gue jawab, soalnya Langit udah makin deket, dianya lari.

"Makasih ya, Kak." katanya sambil ngambil buku dari tangan gue. Gue baru tau, senyumnya Langit ternyata tak kalah menawan dari tingkahnya.

Bagas si usil berbisik di telinga gue,"Kalau spek kayak dia sih harusnya gampang diinget ya, tapi─"

Sebelum Bagas makin ngelantur, gue injek aja sapatunya. "Auh!" rintihnya.

Sayangnya, gue nggak bisa ngobrol banyak sama Langit, soalnya habis ini ada ulangan Bahasa Inggris.

"Jangan terlalu nurutin Pak Yunus. Senderan di tembok aja, daripada jatuh. Setelah bel, buruan cari beliau dan laporan, jangan nunggu disamperin, entar lu keburu jadi tontonan."

"Siap Boss!" Responnya dengan suara ala bariton. Sumpah, kamu kok gemes banget sih!

Gue balik ke kelas sambil sesekali curi pandang ke Langit. Sayang, dianya nggak lihat gue balik.

"Biadata anak kelas sepuluh masih rapi di ruang OSIS, entar kita cariin. Lu tau nggak dia kelas apa?" Bagas kayaknya tau isi otak gue. "Emang manis sih," lanjutnya.

Mendadak gue berkeberatan dengan kebijakan tata ruang sekolah yang memisahkan kelas sepuluh dan dua belas terlalu jauh. Sebening Langit aja terlambat gue sadari kehadirannya.

"Gas, berapa bulan lagi kita aktif di sekolah ini?"

"Delapan bulan, mungkin."

Cukup nggak ya buat deket sama dia yang mencuri perhatian gue itu?

Nggak perlu waktu lama, pertanyaan gue terjawab kontan, sepulang sekolah.

Dia, Langit, duduk di meja makan rumah gue.

◅▿▻

Tombol spam minta lanjut  👉
Jangan lupa like yak,...

My Cuteness BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang