Dengan seragam barunya dan kunci kamar di tangan, Nathan memulai langkahnya menuju kamar yang baru disediakan. Dia merasa campur aduk antara antusiasme dan kecemasan mengenai teman sekamarnya
Nathan membuka pintu kamar dan terkejut melihat temannya sekamar, seorang wanita dengan mata tajam dan tubuh yang menarik. Maya menatapnya tanpa banyak ekspresi, membuat Nathan merasa sedikit canggung.
"Hey, saya Nathan. Kita teman sekamar ya?" Nathan mencoba tersenyum, meski suaranya agak bergetar.
Maya memandangnya tanpa berusaha menyembunyikan keheranannya. "Namaku Maya. Tapi kamu... kenapa kamu bisa mengeluarkan semua elemen?"
Nathan sedikit terkejut dengan pertanyaan langsung dan tatapan tajamnya. "Uh, saya... sebenarnya tidak tahu. Saya hanya melakukan tes dan tiba-tiba bisa menggunakan berbagai elemen. Itu tidak biasa, ya?"
Maya mengangguk dengan wajah serius. "Iya, tidak biasa. Biasanya orang hanya menguasai satu elemen. Tapi kamu... bisa mengeluarkan semuanya. Kamu pasti seorang 'Invoke.'"
Nathan menelan ludah dan merasakan ketegangan. "Invoke? Itu berarti apa?"
Maya mengangkat bahu dengan sikap dingin. "Itu julukan untuk mereka yang bisa menguasai banyak elemen. Itu langka, tapi aku tidak tahu banyak tentang itu."
Nathan merasa sedikit gugup dengan sikap Maya yang agak menakutkan. "Oh, baiklah. Jadi... bagaimana jika kita berbagi kamar ini?"
Maya hanya mengangkat alis dan menjawab singkat. "Aku biasanya tidak terlalu banyak bicara. Jadi, jangan berharap banyak dari aku."
Nathan mengangguk cepat, merasa semakin cemas. "Baiklah, saya akan menghormati itu."
Maya kembali pada barang-barangnya, dan Nathan merasakan ketegangan yang meningkat. Meskipun begitu, dia berusaha tetap fokus dan tidak membiarkan rasa gugupnya mengganggu tujuannya di sekolah sihir ini.
Setelah beberapa saat, Nathan mencoba menyesuaikan diri dengan suasana kamar barunya. Maya duduk di meja dengan buku tebal di tangannya, tampak serius membaca tentang cerita dan sejarah para penyihir. Nathan merasa sedikit canggung di hadapan teman sekamarnya yang dingin dan tak banyak bicara.
Saat Maya sesekali membuka buku dan membaca dengan penuh konsentrasi, Nathan duduk di tempat tidurnya, sesekali memandangnya dengan rasa rindu yang mendalam. Dia tak bisa menahan pikirannya yang melayang kembali ke Lila, dengan hangatnya tubuhnya dan senyumnya yang ceria.
Nathan mencoba memecah keheningan dengan mencoba berbicara kepada Maya, berharap bisa mencairkan suasana sedikit. "Jadi, Maya, kamu sering membaca buku-buku seperti itu? Apa yang menarik dari mereka?"
Maya hanya melirik ke arah Nathan sekilas sebelum kembali fokus pada bukunya. "Buku ini penting. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sejarah penyihir. Dan aku memerlukannya untuk pelatihan."
Nathan mengangguk, berusaha mencari topik lain. "Aku juga suka membaca, meskipun lebih ke buku tentang ramuan dan sihir praktis. Tapi buku-buku sejarah ini sepertinya rumit."
Maya tetap dengan sikap seriusnya. "Semua buku punya perannya masing-masing. Untuk jadi penyihir yang baik, kamu harus memahami sejarah dan teori, bukan hanya praktiknya."
Nathan merasa sedikit frustasi karena Maya tampaknya terlalu serius dan tidak banyak memberi respon. Dia memutuskan untuk mencoba pendekatan lain, mencoba sedikit humor. "Kamu tidak pernah merasa bosan dengan semua teori itu? Aku rasa aku butuh lebih banyak petualangan daripada buku-buku ini."
Maya menatapnya untuk pertama kalinya dengan sedikit kekaguman di matanya, meski masih dengan ekspresi dingin. "Petualangan itu penting, tapi tanpa pengetahuan, petualangan bisa menjadi bencana. Jadi, fokus pada pelajaranmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alchemist: Kesempatan Kedua Nathan
AcciónNathan, seorang karyawan biasa yang terjebak dalam rutinitas lembur dan cinta tak terungkap, menemukan dirinya diberi kesempatan kedua setelah menyelamatkan nyawa seseorang. Bereinkarnasi di dunia fantasi yang mirip dengan game favoritnya, Nathan me...