Hari ini adalah hari patah hati nasional angkatan SMA Adelita. Hari yang akan selalu dikenang oleh fans garis keras Bara, cowok populer dan pemesh diangkatannya. Bara yang kini berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit elite di Jakarta dan tengah mengambil spesialis bedah akan mengakhiri masa lajangnya dengan Dira, adik kelas Bara juga Adelita yang terkenal cantik dan populer.
Tidak ada yang mengira Bara akan menikah dengan Dira, karena selama ini mereka menganggap Adel lah yang akan menjadi pendamping hidup Bara. Nyatanya tidak demikian. Adel dan Bara sudah tidak berkomunikasi sejak lama. Tepatnya sejak Adel wisuda, Bara menghilang tanpa kabar.
Berteman dari SMA dan selalu sekelas, satu universitas meski beda fakultas tidak membuat hubungan pertemanan mereka jauh. Meski sama-sama sibuk Adel dan Bara selalu meluangkan waktu bertemu setiap minggunya. Jadi tidak heran jika teman-teman mengira mereka pacaran. Nyatanya tidak pernah terucap ‘aku cinta kamu’ dan semacamnya diantara mereka, yang ada keduanya saling mengolok-olok jika bertemu. Namun, saling rindu jika berjauhan.
Hingga perubahan itu terjadi. Sejak koasnya dimulai Bara mulai menjauh tepatnya sulit dihubungi. Awalnya Adel mengira Bara sibuk dengan koasnya sehingga tidak sempat menemuiny dan ia tidak terlalu memusingkannya karena dirinya juga mempunyai kesibukan sendiri, bekerja dan melanjutkan S2. Namun, semakin ke sini Bara tidak bisa dihubungi sama sekali hingga Adel membuat kesimpulan sendiri, sahabatnya tidak mau diganggu.Suatu kesimpulan yang salah yang membuat Adel tersadar bahwa ada rasa untuk Bara. Ketika perasaan itu mulai menjalarinya, Bara makin tidak tergapai hingga terdengar kabar Bara menikah. Dan di sinilah sekarang Adel berada. Di sebuah hotel bintang lima tempat akad dan resepsi diadakan. Adel tidak datang sendiri. Ia menghadiri pernikahan teman tapi mesranya itu, menurut Adel dengan Febby yang dulu teman sebangkunya.
“Kirain Bara nikah sama kamu. Dulu betapa lengketnya kamu sama doi. Di mana ada Bara, di situ ada Adel,” komen Febby setelah mereka bertemu.
“Nope!” singkat dan padat Adel menjawabnya.
“Kok jawabnya begitu.” Febby diliputi penasaran yang teramat besar. “Pasti kamu sembunyikan sesuatu!”“Sembunyikan apa sih? Aku sama Bara sudah lama putus kontak. Puas!” Adel meninggalkan Febby yang sedang mencerna kalimat Adel.
“Kok bisa?”
Adel cuma mengangkat bahu. “Sudah ayo masuk. Kayaknya akadnya sudah mau mulai tuh,” Adel mempercepat langkahnya. Diikuti dengan Febby yang agak kerepotan jalannya karena memakai heelsnya 12 cm yang membuatnya terlihat semakin tinggi. Sedang Adel yang tubuhnya semampai cukup memakai wedges.
Keduanya segera mengambil tempat duduk setelah sebelumnya berhaha hihi dengan teman-teman SMA mereka yang turut hadir menyaksikan Bara mengucap ijab kabulnya.
**
“Bara keren sekali, ya?” bisik Febby lirih, tetapi masih bisa di dengar oleh Adel.
Adel berusaha tidak menanggapi komentar Febby, tetapi ia mengakui dalam hati kalau Bara terlihat keren dan semakin tampan, terlihat dewasa sekali. Berapa tahun ya mereka tidak bertemu? Adel berusaha mengingatnya.
“Benar kamu nggak pernah ketemu Bara. Kok bisa, sih!” Febby masih melanjutkan kekepoannya.
Adel meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya, pertanda Febby untuk diam. Lagi ngapain sih pake kepo-kepo segala.“Kalau aku jadi kamu, pasti aku cari Bara ketika dia tidak nongol-nongol lagi.”
Sayangnya Adel bukan perempuan seperti itu. Ketika Bara menghilang, ia anggap hal yang biasa karena cowok itu sering datang tiba-tiba, pergi tanpa kabar juga. Namun, kalau 5 tahun tanpa kabar, apakah itu hal yang biasa?
“Del, jawab apa. Ditanya diam bae,” sungut Febby kesal. Dari tadi ia ngoceh ngalor ngidul, sohibnya hanya diam saja.
“Sekarang bukan waktunya untuk ngobrol, kamu nggak lihat semua mata fokus ke acara? “ ingat Adel yang membuat Febby tambah kesal.
"Memang nggak boleh kepo?”
“Kepomu nggak beralasan. Kalau mau yang sebenarnya, tanya Bara. Lima tahun ini ia ke mana dan ngapain. Jangan tanya aku. Jelas!” terang Adel agar Febby tidak tanya-tanya lagi.
