Happy Reading
•°•°•°•°•°•
"Mengabaikanku? Merasa lebih unggul dariku sampai kamu berani mengabaikan perkataanku?" tanya Soviana sambil menarik tangan Caroline karena kesal diabaikan oleh perempuan itu.
Caroline berdecak kesal lalu menarik tangannya denga kuat, melepaskan dari cengkeraman tangan Soviana yang begitu kuat. Ia begitu kuat menarik tangannya, membuat Soviana mau tidak mau melepaskan cengkeraman di tangan Caroline, tetapi hal itu membuat Soviana kehilangan keseimbangan dan tanpa sadar menginjak gaunnya. Ia terjatuh begitu saja, membuat Caroline tertawa dengan puas.
"Ah aku lupa jika kamu begitu rapuh," ujar Caroline dengan senyum miring di wajahnya.
Soviana menatap tajam Caroline. Tangannya mengepal dengan kuat. Ia berusaha bangkit, tetapi mendengar langkah kaki mendekat membuatnya menjatuhkan diri di atas lantai. Caroline juga mendengarnya dengan jelas langkah kaki itu.
"Kamu lihat saja apa yang akan kulakukan," ujar Soviana dengan nada meremehkan.
Caroline menaikkan satu alisnya mendengar perkataan Soviana, tetapi kemudian ia tersenyum licik. "Aaa! Jangan pukul aku!" Caroline dengan keras berteriak. Dia juga mengeluarkan jurus totokannya dan tepat menotok titik yang membuatnya langsung pingsan saat itu juga.
Soviana terkejut sekaligus panik. Ia segera bangkit dan mengguncang tubuh Caroline. "Aku tahu kamu hanya berpura-pura, Caroline. Bangun atau kubuat Kean semakin membencimu?" ancam Soviana.
Pintu ruangan dibuka oleh penjaga, lalu seorang pria dengan hidung mancung, alis tebal dan bibir proporsional dengan wajahnya, melangkah memasuki ruangan dengan gagah, ditambah dengan pakaian bangsawan berwarna hitam bercorak emas membuatnya tampak semakin berwibawa.
"Ada apa?" tanya pria itu dengan dingin. Tatapannya tertuju pada Caroline yang tidak sadarkan diri.
"I-ini ti-tidak seperti yang kamu pikirkan Kean, dia tiba-tiba saja berteriak dan pura-pura pingsan. Aku tidak melakukan apa pun padanya," ujar Soviana dengan gugup. Dia mendekati Kean dan memegang lengannya.
Kean menganggukkan kepalanya, lalu menepuk pelan punggung tangan Soviana "Aku percaya padamu," ujarnya membuat Soviana mengembuskan napas lega.
Soviana melepaskan lengan Kean, membiarkan pria itu mendekati tempat tidur di mana Caroline masih memejamkan matanya. Tidak ada raut khawatir di wajah Kean, justru raut wajah jengah.
"Aku tidak akan tertipu," ujar Kean sambil mencengkeram pipi Caroline.
Beberapa saat berlalu pun Caroline masih tetap memejamkan matanya. Tampak tidak terganggu meski Kean menguatkan cengkeraman di wajah Caroline.
Kean mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan Caroline yang tetap diam meski dia sudah ada di dekat perempuan itu. Dia mencoba mengecek napas Caroline, tetapi napasnya terasa berat. Entah mengapa, hal itu membuat jantungnya berdetak dengan cepat."Arley!" Kean berteriak memanggil asistennya.
"Iya Tuan." Pria bermata elang dengan wajah tenang masuk dan memberi hormat singkat pada Kean.
"Panggilkan tabib!" teriak Kean dengan khawatir.
Arley tersentak, tidak biasanya dia melihat Kean begitu khawatir pada Caroline. Namun, ia tetap menjalankan perintah Kean.
Begitu Arley meninggalkan kamar Caroline, Kean menatap penuh pertanyaan ke arah Soviana. "Sebenarnya kenapa bisa dia tidak sadarkan diri begini setelah berteriak seperti tadi?" tanya Kean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi [Mengubah Takdir Duchess]
FantasiaMemaki penulis ketika selesai membaca novel kisah fantasi romance yang tidak sesuai keinginan, tetapi justru masuk ke dalam novel tersebut? Apa jadinya ketika gadis bar-bar dan ketua perguruan silat menjadi seorang Duchess Wilayah Utara Kekaisaran? ...