Lama-lama jengah juga menghadapi pertanyaan Febby.Febby diam tanpa membantah, tetapi otaknya berpikir keras. Pasti ada apa-apa di antara mereka berdua.
Akhirnya ijab kabul Bara dengan Dira selesai. Saat ini Adel dan Febby terlihat sedang antri untuk mengucapkan selamat kepada mempelai. Di sela-sela antrian masih saja yang bertanya mengapa Bara tidak menikah denga Adel, kapan mereka putus, ada masalah apa di antara mereka berdua yang membuat telinga Adel panas. Kalau sedang tidak terjebak dalam antrian, Adel lebih memilih meninggalkan tempat itu daripada menjawab pertanyaan yang tidak jelas.
“Ya ampun Adel, kan?” pekik Tante Rina, bunda Bara. Karena dekat dengan anaknya, otomatis Adel dekat juga dengan bundanya. Bukan sekali dua kali Adel main ke rumah Bara. Berkali-kali. Bukan main saja, terkadang Adel membantu Tante Rina masak atau ikut berkebun menanam berbagai tanaman hias.
“Iya. Tante apa kabar?” tanya Adel setelah keduanya bercipika cipiki. Tanpa Adel sadari dari tadi sepasang mata elang menatap tajam ke arahnya.
“Alhamdulillah baik. Adel kemana saja? Kita ngobrol nanti. Pokoknya jangan pulang dulu!” pinta tante Rina yang diangguki oleh Adel.
Dan kini tiba waktunya Adel mengucapkan selamat kepada Bara. “Hii…selamat ya. Semoga samawa selalu," ucap Adel kikuk. Ia benar-benar canggung berhadapan dengan Bara.
“Aamiin, terima kasih sudah datang,” ucap Bara tanpa melepaskan tatapannya.
Adel baru menyadari kalau dari tadi Bara menatapnya. Ia segera menyalami mempelai perempuan juga kedua orang tuanya dan buru-buru turun panggung agar terhindar dari suasana awkard. Hal ini membuat jantung Adel berdetak kencang. Ada apa dengan dirinya?“Del kamu baik-baik saja?” tanya Febby melihat wajah sahabatnya pucat pasi.
Adel mengangguk sambil mengelus dadanya. “Ya , aku baik-baik saja.” Air muka Adel mulai berubah.
Febby menyadari peubahan Adel dan membawanya ke tempat yang sepi, lalu mengajaknya duduk. Disodorkannya air mineral yang sempat ia ambil.“Ceritalah kalau pengin cerita.” Febby mengusap-usap punggung Adel setelah keduanya terdiam cukup lama.
“Aku kehilangannya. Ya sudah kehilangannya sejak dia pergi tanpa kabar. Harusnya aku menyadari hal itu dan berusaha mencarinya, tetapi aku membiarkannya pergi. Dan kini ia sudah menjadi milik orang lain.” Dengan terisak Adel menceritakan perasaannya kepada Febby.
“Aku harus melupakannya, Feb. Harus. Bara bukan ditakdirkan untukku.”
Febby memeluk Adel erat. “Jangan sedih ya. Aku selalu siap mendengarkan ceritamu. Aku tahu kamu terluka, tetapi jangan lama-lama. Aku ingin melihat Adel yang ceria.”
Adel mengusap air matanya dengan kasar. “Memalukan nggak sih diriku ini. Cinta dalam diam. Berharap dia kembali ternyata undangan pernikahan yang datang.” Adel tertawa lirih mengingat kisah percintaannya.
“Nggak ada yang memalukan. Wajar kok kamu mencintai Bara. Nggak usah disesali, kini saatnya move on. Masuk yuk, tetapi kamu cuci muak dulu. Nggak lucu kalau teman-teman tahu seorang Adelita Nirmala Putri menangis karena diringgal nkah Bara Juanda Dirgantara,” ledek Febby yang membuat Adel tertawa karena malu.
Cinta dalam diam memang menyakitkan. Akan lebih menyakitkan lagi jika cinta itu tetap ada tanpa kepastian. Dan kini saatnya move on, tekad Adel dalam hati untuk melupakan Bara. Adel patah hati, tetapi ia tahu ini tidak akan lama.
**
Adelita Nirmala Putri, lima tahun waktu yang lama untuk tidak melihatnya. Bukan tanpa sengaja menghindar, tetapi Bara memang harus benar-benar menghindar karena ia tidak mau terlibat friendzone dengan Lita, biasa ia memanggil gadis itu. Pertemanan dari kelas satu SMA telah menumbuhkan getar-getar asmara di hati Bara dan tidak mungkin ia merusaknya.
Mungkin keputusan Bara untuk pergi salah karena tanpa sengaja ia melihat Lita menangis di pelukan Febby sohibnya. Apakah Lita juga mempunyai perasaan yang sama? Jika iya, Bara menyesal sekali. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Kini ia telah menikah. Ada Dira yang akan membersamainya kelak, menjadi istri dan ibu untuk anak-anaknya. Bara menyadari cinta dalam diam tidak menggenakkan dan sekarang cinta itu harus ia kubur dalam-dalam.Timit